Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah si Enggang

5 Juni 2024   05:15 Diperbarui: 5 Juni 2024   05:27 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarak beberapa meter dari rumah itu terdengar suara erangan. Si Blirik mengerutkan dahi dan memasang telinga. Sesampai di samping rumah, ia mengintip dari celah jendela yang sedikit terbuka.

Betapa terkejutnya si Blirik ketika dilihatnya si Enggang sedang terbaring sakit tak berdaya. Dari mulutnya terdengar suara-suara yang tak jelas. Si Blirik mencoba masuk lewat pintu depan. Namun pintu itu dikunci. Kemudian si Blirik memanggil beberapa tetangga dan memberitahukan keadaan si Enggang. Namun kebanyakan mereka tidak peduli.

"Biar saja, biar dia tahu bagaimana rasanya hidup sendiri!" ujar salah satu tetangganya.

"Aku bukannya tak mau menolong dia, tapi aku sudah terlanjur sakit hati oleh perlakuannya pada keluargaku!"ujar yang lain.

"Sudahlah, kita tidak usah sok perhatian padanya. Ia  saja tak pernah mau peduli pada kita tetrangganya."

Si Blirik mencoba meyakinkan teman-temannya bahwa membantu tetangga yang kesusahan itu kewajiban. Ia  juga mengatakan bahwa perbuatan buruk tidak boleh dibalas dengan keburukan lagi. Hanya makhluk yang mulia yang bisa membalas keburukan dengan kebaikan.

Syukurlah, berkat kesabaran si Blirik meyakinkan para tetangga, akhirnya mereka sadar dan luluh hati  sehingga  mau mengulurkan pertolongan untuk Enggang. Si burung unta yang berbadan besar dan kekar mendobrak pintu. Dilihatnya si Enggang sedang menggigil demam. Mereka pun segera  membawa Enggang  ke klinik pengobatan terdekat. Ternyata si Enggang harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari karena terserang penyakit  cukup berat.

Betapa sedih hati si Enggang. Ia  menangis sesenggukan karena membayangkan tak punya keluarga yang bisa menemani selama di rumah sakit. Pada saat itu si Blirik dan beberapa tetangga menyatakan siap untuk menemani selama opname. Si Blirik merasa senang dan langsung membagi jadwal siapa yang akan lebih dulu piket di rumah sakit. Tangis Enggang makin keras dan meraung-raung, membuat ruangan itu gaduh. Pada saat itulah si Enggang tersadar bahwa ia tak bisa mengatasi persoalan hidup tanpa kehadiran para tetangga.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun