Para unggas terpana dengan kelemahlembutan ayam yang baik hati ini. Di belakangnya beberapa ayam betina lain beriringan membawa nampan-nampan berisi makanan dan minuman segar.
"Ayo teman-teman, kita istirahat dulu. Rombongan ayam betina dan kawan-kawan sudah menyiapkan makanan!" ajak Pak Botak, tetua di kampung itu, sambil meletakkan cangkul di atas rerumputan.
Lalu ia bersegera mencuci muka dan kedua tangannya dengan air sungai yang jernih segar.
Si Blirik, ayam kampung betina yang agak pendiam merasa kasihan juga melihat si Enggang yang hanya diam menatap teman-teman bersiap-siap menyantap makanan dan bersenda ria. Maka dipanggilnyalah si burung pemalas itu.
Saat si Blirik memanggil Enggang, kawan-kawan yang lain mencibir ke arahnya. Bahkan ada yang menegur si Blirik karena  tidak setuju ia mengajak si Enggang ikut makan dan minum bersama mereka.
"Teman-teman, ia memang menyebalkan. Namun, tak ada salahnya kita berbagi makanan dengannya. Apa kalian tidak kasihan melihatnya hanya diam memandang kita?" si blirik mencoba memberi pengertian kepada warga.
"Hey, Blirik, kamu ini bagaimana, sih? Kamu tidak usah peduli pada unggas sombong itu. Sudah jelas dia itu egois dan tidak tahu malu. Kan kamu tahu sendiri, setiap kita bergotong royong, dia hanya ikut-ikutan makan minum saja tanpa mau membantu sedikit pun pekerjaan kita!" ucap si jago dengan jengger merah merona.
"Besok-besok ia pasti bicara ke orang-orang bahwa ia jugalah yang paling berjasa dalam pembangunan jembatan in!" lanjutnya.
Saat itu si Enggang sudah berjalan mendekat lalu dengan tenangnya. Ia  ikut menyantap makanan dan minuman segar yang terhidang. Unggas-unggas yang lain itu tentu saja kesal. Semua memandang sinis kepadanya, kecuali si Blirik.
Selesai makan si Enggang mendekati minuman yang tinggal tersisa dua gelas. Ketika ia hendak mengambil, tangan Mak Coki si betina ketua seksi konsumsi dengan cekatan menyambar dua gelas itu dan memberikannya kepada ayam lain yang belum minum. Si Enggang angkat bahu dan pergi sambil menggerutu.
Beberapa hari kemudian, si Enggang tidak terlihat berjemur di depan rumahnya. Tak ada yang mencari tahu karena tetangganya sudah tidak mau tahu lagi apa pun tentangnya. Akan tetapi diam-diam si Blirik mendekati rumah Enggang. Ia  penasaran dan ingin mengetahui keadaan unggas itu.