"Loh. Matori ki aku, Ndhuk! Jenengku Matori!" jawab sang pedagang sambil menepuk dadanya perlahan.
Beliau memperkenalkan diri tanpa tersenyum. Namun, kontan tawa pembeli lain pun meledak kembali.
 "Nah, kalau begitu ... sekarang pulanglah. Tanyakan sakit apa, mau dibelikan jamu apa! Setelah jelas, nanti balik ke sini lagi, ya! Gimana? Setuju?"
Nindi mengangguk-angguk dengan netra berbinar.
"Jangan lupa tanyakan yang jelas ... supaya kamu bisa menjawab nanti," pesan pembeli di sebelah kanannya.
Seorang ibu gemuk, pembeli lain di dekatnya menggeret Nindi perlahan.
"Kamu mau beli jamu apa? Misalnya jamu pegel linu, jamu sari rapet, gitu!" jelas si ibu.
 "Ndhuk! Sini dulu!" panggil si pedagang, "Sudah, ini kamu kuberi uang jajan. Pulanglah, nanti balik lagi ke sini, ya. Tanyakan dulu, bapakmu mau dibelikan jamu apa. Paham?" sambil mengangsurkan sejumlah uang.
"Lah, nggak ada yang namanya Jampi Matori, ya!" seru salah seorang pembeli lain sambil tertawa.
"Oh," dengan muka bersemu merah menahan malu, Nindi menerima uang yang diangsurkan kepadanya dan segera pulang.
Sesampai di rumah diceritakanlah kepada kakek dan seisi rumah pun terbahak-bahak.