Nice Memories
Malam hari setelahnya Anye sulit memejam netra. Bayangan bagaimana Jalu memperlakukan dirinya sangat mengganggu. Satu demi satu potongan mozaik memori itu membayang di dalam benak.
"Loh, kok bisa ya anak itu mengikutiku selama satu semester? Kok aku sama sekali nggak nyadar!" gumamnya.
Anye makin ingat bahwa Jalu suka duduk di perpustakaan pusat berseberangan dengan tempat duduk favoritnya. Ternyata dia sedang mengerjakan skripsi! Memang sesekali pandangan mereka bersirobok, tetapi tidak pernah saling menyapa. Senyum pun, tidak!
Namun, dari situ Jalu menyimpulkan bahwa Anye belum memiliki pacar sehingga berusaha meminta teman putrinya untuk berkirim salam. Satu-satunya yang mau dan berani menyampaikan salam itu adalah Diana. Tentu saja dengan imbalan mencarikan referensi buku sehubungan dengan tugas mata kuliah Diana.
"Anaknya sih biasa saja. Gagah, tampan ... iya, kuakui. Jujur bukan tipe idolaku, tetapi perjuangannya memperoleh hatiku termasuk luar biasa. Hmmm ... selera bercintanya begitu membuatku bertekuk lutut! Dia adalah petarung sejati yang telah memenangkan hatiku. Bahkan, telah menjadi guru favoritku dalam hal bercinta," gumam dan senyum Anye sambil melihat bayangan diri di cermin oval besar yang berada di hadapannya.
"Hmmm ... perlakuannya yang lembut dan santun itu telah membuat hati ini meleleh!" digeraikannya rambut panjang sepinggang itu dengan halus.
Disebutnya pulalah nama sang pujaan berkali-kali di dalam hati teriring senyum paling manis, "Jalu ... meski sepantar dengan adikku, kau begitu dewasa!"
Dibaringkan tubuh lelahnya menuju kasur empuk yang telah menanti sedari tadi. Bersiap meluncur ke dunia mimpi. Dicobanya melupakan sejenak wajah sang jagoan impian, tetapi masih saja datang bertandang!
"Ah, pengalaman perdana berpacaran memang membuatku nano-nano. Serasa  melambung mengangkasa! Pantas saja banyak yang berpacaran, tapi ... memang harus hati-hati. Tanpa kendali benar-benar bisa lupa diri! Semoga aku dan Jalu bisa mengontrol diri sehingga tidak terjadi hal-hal negatif yang tak kuinginkan!" senandikanya lirih.
"Anehnya, kok aku nurut aja, ya! Padahal, 'kan sebelum ini aku selalu merasa jijay dengan lawan jenis. Â Kok bisa-bisanya aku nurut saja. Aah, kena pelet 'Kebo Markecuet' barangkali aku ini, nih!" masih tergambar senyum lucunya.
Anyelir masih terus bertanya-tanya, "Jangan-jangan aku pun jatuh cinta? Wah, gawat! Jangan sampai perasaan ini mengganggu studiku!"
"Hmmm, memang sesuatu banget. Terasa hilang dalam sekejap entah ke mana!" berusaha mengingat kembali aktivitas saat mereka berdua tadi siang.
Anye membayangkan kembali kejadian itu sambil memejam netra. Â
"Aku benar-benar mabuk kepayang!" gumam Anye gemas mengingat dirinya yang sudah memiliki kekasih secara ajaib dan sangat tiba-tiba.
Mendadak tanpa sadar dia sudah pandai begini begitu segala. Wajar kalau senyam-senyum sendiri, kan? Namanya saja pengalaman pertama, pasti tidak akan terlupakan!
"Ah, jangan-jangan aku sudah mulai suka kepadanya. Ini kok ... kelebat bayangnya pun nggak mau hilang dari kelopak netra, sih!" keluhnya membenturkan diri pada bantal empuk di kasur.
"Jaluuuu ... ah! Pergilah sejenak, aku hendak tidur sebentar saja!" bisiknya meronta.
Namun, Anye justru bermimpi sedang bersama Jalu. Kembali dirasakan pengalaman bersama lelaki yang telah memorakporandakan hatinya dalam sekejap, membawanya pergi jauh ke awang-awang. Bermain  dan bercanda bersama mega yang sedang berarak ria, bercengkerama dalam area lokananta dwipa.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H