Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gelang Giok (Part 4)

30 Juni 2024   09:07 Diperbarui: 30 Juni 2024   09:12 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Berita Mengejutkan di Malam Hari 

Konon De One dengan dibantu Rahmad, sopir travel kenalan barunya bersama Sadrach yang kini bernama Sabrang telah berada di daerah Trenggalek Selatan, pesisir pantai selatan. Secara perlahan De One membangun bisnis lobster, kepiting, dan ikan lain untuk diekspor ke luar negeri. Karena pengalaman dan keuletannya, usaha De One pun cepat berkembang. Dia juga piawai bernegosiasi dan berkomunikasi dengan semua kalangan, tak ayal memperoleh kepercayaan dan pengakuan dari lingkungannya juga.

Setelah enam bulan, Ketam mengunjungi De One dan Sabrang di suatu pantai yang tenang. Di sanalah dikemukakan kondisi putra semata wayang, Nu. Nu terpaksa melarikan diri dan terpisah dengan kedua putra-putrinya. Memang belum setahun, tetapi Nu tidak bisa melacak keberadaan kedua putranya itu entah karena apa. Nu begitu khawatir dan memasrahkan permasalahannya kepada Ketam. Akan tetapi, dia pun belum sempat mencari keberadaan anak-anak beserta ART dan sopirnya itu.

Ketam sudah meminta teman-teman yang berada di Pulau Dewata untuk mencari jejak Adi Sukadi, Ami, beserta Teruna dan Seruni. Namun, hasilnya masih nihil. Sampai di sini De One masih yakin bahwa suatu saat mereka pasti akan dipertemukan dengan bahagia. Dia juga percaya becik ketitik ala ketara. Artinya, kebenaran pasti akan terungkap, demikian pula kejahatan pasti akan terbongkar juga. Dia tetap berbuat baik dan berprasangka baik kepada Allah sang Khalik semesta alam.

Kepada si Ketam diminta agar memberikan penguatan untuk putranya itu. Jika  sudah ada waktu luang, De One berjanji akan mencari baik putra maupun kedua cucunya itu.

***

Berita Mengejutkan di Malam Hari

"Aduhhhh, perutku mules banget ... tak tahan rasanya," batin Ami sambil celingukan mencari-cari tempat ternyaman untuk membuang panggilan alam.

Dia berjalan menyusur lahan luas milik juragan kaya yang diikutinya sejak remaja. Juragan tua dan istrinya yang sejak beberapa hari tidak menampakkan batang hidung. Sementara berita di mana mereka berada masih simpang siur. Ada yang bilang pergi ke luar kota, tetapi ada pula yang kasak-kusuk kalau juragan yang baik hati itu sedang dizolimi kerabatnya. Entah, mana yang benar Ami sendiri kurang tahu.

Akhirnya sampailah dia di rumah juragan yang agak jauh dari rumah induk. Rumah tersebut sebenarnya biasa digunakan oleh juragan dan para pembantu setianya untuk membicarakan masalah pelik sehubungan dengan usaha mereka.
Ami bergegas menuju bagian belakang, tepatnya toilet, yang tidak jauh dari dapur dan ruang diskusi. Segera membuka pintu, mengunci kembali agar niatnya untuk jam alam terasa nyaman dan aman.

Ketika sudah selesai dan hampir membuka pintu, dia mendengar suara langkah beberapa orang yang sedang berbicara di ruang diskusi. Ruang kecil tersebut menempel pada dinding toilet sehingga apa pun yang dibicarakan Ami bisa mendengarnya secara jelas.

"Juragan tua sudah mati! Kini saatnya kita harus segera menghabisi juragan muda, Genggong!"

"Hmm, harus secepatnya!" suara bariton seseorang.

"Nah, dalam minggu ini semua harus tuntas! Kamu tahu, 'kan tugasmu?"

"Siap!"

"Apa jadi dibakar rumah itu?" suara lain terdengar lantang.

"Tidak! Jangan! Jangan bodoh! Rumah adalah aset penting. Jadi jangan pernah dibakar. Cukup hilangkan nyawa mereka saja hingga aset itu bisa kita gunakan leluasa! Paham?" suara orang pertama.

"Baik. Apa kita culik seperti juragan tua saja?"

"Terserah. Yang penting jangan sampai meninggalkan jejak! Bagus memang dengan modus operandi kecelakaan lalu lintas masuk jurang, mobil terbakar, penumpang pun tinggal abu!"

"Ya, ya! Diawali pembunuhan dulu. Bangkai dibawa kendaraan kemudian diluncurkan ke jurang! Begitu, kan Bos?"

"Ingat! Harus kamu bakar agar korban sulit dikenali!"

"Baik!"

"Oke. Segera cari kendaraan sewa buat eksekusi! Sekarang, bubar! Lusa koordinasi lagi. Paham?"

"Jadi, siapa yang melakukan? Ganyong? Genthong? Atau siapa?" suara cempreng terdengar lantang juga.

"Nanti kukomando. Jangan banyak cingcong!" suara serak-serak basah terdengar marah.  

Selanjutnya suara langkah kaki menjauh dan lengang. Tidak  terdengar pembicaraan lagi. Ami membeku di pojok kamar mandi. Sangat beruntung, kawanan penjahat itu tidak ada yang masuk ke toilet. Mungkin, seandainya ada yang masuk, Ami akan dibantai sebab telah menjadi saksi pembahasan mereka. Tubuh Ami masih menggigil ketakutan, bibirnya membiru bergemetaran.

Sekitar satu jam sejak peristiwa menggetarkan itu, perlahan-lahan Ami keluar dari rumah yang membuatnya hampir mati lemas tersebut. Dia  mengendap-endap sebab situasi memang sangat lengang. Sebenarnya, tadi Ami berangkat sebelum magrib. Dia  ke warung seberang untuk membeli obat sakit kepala dan obat sakit perut karena di kotak P3K tidak ditemukannya lagi. Sayang, dia harus mengalami peristiwa mendebarkan.

Sesampai di rumah juragan muda sekitar empat ratusan meter dari rumah yang disinggahinya tadi, dengan tergopoh-gopoh dia mencari juragan perempuan.

"Bu Yus ... Bu Yus!" seru Ami mencari-cari istri juragan mudanya.

Di dapur, di ruang tamu, tidak ditemukannya. Ami beralih ke teras belakang, melihat kedua juragannya sedang duduk-duduk di sana segera ia mendekati.

"A-aa-anu ... ss-sa-saya mohon ... Ba-bapak, Ibu ba-bawa saya ke kamar A-anda se-sekarang juga!" pintanya gemetaran.

"Kamu kenapa, Ami? Ada apa?" selidik Nu sang juragan muda itu terheran-heran.

"Pe-penting! Se-sekarang!" tuturnya terbata-bata masih bergemetaran.

"Oh, ayo ...!" Ayusti yang dipanggil Bu Yus segera menggelandang Ami menuju kamar tidur.

Segera dikuncilah kamar tidur itu. Setelah napas Ami tertata, dengan sabar Ayusti memberinya minum terlebih dahulu. Ami pun menceritakan segala sesuatu yang didengar secara tidak sengaja di rumah kecil sang majikan. Ami menceritakan detail, tetapi tidak hafal suara siapa saja yang telah didengar. 

Hanya suara besar, suara lantang, dan suara cempreng yang didengar dan tak dikenali suara sesiapa. Dia mendengar kata Ganyong, Genthong ... secara sayup saja dan tidak tahu-menahu siapa yang dimaksudkan.

"Hmmm ..., ternyata mereka memang sudah merencanakan hendak membuat keluarga kita cures! Mereka ingin membabat habis keturunan Darman! 

Padahal, masih berkerabat dekat! Semoga Allah membantu kita menyelamatkan diri, menolong, dan menyelamatkan kita sekeluarga. Kalau demikian, mau tidak mau kita harus segera berbenah meninggalkan rumah ini. Tidak  bisa tidak! Kita harus mendahului mereka!" suara Nugroho bergetar.

"Mas, jadi ... apa yang harus kita lakukan?"

"Ya, kita harus bersiap-siap. Masukkan segala sesuatu yang penting ke dalam koper. Punyaku, punyamu, punya anak-anak. Paling tidak masing-masing satu koper. Aku akan berkoordinasi dengan sopir dulu!"

"Ami. Kalau kamu mau ikut kami, silakan segera kemasi barang-barangmu tanpa suara. Subuh ini kita akan berangkat. Yang penting nyawa kita selamat, Ami! Kita berdoa semoga Tuhan Allah berpihak kepada kita. Kamu semobil dengan anak-anak. Nanti kita pikirkan langkah selanjutnya!"

Ami mengangguk masih gemetaran, "Ss-sa-saya siap, Tuan. Ami ikut ke mana pun Tuan pergi!"

"Ya, Ami. Ke tanganmulah kami titipkan kedua putra putri kami! Bersediakah kamu?"

"Sendiko dhawuh!" jawab abdi setia itu menyanggupi dengan embun di ujung mata.

"Aku harus membela yang benar!" begitu pikirnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun