Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Gelang Giok (Part 3)

29 Juni 2024   04:25 Diperbarui: 29 Juni 2024   04:29 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Tentang Nu

Nu bertugas di pulau seberang sebagai karyawan lepas perkebunan kelapa sawit karena ijazah dan kepiawaiannya. Sang ayah memanggilnya pulang untuk melanjutkan usaha keluarga. Nu yang mengetahui ayah bundanya tinggal sendiri dengan usaha yang makin berkembang akhirnya memutuskan untuk pulang kampung.

Karena kepiawaiannya, Nu yang sejak lima bulan sebelumnya dipanggil pulang sang ayah, si De One, sudah mulai mengetahui seluk beluk usaha yang dikomandani sang ayah itu. Kepada Nu, De One sang ayah, selalu berpesan agar seluruh anggota keluarga inti mengenakan gelang giok hijau lumut berseragam yang sengaja dipesan secara khusus. Sang ayah khusus meminta anak cucu kesayangan mengenakannya, teristimewa bila sedang berada di luar rumah.  Entah mengapa seolah-olah memiliki firasat bahwa gelang itulah yang bakal menyelamatkan sekaligus mempertemukan kembali seluruh anggota keluarga.

Namun, tak lama kemudian, tetiba kedua orang tuanya itu diculik dan dikabarkan tewas dalam kecelakaan lalu lintas di daerah Pujon, Batu. Belum jelas perkembangan berita yang masih simpang siur itu, salah seorang ART mendengar perbincangan yang menggetarkan hati dan cukup menakutkan.

Adalah Geng Genggong Group minus Sadrach yang berencana menghilangkan nyawa Nu dan keluarga kecilnya. Sadrach sudah dianggap tewas bersama misi pertama menghabisi sang kakak sulung. Kini saatnya melenyapkan keponakan beserta keluarga yang dirasa akan mengganggu proses perebutan harta warisan keluarga. Penjahat bertekad hendak membuat keturunan kulasentana itu cures, alias habis tandas tak bersisa.

Saat itu, sekitar pukul 18.20 WIB si ART hendak buang hajat dan singgah di salah satu rumah kecil, bagian dari rumah majikan yang sering kosong. Rumah joglo itu biasa dimanfaatkan sebagai ruang koordinasi bagi juragan sepuh dengan seluruh kolega dan pegawainya.

Ami, sang ART, mendengar dengan jelas rencana pembantaian keluarga muda itu. Ami juga mendengar bahwa orang tua sang majikan, yakni juragan sepuh, sudah tewas karena ulahnya. Ulah haus harta dan sekaligus haus darah! Rencana jahat hendak digelar sebagai siasat licik untuk menguasai seluruh harta kekayaan sang juragan itu. Walaupun Ami tidak tahu sesiapa yang mengadakan rapat itu, dia berpikir bahwa berita penting tersebut harus segera disampaikan kepada juragan muda demi keselamatan seluruh keluarganya.

Dengan sangat gemetar, Ami berdoa semoga siapa pun yang hendak mencelakai juragan kesayangan tersebut tidak memergokinya sedang berada di lokasi yang sama. Seluruh sendi terasa lepas, berat napas, kaki pun seolah tak bisa melangkah. Dirasakannya badan seketika menjadi kurcaci meringkuk di pojok kamar mandi kurang terawat. Diupayakan agar tidak menyenggol apa pun yang sekiranya menimbulkan bebunyian.

Bersyukur sekali pertemuan singkat tersebut tidak berlangsung lama. Para penjahat meninggalkan rumah tersebut, tetapi belum mengemukakan secara detail bagaimana mereka hendak menghabisi nyawa majikannya. Yang dia dengar dalam minggu ini keempatnya akan dieksekusi dan dihabisi.

"Minggu ini usahakan habisi mereka. Jangan pernah meninggalkan jejak. Bakar saja baik sesudah mati atau masih hidup!" gelegar tugas dikemukakan dalam suara parau.

"Upayakan secepatnya! Bisa cara dibakar sehingga diduga kebakaran akibat korsleting listrik!" suara berat lain menambahkan.

Ami sangat ketakutan, apalagi juga didengar bahwa De One, juragan sepuh, telah tewas terpanggang pada mobil yang terbakar dalam kecelakaan. Ngeri-ngeri sedap menggelitik ruang dengarnya sehingga keinginan untuk buang air kecil pun tak mampu ditahannya.

Para penjahat menceritakan dengan bangga dan mengatakan sedikit waktu lagi bakal panen harta rampasan/rampokan. Si Ami mendengar rahasia kejahatan itu dengan gemetar bukan main. Dia  tidak pernah menyangka kalau rentetan peristiwa tersebut didalangi oleh penjahat yang konon masih berkerabat dengan majikan hanya gegara perebutan warisan. Warisan telah membutakan mata hati insan hingga menjadi raja tega untuk menghabisi nyawa keluarga. Sekitar pukul 19.00 Ami bisa keluar dari rumah itu. Dengan masih bergemetaran, mengendap-endap, dia kembali ke rumah induk sang juragan muda.

"Sebagai bukti keberhasilan misi, penggal kepalanya, dan bawa ke hadapanku!" teriak lantang suara sopran salah satu penjahat.

"Siap, Bos!" dua jenis suara lelaki serentak menjawab perintah.

Sambil masih merasa panas dingin dan nano-nano, gemetar belum sirna, Ami segera mencari, menemui istri juragan muda. Meminta dengan paksa, mengajak sang suami juragan putri ke kamar utama. Dengan wajah pias dan pucat pasi, Ami yang tampak sangat ketakutan itu mengemukakan rencana jahat yang baru saja didengar.

Nu sang juragan dengan istrinya pun tak kalah kalut. Segeralah dia berkoordinasi dengan kedua sopir tepercaya untuk malam itu juga atau setidaknya saat subuh nanti meninggalkan rumah.

Nu segera memanggil kedua sopir kepercayaan. Mereka diminta menyiapkan dua kendaraan. Suyud, sopir pertama, akan membawa Nu dengan istrinya. Sementara, Adi Sukadi, sopir kedua, akan membawa Teruna dan Seruni bersama Ami ke tempat yang berlawanan.
Malam itu juga Nu dan istri mewanti-wanti agar Ami menjaga kedua putra-putrinya dengan baik. Dimintanya Ami dan Adi Sukadi menjaga keselamatan penerus dan pewaris perusahaan yang sementara ditinggalkannya itu.

Kedua pasangan muda tersebut tidak tahu bagaimana kelanjutan kisah hidup masing-masing, tetapi kepada Ami diserahkan sejumlah uang untuk biaya hidup dan biaya pendidikan kedua putra-putri mereka. Paling tidak cukup untuk setahun, dan tahun berikutnya pasti akan ditransfer lagi. Nomor telepon diminta tidak diganti. Beruntung, Nu memiliki dan menyimpan beberapa nomor perdana sehingga bisa digunakan untuk berkomunikasi selama berada di dalam pelarian.

Setelah dua koper besar dipersiapkan untuk perlengkapan kedua putra-putri mereka, Teruna dan Seruni, yang berusia sebelas dan sembilan tahun. Dengan  hati-hati dibangunkanlah kedua mereka. Secara berbisik dan sangat perlahan kepada keduanya diberitakan bahwa mereka harus segera melarikan diri agar selamat dari kejahatan dan kekejian kelompok penjahat yang mengincar harta warisan mereka.

Tidak lupa seluruh aset berupa berkas penting milik keluarga dipersiapkan pula dengan hati-hati. Kotak perhiasan dan brankas yang tidak tertanam pun dibawanya serta. Surat-surat penting berupa ijazah, KTP, ATM, SIM, dan lain-lain pun tidak ada yang tertinggal.
Kepada kedua sopir diberitahukan bahwa tujuan mereka sebenarnya adalah pesisir pantai selatan yang sulit dilacak oleh penjahat. 

Akan tetapi, keduanya tidak setuju. Adi hendak membawa kedua putra-putri sang juragan ke Bali, tempat keluarga besarnya tinggal. Dia siap melindungi kedua bocah tak berdosa itu hingga keadaan dirasa aman. Apalagi, Adi juga memiliki keluarga yang siap menampung mereka. Meskipun di pedesaan, keluarga Adi memiliki home stay sehingga hidup mereka pasti terjamin aman.

Kedua putra putri yang dibangunkan pun dipesan agar selalu mengenakan gelang giok sebagai harta warisan utama keluarga. Gelang giok tersebut berwarna hijau terang, hijau lumut, dan cokelat. Masing-masing anak diberi dua warna dan dipesan agar selalu dijaga sebagai pusaka. Selain berupa gelang dengan giok hijau, kehijauan, satu lagi berwarna cokelat. Batu  giok tersebut berupa untaian mirip kalung yang bisa digunakan baik sebagai rosario maupun tasbih. Memang tidak memiliki ujung seperti kedua benda tersebut, tetapi lebih mirip kalung biasa dengan batuan agak lebih kecil saja.  

Sementara, Suyud akan membawa suami istri itu ke Glenmore, Banyuwangi, kota kelahirannya. Kota ini pasti tidak terpikirkan dan terjangkau oleh para penjahat yang ditengarai masih keluarga dekat sang majikan. Suyud memiliki rumah warisan yang kosong sehingga bisa dipergunakan sebagai tempat tinggal sementara bagi majikannya.

Nu yang masih menyimpan nomor gawai Tamtomo alias Ketam reserse sahabatnya itu, berencana untuk menghubunginya. Maka, setelah sampai di perbatasan luar kota pagi itu, dia mengabarkan kepada Ketam apa yang terjadi. Semua dikabarkan secara detail. Bahkan, kedua putra-putrinya yang juga dititipkan kepada pembantunya. Diharapkan agar keberadaan mereka tidak terlacak oleh si penjahat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun