Pak Darto ingin kembali pulang, tetapi ia teringat dompet usang yang kosong melompong. Dia bertekad untuk mengais rezeki. Sepulang nanti, jika ada rezeki, dia akan membeli sebungkus lopis kesukaan istri.
Ketika sedang melamun itu, didengarnya deru kendaraan dari arah belakang. Pak Darto sudah menepi. Akan tetapi, tiba-tiba saja tubuhnya serasa dilontarkan, kemudian dibanting dengan sangat keras. Masih diingat ketika dia melambung lalu terlempar dan kepalanya tepat mengenai sebuah batu runcing di sisi jalan yang memang sedang dalam pembangunan.
Raga terasa luar biasa sakit dibenturkan seperti itu. Terasa  ada aliran hangat berbau anyir, tetapi tubuh kurusnya terasa sangat ringan. Ingin dipanggil istri yang dicintai, tetapi tak mampu dilakukan. Serasa berputar bagai baling-baling. Matanya berat tak dapat dibuka lebar. Lalu tiba-tiba mulai menggelap.  Lamat-lamat didengar suara seseorang, tetapi tidak dapat diketahui siapa.
Seorang tetangga sedang mengayuh sepeda di belakang Pak Darto sekitar seratus meter. Tetangga itu yang tergopoh-gopoh mencari bantuan. Ketika sebuah mobil boks lewat, dimintanya membawa ke rumah sakit, sementara digenjotnya sepeda menuju rumah Bu Lasmi.
***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H