Hadiah Istimewa
"Tak ada satu pun hari atau waktu yang kulewatkan tanpa merindukanmu."
Memasuki bulan Oktober, hujan sudah mulai hadir hampir setiap hari. Malam itu setelah mendung sejak siang, hujan turun dengan lebatnya. Seperti biasa, rumah dalam keadaan sepi. Kedua wanita yang membantu mereka telah beristirahat di kamar masing-masing.
Krishna yang sudah biasa tidur di kamar Anye, tetapi tidak sekasur karena ada bed kecil di pojok samping, kini kondisinya berbeda. Anye menggelendot di lengan kanannya. Rupanya guruh dan guntur membuatnya tidak nyaman. Karena itu, Krishna membimbing Anye untuk menempati tempat tidurnya sendiri, sementara Krishna membersamainya.
Krishna memeluk wanita berperut tambun itu dengan mesra. Sementara HPL diperkirakan dalam minggu-minggu itu juga. Sebagai tenaga medis, Krishna paham keresahan Anye menjelang melahirkan yang tak mampu dikatakannya dengan bahasa manusia. Itulah sebabnya, Krishna membalasnya dengan bahasa isyarat.
Krishna belum pernah melakukan peran sebagai suami. Dia benar-benar perjaka yang masih awam. Menghadapi situasi dan kondisi seperti itu tentu saja degup jantungnya berpacu bukan main. Dia meminta izin kepada Jalu di dalam hatinya untuk memerankan tugas sebagai suami hanya demi menenangkan Anye.
Secara perlahan Krishna memijat betis Anye agar bisa tidak nyenyak. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya tenang dan bisa tidur, seolah-olah Anye meminta lebih dan lebih lagi. Usapan dan pijatan lembut Krishna telah berhasil membangunkan harimau tidur.
Panas dingin dirasakan oleh sang dokter yang belum punya pengalaman tentang itu. Namun, insting alami berjalan natural tanpa dipaksa ataupun dikomando. Â Bersyukur meski sejenak, dia pernah menikmati sajian film tentang masalah dewasa itu sehingga terekam di dalam benak dan bisa menjadi referensi untuk melakukan aksi.
Anye tersenyum lebar. Tampak kegembiraan terpancar di dalam wajahnya. Sesuatu yang dirindukan sejak kepergian sang suami hingga kini terbayar tuntas. Lima bulan tidak merasakan kasih sayang pasangan ternyata menjadi beban. Baru saja layanan nafkah batiniah yang sangat didambakannya terpenuhi membuat aura rona membulat sempurna. Anye menunjukkan rasa luar biasa dengan bersenandung lirih.
Lagu Atiek berjudul 'Aku Sayang Padamu' yang sedang in  pun disenandungkan mulut mungilnya. Refrein 'Aku sayang padamu, aku ingin dirimu, selalu bersamaku, aku sayang padamu .... Tahukah engkau kekasih apa yang selalu aku pikirkan ....' Â
Sebaliknya, Krishna merasa berada di persimpangan, antara senang dan sedih. Senang karena telah berhasil membahagiakan sang pasien, tetapi sedih karena telah kehilangan masa dan status perjaka bukan pada saat yang tepat. Harusnya dia persembahkan hal itu untuk istri sah di saat honeymoon sebagaimana impiannya sejak lama. Begitu mendengar senandung Anye yang menyanyikan lagu favorit itu seolah-olah mengemukakan sayang kepadanya, makin menohok ulu hati.
Diempaskanlah diri di atas kasur empuk sambil menerawang. Sementara, di sebelah Anye makin tenang dan dalam beberapa saat telah tertidur pulas sambil menyunggingkan senyum seulas.
Krishna menghela napas panjang menikmati wajah Anye yang tidur dengan begitu damai. Perutnya sesekali bergelombang pertanda bahwa si janin sehat dan lincah. Air matanya meleleh. Dia tak kuasa melihat seorang calon ibu yang sedemikian menderita, kemudian hanya karena dia telah mempersembahkan aktivitas suami pengganti menjadi setenang itu. Serasa diremas-remas perasaannya.
Netra Krishna pun tak mampu dipicingkan barang sejenak. Teringat akan alur hidupnya dua tahun belakangan. Mengapa Arumi tega mengkhianati dan meninggalkannya menikah dengan lelaki lain? Lalu, kini dia terbelenggu di kamar ini dengan seorang wanita hamil yang membutuhkan pendampingan, kasih sayang, dan perhatian sepenuh jiwa raga, serta setulus hati. Jalan hidup yang tidak pernah dia sangka dan bayangkan sebelumnya.
"Ah, bukankah manusia pada dasarnya hanya wayang semata? Wayang yang harus menuruti apa kata sang dalang!" senandikanya lirih.
Tetiba Anye tersentak dan terbangun, "Mas," keluhnya.
"Ya, Anye," jawab Krishna pelan.
Anye menggeliat-geliat sambil memegangi pinggang dan perutnya.
"Sakit?" tanya Krishna.
Anye mengganguk-angguk dengan mata agak mengantuk.
"Ya, tidurlah saja. Jangan  berteriak, tetapi tiup-tiup lalu lepaskan begini," kata Krishna sambil memberikan contoh.
Krishna mengelus-elus pinggang dan memijit-mijit bahu Anye agar merasa lebih santai. "Rupanya si debay sudah mau lahiran, nih," ujarnya.
"Anye boleh minta lagi?" tanyanya tiba-tiba.
"Minta apa?" Krishna heran karena tidak paham bahwa wanita pun bisa saja meminta sesuatu yang dibutuhkannya. Hal yang tidak dipahami Krishna sebelumnya.
Ternyata Anye memberikan tanda dengan mengatupkan jemari dua tangan, sementara Krishna masih belum paham juga. Lalu Anye menggelendot sambil membisikkan, "Minta yang seperti tadi!"
"Astaga!" Krishna sangat terperanjat. "Ini aneh banget. Perutnya segendang berani meminta-minta berseraga?" batin Krishna berontak.
"Katanya nggak boleh segan, kalau mau nggak boleh malu," rajuk Anye lirih.
Krishna sadar. Kini Anye telah pulih. Rupanya dulu sang suami memberikan lampu hijau agar dia tidak malu-malu kalau mau meminta untuk berseraga. Krishna terhenyak sejenak. Kalimat yang diucapkan Anye pun panjang dan lengkap.
"Wahhh," Krishna tersenyum lebar dan membuka kedua lengan untuk memeluknya.
Dia tahu ini harus dirayakan. Ya, Anye sembuh menjelang melahirkan! Terpujilah Allah yang bertahta di surga!
Krishna meminta Anye bangun dan berdiri. Dipeluklah wanita yang baru saja menggagalkan status perjakanya itu dengan sukacita. Ya, mau tidak mau, diakui atau tidak, kini Krishna telah menjadi suami Anye. Mudah-mudahan statusnya akan meningkat bukan hanya sekadar suami pengganti, melainkan suami sah sehingga bisa melindungi dan mencintai wanita ini seperti yang seharusnya.
"Mengapa meminta lagi? Hhmm?"
Anye tersenyum mengusap-usap leher dan dagu Krishna seolah-olah undangan istimewa.
"Mau," Anye menggelendot bermanja.
Dibelailah wanita yang diam-diam mencuri hati itu dengan segenap rasa. Â
"Kita sambut kehadiran debay sebentar lagi, ya Sayang. Kamu yang kuat, ya. Aku akan selalu ada di sampingmu!" bisiknya.
Seperti apa yang dimaui Anye, Krishna pun melayani sekali lagi nafkah psikis yang selama ini tidak pernah diperoleh sejak sang suami pergi meninggalkannya. Dibisikkanlah kata-kata manis yang membangkitkan semangat hidup. Khususnya dalam rangka menyambut kelahiran si baby.
Menurut referensi yang pernah Krishna baca, ibu hamil yang berseraga dapat membantu proses kelahiran asal dilakukan dengan sangat berhati-hati. Krishna berharap apa yang ditulis itu benar. Semacam membuka jalan lahir, teorinya!
Krishna paham, mungkin Anye masih menganggap dirinya adalah Jalu. Kebetulan memang secara fisik keduanya mirip. Tinggi, kekar, hitam manis, dan sedikit berjambang. Sama. Hanya saja Jalu masih berusia 22 tahun, sedangkan Krishna 26 tahun.
Kalau Jalu memiliki seorang adik lelaki, Krishna putra semata wayang. Kelebihan Krishna yang lain, tampak dia lebih bijak, penyabar, hati-hati, dan lebih ikhlas menghadapi segala sesuatu. Sebaliknya, Jalu terkesan keras kepala dan tidak bisa dilarang juga. SosokÂ
 Krishna  sangat layak mendampingi Anye yang sedang terpuruk di dalam kesedihan dan kesepian. Kebutuhan akan seorang teman sebagai tempat curhat sehingga tidak merasa sepi dan sedih inilah yang harus dipenuhi oleh Krishna.
Keesokan harinya, Anye merasakan kontraksi. Beberapa kali Anye mengaduh dan mengeluh, bahkan menangis. Agar bisa ditangani maksimal, Krishna pun segera membawa Anye ke klinik bersalin kelas VIP sehingga tidak mengganggu dan terganggu oleh pasien lain. Bagaimanapun Krishna takut kalau depresi yang diderita akan berulang. Jadi, meskipun yakin Anye telah sembuh dengan bukti kejadian semalam, Krishna berjaga-jaga saja. Â Â
Krishna selalu berada di samping Anye sambil melayani dengan baik. Memeluk, memijat, mengusuk, dan memegangi tangannya. Tidak pernah terpisahkan. Pembukaan jalan lahir pun meningkat dengan cepat.
Empat jam setelah kontraksi pertama, langsung lahiran dengan normal. Krishna ikut menangani. Bahkan, oleh sang bidan dimintanya Khrisna menangkap baby boy yang meluncur dari rahim Anye. Tentu saja pengalaman perdana yang mahadahsyat baginya. Krishna merasakan betapa Allah mengasihi Anye, si baby boy, dan dirinya sendiri selaku dokter pribadi merangkap sebagai suami pengganti.
Dengan wajah ceria Anye menerima si baby boy untuk didekap dan didekatkan pada puting agar segera menerima ASI ekslusifnya. Bahkan, Anye meminta Krishna untuk memberikan nama kepada sang buah hati.
Cukup kaget karena kurang persiapan, Krishna spontan mengatakan Refo Rafandra. Refo dari kata reformasi, sedangkan Rafandra bermakna tampan, jantan. Jadi, semoga baby yang lahir di zaman reformasi ini selain tampan wajah, juga prima budi pekertinya.
"Amin," jawab Anye dengan netra berbinar.
Tiga hari berada di klinik, Anye makin sehat dan pada hari keempat dia diboyong ke rumah dengan sukacita. Keluarga kedua orang tua diundang untuk menyaksikan kesembuhan dan kelahiran debay yang tampan dan menggemaskan. Kini Suster Sri memperoleh teman baru, seorang baby sitter, yang khusus menangani debay.
***
Kepada keluarga besar, yakni orang tua Anye dan Jalu yang sambang atas kelahiran Refo, Krishna mengakui sejujurnya kalau dia telah memperlakukan Anye sebagai seorang istri. Dia rela melepas status demi Anye yang saat itu meminta haknya. Krishna memohon maaf, dan menyerahkan kepada para orang tua tersebut untuk memutuskan yang terbaik. Â Â
Karena Anye sudah pulih, apa pun keputusan keluarga akan Krishna terima. Misalnya tugasnya sudah selesai pun, akan dia terima. Namun, ternyata demi kesehatan mental Anye, Krishna justru diminta menikahi Anye.
Masalah bagaimana merundingkannya dengan orang tua Krishna, baik orang tua Jalu maupun orang tua Anye sanggup dan siap membantu mengatasinya. Mungkin merekalah yang harus melamar Krishna, terbalik tidak seperti kebiasaan yang berlaku. Hal ini karena mereka sadar bahwa Anye bukanlah gadis, melainkan penderita depresi yang memerlukan belas kasih.
Krishna siap menghadapi segala risiko dan siap mencintai Anye setulus hati. Sementara, ketika Anye ditanya apakah mau dinikahi Krishna, dia mengangguk-angguk bahagia. Mampukah Krishna menolak?
*** Â
Sampai di sini pembaca bisa melanjutkan kisah sesuai selera sendiri, ya .... Â atau masih mau dilanjutkan? Yuk, beri komentar Anda agar semangat menuliskannya .... thanks a lotÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H