Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gelang Giok (Part 6)

2 Juli 2024   18:23 Diperbarui: 2 Juli 2024   18:38 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpaksa Terpisah (bagian 1)

Teruna yang duduk di sebelah kanan sang ibu, sementara Seruni dipeluk di sisi kiri menjadi anak-anak penurut yang tidak berbicara sepatah kata pun. Keduanya cukup kaget, tetapi mereka paham bahwa semua dilakukan demi keselamatan dan keutuhan keluarga.

Jika ditanya, "Bondho opo nyowo," pastilah semua orang akan menjawab dan memilih nyawa. Hal itu karena harta benda tidak ada artinya dibanding dengan keselamatan nyawa.  Itulah sebabnya mereka segera mengasingkan diri agar nyawanya selamat. 

Masalah harta yang menjadi sumber nestapa dan sekaligus menjadi incaran kaum penjahat ditinggalkan semuanya. Memang menjadi aset yang nilai rupiahnya sudah dititipkan ke instansi terkait demi penyelamatan. Hanya benda mati macam bangunan, empang, dan lahan kebun yang masih tampak ada. Sementara surat-menyurat dan lain-lain sudah berada di suatu tempat aman. Ini yang tidak disadari dan diprediksi oleh penjahat licik. Kecerdasannya masih kalah dengan sang pemilik asli.

"Ya, benar! Positive thinking! Percayalah bahwa kita akan berkumpul kembali! Jangan pernah khawatir! Itulah yang disebut ibumu jaga hati!" imbuh sang ayah lembut.

"Teruna, kamu sudah kelas lima. Kamu sulung kami yang cerdas, baik hati, dan sabar. Ibu percaya kamu akan menjadi kakak yang baik dan selalu melindungi adikmu Uni, ya Sayang!" peluk cium Ayusti kepada sulungnya.

"Seruni, Ayah yakin kamu juga akan menjadi adik yang manis dan tidak cengeng seperti yang selama ini kami ketahui. Yang sabar, ya Nak!" imbuh Nu kepada bungsu yang sangat disayangi itu.

"Kalian berdua harus belajar mandiri, tetapi tetap saling menyayangi, ya Nak!" suara sang ayah agak bergetar.

Mereka berpelukan, tetapi berjanji tidak boleh bertangisan. Mereka berempat berdoa baik bersuara maupun di dalam hati semoga Allah segera mempertemukan kembali. Semua kondisi biarlah di dalam kendali Allah semata.

"Mari kita sama-sama tegar, sabar, dan saling mendoakan!" tutup sang ayah sambil meletakkan jari tengah dan telunjuk di bibirnya sebagai isyarat agar tidak banyak bersuara.

"Nah, sekarang ... mari kita bersiap berangkat, ya, Sayang. Jangan lupa selalu doakan Ayah dan Bunda, ya," diciumilah kedua buah hati tersebut sambil melepas mereka pergi.

"Teruna dan Seruni siap mengikuti arahan Ayah dan Ibu!" jawab sang kakak perlahan dan lembut sambil menuntun si adik pelan-pelan menuju garasi.

"Uni janji tidak cengeng, Ayah!" peluk si bungsu manja kepada ayah, cinta pertamanya.

Ami dan Adi tanpa bicara dengan mata berembun menyalami kedua majikannya. Mereka berdua mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada. Ayusti berbisik pelan di telinga sang ART menitipkan kedua buah hatinya.

"Adi, jika sekiranya mungkin kalian berdua bisa segera menikah. Nanti kami akan membantu seutuhnya," bisik Nu kepada Adi sang sopir kepercayaan yang masih bujangan itu.

Adi kaget, tetapi sangat setuju dengan saran majikannya itu. Sementara, Ami tersipu sambil mengangguk perlahan. Sang juragan sudah paham dengan gelagat mereka berdua sejak pulang ke rumah orang tuanya itu.

"Berangkatlah, doa kami menyertai perjalanan kalian!" dilepaslah mobil pertama dan dengan segera dikuncilah semua pintu rumah tanpa kecuali.

Beberapa menit kemudian, meluncur pulalah mobil yang ditumpangi suami istri dengan Suyud sopir kepercayaan mereka. Segera  disusullah kendaraan yang telah membawa kedua putra putri mereka. Di pagi buta itu ditinggalkanlah rumah besar yang baru sekitar enam atau tujuh bulanan ditinggali bersama keluarga.

***  

Siap Berpetualang: Una dan Uni

Kendaraan meluncur dengan mulus memecah kesunyian pagi itu. Mendung yang menggelantung seolah-olah mengisyaratkan duka yang dialami keluarga muda tersebut menuju daerah pengasingan alias pelarian masing-masing. Kedua bocah yang masih mengantuk, terbuai dalam mimpi di jok belakang sambil memeluk bantal guling yang sengaja dibawa sebagai antisipasi perjalanan panjang mereka. Selimut yang bisa disulap sebagai bantal pun siap membersamai sehingga keduanya menikmati perjalanan dengan nyaman.

Sebelum berangkat, sang juragan mengisyaratkan agar keduanya segera meresmikan hubungan sehingga tidak menimbulkan fitnah. Saran tersebut sangat menyukakan hati sehingga perjalanan panjang ini bagi mereka seolah-olah perjalanan bulan madu. Dengan senyum malu-malu, Ami sesekali melirik sang sopir yang sedang serius menjalankan tugas.

Jika jalan lurus dan di depan dirasa aman, Adi pun menyempatkan menoleh ke arah Ami. Jika kebetulan nanar netranya bersirobok, mereka pun tersenyum sangat manis.

"Mas, kita akan ke mana?" bisik Ami lirih.

"Ssstt, jangan biasakan cerewet tentang rahasia kita, Ami!" jawab Adi dengan suara kecil dan perlahan.

"Kita cukup menikah sederhana saja, ya?" lanjut Adi dengan sesimpul senyum yang dibalas anggukan oleh Ami dengan netra berbinar.

"Mas, kalau aku mengantuk apa boleh tidur?"

"Sebaiknya temani Mas, ya Dik! Makanlah camilan supaya kantukmu sirna. Nanti, Mas akan ajak istirahat di pos kepolisian kalau benar-benar tidak kuat lagi menyetir. Lima jam lagi, ya. Setiap lima jam kita harus beristirahat. Maksudnya mesin mobil harus didinginkan juga. Hanya, kita tidak bisa menginap sembarangan. Karena itu, kita harus menginap di kantor polisi sambil memohon penjagaan dari aparat. Kita harus melapor juga, 'kan masalahnya?"

Ami hanya mengangguk menyetujui apa yang menurut Adi baik. Mereka memang sedang berjuang dan memperjuangkan nasib keturunan majikannya. Sebab dalam hal ini mereka belum mengetahui pasti siapa-siapa yang sedang menjadi musuh bagi majikannya itu.

Ketika perjalanan sudah mencapai lima jam, mereka belum sampai ke Ketapang. Namun, sebagai antisipasi menjaga agar mesin mobil tidak panas, Adi mencari pos polisi yang dapat dijangkau.

Ketika sampai di salah satu kantor polisi, Adi turun dari kendaraan. Segera melapor sesuai arahan Ketam. Dengan cermat petugas pun mencatat data yang diperlukan demi keamanan dan kenyamanan musafir yang sedang mencari keselamatan tersebut.

Tidak banyak yang disampaikan karena segala sesuatu sudah ditangani oleh Ketam sehingga tinggal melapor saja. Setelah melapor, mobil diparkir di tempat paling nyaman. Petugas mengarahkan masuk garasi yang kebetulan tempatnya agak jauh dan cukup sepi sehingga pagi itu mereka bisa beristirahat.

Jendela dibuka sedikit agar terjadi sirkulasi udara. Beristirahatlah barang sejenak agar mesin kendaraan tidak panas dan raga pun tidak lemas. Setelah sekitar satu jam tidur, Adi dan Ami sudah terlihat segar kembali. Una dan Uni pun sudah terbangun.

"Om, lapar. Apa kita bisa membeli makanan?" tanya Una.

"Tentu bisa Sayang, kita akan mencari tahu di mana warung yang menjual makanan lumayan enak, ya!" jawab Ami.

"Bagaimana kalau sementara kalian memanggil kami Papa dan Mama?" usul Adi.

"Boleh," jawab Una setuju.

"Kalau ditanya siapa pun kalian katakan bahwa kami berdua orang tua kalian, ya!"

"Baiklah," Una mengangguk.

"Kita berjuang bersama-sama, ya, Sayang. Jangan pernah takut karena Tuhan ada dan selalu menyertai perjalanan kita. Pelarian kita ini pasti tidak dipikirkan oleh mereka. Namun, kita tidak boleh sembrono, harus tetap waspada. Kita harus segera menjauhi mereka," urai Adi.

"Una dan Uni harus nurut, ya Sayang!" imbuh Ami.

Kedua bocah tersebut hanya mengangguk.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun