Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jaga Jangan Penumpangmu Mabuk!

11 Juni 2024   19:18 Diperbarui: 12 Juni 2024   04:39 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaga Jangan Penumpangmu Mabuk

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Hari Kamis minggu lalu, tepatnya tanggal 6 Juni 2024, kuminta kepada suami untuk mengantar ke servis senter Lenovo karena semalam sebelumnya ada beberapa huruf di keyboard tetiba macet. Dengan bersepeda motor suami mengantarku. Akan tetapi, saat harus berbelok, suami mengambil jalan lain. Padahal, sudah kuingatkan untuk segera berbelok ke kanan di sebelah Bakti Luhur. Akibatnya, bukan hanya makin jauh, melainkan juga harus  melintasi beberapa polisi tidur. 

Pengalaman melewati polisi tidur memang sangat tidak nyaman menurutku. Khususnya, untuk urusan tulang belakang yang setelahnya bisa saja tidak nyaman. Maka, sebisa-bisa kuutamakan agar tidak bermasalah dengan tulang belakang sehubungan dengan keberadaan polisi tidur ini. Dengan kata lain, kuusahakan memilih jalur tanpa polisi tidur. Atau kalau terpaksa harus menyiasatinya sedemikian rupa, misalnya mengatur laju kendaraan dengan mengerem secara manis sehingga tidak menimbulkan masalah, baik bagi kendaraan maupun bagi penumpang. 

Pengalaman saat memiliki jenis kendaraan tertentu yang harus mengalami patah as gegara polisi tidur sungguh sangat berharga bagiku. Kendaraan pribadi jenis sedan rendah itu harus masuk bengkel dengan mengeluarkan kocek tidak sedikit! Namun, tentu saja tidak demikian bagi orang lain. Orang yang tidak merasa mengalami kerugian gegara polisi tidur, bisa saja bersikap cuek. Bisa saja melewatinya tanpa mengerem sehingga penumpang (terutama di jok belakang) akan njondil, seolah terlempar! Karenanya, jika terpaksa aku menumpang kendaraan pribadiku, menggunakan jasa sopir sewaaan, aku tegaskan kepada sopir untuk berhati-hati saat harus melewati polisi tidur.

Ketika suami bersepeda motor melewati gundukan polisi tidur itu dengan motornya, aduhai! Aku spontan mengingatkan nanti jangan melewati jalur itu saat kembali. Hal itu karena baik aku maupun suami pernah mengalami penderitaan setelah terlempar gegara polisi tidur. Bagaimana dampak setelah melaluinya?  Secara langsung, saat itu memang tidak bergitu terasa sih ....  Akan tetapi, lumayan kesakitan karena gundukan itu begitu runcing menukik dan tidak hanya sebuah! 

Sesampai di rumah ternyata ada tamu yang sudah menunggu. Sahabat baik bertahun-tahun tidak bertemu, berkenan menyambangi kami. Tepat ketika jam makan siang, kami diajak oleh sahabat baik tersebut untuk makan siang di depot milik sahabat dekat kami.

"Agar tidak merepotkan, bagaimana kalau aku bawa kendaraan sendiri saja?" usulku.

"Nggak usah. Cukup kok ...!" kata sahabat kami.

"Sambil pamer enaknya kendaraan matic, loh!" kata suaminya menimpali.

Jadilah aku menumpang kendaraan pribadi sahabat tersebut.

Namun, ternyata, melintasi beberapa gundukan polisi tidur di gang menuju rumah kami, rupanya sahabat wanitaku yang menyopir tidak mengerem sebagaimana  biasa kulakukan.

"Hmmm ... jika tidak direm begini ... rasanya penumpang di jok belakang ini seolah terlempar-lempar saja," batinku.

***

Benar saja, hal  yang tidak kuinginkan pun terjadi. Malam harinya terasa sekali panggulku tidak nyaman. Kaku dan begitu ngilu. Beruntung beberapa minggu sebelumnya, aku sempat membeli gel khusus untuk pertulangan dan persendian. Alhasil, malam itu aku harus mengoleskannya. Suami membantu menempelkan koyok, sih ... tetapi kurang panas menurutku. 

Lima hari sejak melintas polisi tidur tersebut, aku terpaksa memperbanyak istirahat dengan harus tidur telentang. Bagaimana tidak? Untuk bergerak saja sakitnya minta ampun. Apalagi untuk berjongkok. Bukan hanya meringis kesakitan, melainkan meneteskan air mata beneran.  Jadi, sejak Kamis malam hingga hari ini, tepat lima hari, aku merasakan betapa sakitnya.

Namun, di tengah kesakitan aku hanya memohon pengampunan kepada-Nya, belajar bersyukur, dan tidak menggerutu. Aku yakin ada pelajaran yang dapat kupetik dari pengalaman ini. Pelajaran yang sangat berharga pastinya. 

Tidak mau tetap tiduran, aku pun melatihnya dengan tetap beraktivitas ringan seperti menyapu perlahan-lahan sambil menahan rasa sakit. Bukan di pinggang, melainkan di panggul! Ternyata, luar biasa juga rasanya. Tetap kuoles secara berkala gel: cold compress gel for lumbar spine yang sempat kubeli secara online sebulan sebelumnya, sangat membantu proses penyembuhannya. Sementara, dengan koyok tidak bisa karena selalu berkeringat sebagai dampak aktivitasku. Karena berkeringat, koyok akan terkelupas sehingga mubazir.

Bersyukur, seiring perjalanan waktu, tepat ketika servis laptop beres, secara perlahan panggulku sudah membaik. Hari ini, aku bisa mengambil sendiri laptop itu. Tentu saja, aku tidak melewati jalan berpolisi tidur itu. Aku lewat jalur halus mulus yang biasa kulalui. Itulah mengapa aku lebih suka membawa kendaraan sendiri daripada meminta diantar suami. Lebih bebas, khususnya dalam memilih jalur mulus hehehe ... Namun, sungguh aku memetik pelajaran yang sangat berharga, baik bagiku pribadi maupun bagi sesama yang membaca catatanku ini. Hehe rupanya tidak beraktivitas menulis selama laptop opname, panggulku sakit, eh, ... ada ide menulis juga, kan?

Kucatat baik-baik ini, "Mending menyopiri kendaraan secara pribadi daripada menumpang kendaraan lain, apalagi di jok belakang!" 

Hal itu karena tidak semua yang mampu mengendarai kendaraan roda empat memikirkan bagaimana kondisi penumpang di jok belakang. Bersyukur sekali,  sejak 1993 aku dikaruniai kemampuan mengendalikan kendaraan roda empat dengan cukup piawai. Kata suamiku, gaya dan caraku mengendarai cukup halus.

Dulu, saudaraku mewanti-wanti dengan lembut, "Kamu harus mampu menyetir, bahkan dengan gaya paling halus sehingga penumpangmu tidak mabuk atau oleng saat menumpang kendaraanmu!"

Nah, pelajaran paling penting bukan? Harus kita ingat, penumpang kita adalah raja. Jadi, harus kita layani dengan lembut juga. Maksudku, tentu saja cara kita mengendarai kendaraan kita.

Setelah ditinggal oleh sopir pribadiku pulang ke keabadian, aku enggan mencari sopir pribadi kembali. Almarhum tidak tertandingi. Cara dan gaya nyopirnya aduhai banget. Halus. Apalagi setelah kendaraan selesai digunakan, pasti beliau membersihkannya  sehingga kendaraan terawat dengan baik. Dipesan juga agar bensin pun tetap dalam kondisi full sehingga tidak menyulitkan perjalanan berikutnya.

Makanya, sayang juga kalau kendaraanku dipegang oleh orang lain. Palingan anak dan menantu kalau sedang pulang kampung saja yang memakainya. Tentu saja, aku pun cerewet, jangan lupa mengerem saat berada di gundukan polisi tidur!

"Jangan sampai penumpangmu mabuk!" bisikku.

Malang, 11 Mei 2024 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun