"Bagaimana, luka ya ...?" selidik Ratih sambil berjongkok. "Kita ke puskesmas di depan itu untuk minta Betadin, ya!" lanjutnya.
"Enggak, kok! Ini bukan duri, ini justru penyelamatku!" sergah Tria.
"Apa?" Ratih melotot.
"Iya ... ini anting-anting. Cuma sebelah, sih. Ini pasti emas, lihatlah!" kata Tria kalem sambil menyodorkan anting-anting emas yang ditemukannya itu.
"Ya, ampuunnn ... Mbaaakkk ... kok matamu bisa melihat, sih!"
"Husss ...! Mataku dari dulu memang bisa melihat!" Â Tria tersenyum memukul pundak Ratih.
"Haiyaaaaaaaaa ... barang sekecil ini loh, kok bisa kaulihat, Mbak!"
"Ya, inilah jawaban Tuhan akan doaku!"
"Doa?"
"Iyaaa, nih lihat ... dompetku kosong!" sambil mengangsurkan dompetnya yang tanpa berisi uang, Â "Nah, anting ini besok bisa kujual buat makan sebulan!" matanya berkaca-kaca, "Terima kasih, Tuhan atas pemeliharaan-Mu!" kata Tria lirih sambil mendongakkan dagunya agar air mata takkeluar dari matanya.
"Ooohh, ... Mbaaakkk ... ! Â Kenapa kau takbilang kalau takpunya uang, sih!" seru Ratih sambil meninju pangkal lengan Tria.