"Sudah adakah yang mengisi hatimu, Dik?" tanyanya sendu.
"Ya, Mas. Aku juga mau pamit, soalnya sudah ada yang melamarku."
"Oh, begitu ...," diembuskannya napas panjang.
"Yuk, Dik ... kita makan siang dulu di sini, ya!" ajaknya sambil membukakan pintu mobil di depan depot yang pada masa lalu menjadi langganan kami.
Setelah menikmati pangsit mi yang sangat kurindukan, kami berjalan menyusuri sepanjang jalan Ijen. Dahulu kami berdua berjalan kaki sepanjang trotoar itu. Akan tetapi, kini cukup dilewati dengan kendaraan roda empat yang disopiri Mas Aru dengan sangat perlahan. Jalan yang diteduhi pohon palem itu menjadi saksi bisu betapa dulu kami saling mengikat janji. Kini, di jalan ini pula kami berikrar. Akan tetapi, bukan berikrar sehidup semati, melainkan untuk tetap menjalin silaturahmi hingga tutup usia nanti. Kami hanya ingin berteman saja, tidak lebih. Friends forever! Â
*** Â
Kemarin siang kudengar kabar bahwa Mas Gaharu telah berpulang setelah sekian lama menderita diabet. Mereka tidak dikaruniai seorang anak pun, tetapi sempat mengadopsi seorang anak, entah tidak kuketahui jenis kelaminnya apa. Sudah lama sekali kami tidak saling berkabar. Tetiba kabar duka kudengar. Sempat membuatku kaget, tetapi kita memang tidak tahu sebatas mana usia kita. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H