Setahun berikutnya aku tengah menunggu persalinan di sebuah rumah sakit bersalin. Hujan mengguyur bumi sejak semalaman. Ibuku menunggui dengan sabar, sementara Mas Prima masih belum bisa datang. Urusan kantor belum beres dan katanya baru besok bisa memperoleh izin.
Hujan begitu derasnya. Bunyi dentingnya riuh menimpa atap seng beranda belakang rumah sakit itu. Aku sedang berjalan-jalan sambil menunggu pembukaan jalan lahir. Tetiba rasa rindu menyergapku. Aku rindu dan teringat saat Mas Prima menyatakan cintanya di dalam mobil kala itu. Aku rindu sekali. Pria santun yang telah setahun menikahiku dan tiga bulan terakhir harus terpisah dariku ini sungguh membuatku tersanjung bagai seorang ratu. Aku harus rela menahan rindu hanya karena ingin lahiran di kota asal.
Beberapa menit kemudian, paramedis berhamburan karena tetiba seorang pasien baru datang. Semua tergopoh-gopoh mempersiapkan kedatangan pasien yang dirujuk dari rumah sakit lain. Aku  sedang berada di dekat pintu menuju ruang bersalin.Â
Kaget luar biasa kurasakan. Ya, ampun! Pasien itu Rianti ... didorong di brankar dan diantar Mas Dewo!
bersambungÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H