"Oh, iya ya ... mereka sudah beristirahat juga, ya? Baiklah. Segera kita cari tempat representative, yang paling penting aman dan nyaman."
"Ehmm kalau misalnya Njenengan kurang pas memanggil saya Pak dan Bu, bisa sih Mas, hehe ... tetapi kan nggak lucu kalau istriku dipanggil Mbak, ya? Atau panggil saya Ito dan istri saya Eda, bagaimana? Artinya juga sama sih, ito untuk saudara lelaki dan eda untuk saudara perempuan. Daripada Pak dan Bu yang terkesan lebih tua. Sepertinya lebih nyaman begitu, ya?" usul Nu berapi-api.
"Nah, bagus. Saya setuju. Namanya kita juga dalam penyamaran. Akan lebih baik kalau segala sesuatu yang asli disembunyikan. Inggih, saya setuju!" sambut Suyud dengan mata berbinar dan tersenyum lebar.
Segera sang sopir kesayangan bertanya kepada penduduk di mana letak pos polisi, sementara Nu juga mencari via Google Map. Â Namun, ketika sampai di tempat, mereka merasa kurang pas karena memang masih pagi, sekitar pukul 09.00. Akhirnya, segera mencari depot makan yang memiliki area lahan parkir luas dan teduh. Dicarilah tempat ternyaman dan mereka bertiga segera mencari lesehan agak tersembunyi. Ke kamar kecil bergantian, dan segera memesan makan pagi.
"Ini rupanya daerah pesisir ya. Kayaknya bagus banget daerah seperti ini untuk bisnis rumput laut selain udang windu!"
"Nggih. Di tempat kita sebentar lagi, sekitar tiga empat jam lagi sampai ... tetapi bukan daerah pesisir. Justru daerah pegunungan. Hasil utamanya cokelat. Monggo saja hendak memulai bisnis apa, saya siap membantu!" sahut Suyud.
"Kalau banyak kerang, cangkangnya juga bisa dibuat mutiara, Mas!" sambut sang istri.
"Wah, iya ... kita harus mencari tahu dulu, ya! tempat transit kita nanti di daerah pegunungan kayaknya. Kita siap, 'kan Dik?" tanya Nu pada sang istri.
"Ya, di mana pun kita harus siap!"
"Kalau kerasan, kita bisa lanjut stay di sana, tetapi bisa juga mencari tempat lain kok, Dik! Bukan begitu, Mas?" ujar Nu kepada kedua teman seperjalanan itu.
"Iya, yang penting aman!" jawab sang istri.