"Kalau begitu, biar kartunya kita berdua amankan saja, gimana Mas?" usul Mas Ihsan kepada Mas Arifin.
"Lebih baik begitu agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan!" jawab Mas Arifin.
"Maksudnya?" tanyaku keheranan.
"Sudah ... jangan khawatir. Kami berdua yang akan membantu presensi. Hanya, kalau pulang, Mbak harus datang sendiri ke sini, ya ...!" Â
Sejak insiden itu, aku tidak keteteran dan ketakutan kalau agak terlambat dating. Namun, usulan Mas Ihsan, aku harus naik ke lantai tiga paling tidak dua hari sekali agar tidak semata-mata. Tidak diketahui teman lain sehingga mereka juga menitipkan kartu presensi.
Lumayan amanlah buatku. Apalagi, aku kini memiliki dua teman pria yang sama-sama baik. Jika sama-sama dinas malam, di antara mereka pasti bersedia menemaniku berjalan dari mal ke tempat indekos sehingga pulang sekitar pukul 22.00 bagi seorang gadis akan lebih aman ada pengawalnya.
"Minggu ini bisa off, Dik?" tanya Mas Arifin.
"Pas banget Mas, kok tahu kalau aku off, sih!" seruku saat kami berdua sempat bertemu.
"Aku mau ajak kamu refreshing, mau ya?"
Akhirnya, kami berdua bersepeda motor ke Waduk Selorejo. Sungguh, aku yang selama ini tidak pernah keluar dari kandang, merasakan betapa refreshing kali ini sangat luar biasa. Yah, sejak bekerja sekitar dua tahunan ini, aku tidak pernah ke mana-mana. Apalagi Mas Bambang jauh di Jakarta.
Sebenarnya kami hanya berteman biasa saja. Akan tetapi, sejak hari itu hubungan kami semakin akrab. Jika sedang mendapat sift sama, pada jam makan sering Mas Arif menghampiri counter-ku untuk mengajak makan di kantin bersama-sama. Akhirnya, teman-teman karyawan lain pun maklum.