Ada binar bahagia  di mata Tria melihat sahabat se-indekos kompak seperti itu. "Doakan aku bisa selalu membawakan makanan resto seperti ini, yaaa ...!" pesannya .
Keesokan harinya, Bu Gin memanggil Tria secara pribadi ke kamarnya.Â
"Wah, ... ada masalah apa ini?" dengan dag dig dug Tria memberanikan diri menghadap.
"Tria ... Ibu sudah mengetahui semuanya. Tadi malam teman-temanmu bercerita. Singkatnya, begini ... Â kamu tahu, kan? Â Ibu tidak memiliki anak!" Â
Tria menunduk dan  menebak pasti rahasianya telah terbongkar. Tria pun tergugu. Cuma mengangguk. Digigitnya bibirnya untuk menahan tangis.
Tiba-tiba Bu Gin menggeser duduknya mendekatinya, " Jika kamu mau, Ibu mau mengangkatmu sebagai anak angkat! Apakah engkau bersedia?"
Tria pun menghambur  memeluk kedua kaki Bu Gin, "Terima kasih, Bun ...!" tangisnya tidak lagi dapat ditahannya. "Sempat terpikir oleh saya untuk status terminal karena saya sudah tidak mampu membiayai diri sendiri!"
"Sssttt ... Tidak! Sekarang, aku pengganti orang tuamu tidak rela kalau kamu tidak kuliah. Kamu harus berhasil, Nak! Tetaplah bersemangat! Gapailah cita-citamu. Ibu ada untuk kamu!" kata Bu Gin sambil memeluk Tria yang sesenggukan. Berkali-kali diungkapkan terima kasihnya.
Ya, inilah jawaban Tuhan atas doa-doanya. Melalui anting-anting yang ditemukannya di jalanan itu, telah diselamatkan-Nya kelanjutan kuliahnya. Benar-benar anting-anting penyelamat!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H