Jarak beberapa meter dari rumah itu terdengar suara erangan. Si Blirik mengerutkan dahi dan memasang telinga. Sesampai di samping rumah, ia mengintip dari celah jendela yang sedikit terbuka.
Betapa terkejutnya si Blirik ketika dilihatnya si Enggang sedang terbaring sakit tak berdaya. Dari mulutnya terdengar suara-suara yang tak jelas. Si Blirik mencoba masuk lewat pintu depan. Namun pintu itu dikunci. Kemudian si Blirik memanggil beberapa tetangga dan memberitahukan keadaan si Enggang. Namun kebanyakan mereka tidak peduli.
"Biar saja, biar dia tahu bagaimana rasanya hidup sendiri!" ujar salah satu tetangganya.
"Aku bukannya tak mau menolong dia, tapi aku sudah terlanjur sakit hati oleh perlakuannya pada keluargaku!"ujar yang lain.
"Sudahlah, kita tidak usah sok perhatian padanya. Ia  saja tak pernah mau peduli pada kita tetrangganya."
Si Blirik mencoba meyakinkan teman-temannya bahwa membantu tetangga yang kesusahan itu kewajiban. Ia  juga mengatakan bahwa perbuatan buruk tidak boleh dibalas dengan keburukan lagi. Hanya makhluk yang mulia yang bisa membalas keburukan dengan kebaikan.
Syukurlah, berkat kesabaran si Blirik meyakinkan para tetangga, akhirnya mereka sadar dan luluh hati  sehingga  mau mengulurkan pertolongan untuk Enggang. Si burung unta yang berbadan besar dan kekar mendobrak pintu. Dilihatnya si Enggang sedang menggigil demam. Mereka pun segera  membawa Enggang  ke klinik pengobatan terdekat. Ternyata si Enggang harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari karena terserang penyakit  cukup berat.
Betapa sedih hati si Enggang. Ia  menangis sesenggukan karena membayangkan tak punya keluarga yang bisa menemani selama di rumah sakit. Pada saat itu si Blirik dan beberapa tetangga menyatakan siap untuk menemani selama opname. Si Blirik merasa senang dan langsung membagi jadwal siapa yang akan lebih dulu piket di rumah sakit. Tangis Enggang makin keras dan meraung-raung, membuat ruangan itu gaduh. Pada saat itulah si Enggang tersadar bahwa ia tak bisa mengatasi persoalan hidup tanpa kehadiran para tetangga.
***