Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bias Bianglala Senja (Part 4)

2 Juni 2024   05:39 Diperbarui: 2 Juni 2024   06:43 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bias Bianglala Senja (Part 4)

Aku tersenyum mengangguk. Dengan terbata-bata ia berkata, "Aku berjanji akan setia dan mempersiapkan masa depan dengan lebih bersemangat!" sambil mengambil kedua telapak tanganku untuk dibawa ke dadanya.

"Terima kasih, Mbak!" lalu diciumnya kedua punggung tanganku.  

Aku tersenyum bahagia. Ada getar yang tak dapat kutahan, "Mulai saat ini jangan pernah ubah panggilanmu padaku, ya Mas ...'Mbak' ... !" kataku manja. Dia tersenyum malu.

Rupanya, hujan pun telah reda. Kulihat  ada selembar pelangi di langit tenggara. Aku turun sejenak menikmati udara sore berpelangi indah.

"Hmm, di balik hujan ada pelangi, 'kan?" kata Prima lembut.

"Iya, tapi aku lebih suka menyebutnya bianglala!" tukasku.

"Ha? Bianglala, ya? Seperti wahana permainan, ya? Semacam  roler coaster?" sorot netra jenaka menyelidik retinaku. Ada damai yang kurasa.

"Iya, bias bianglala ... indah. Bias bianglala menjelang senja! Padahal, tadi sepertinya hujan tak kunjung reda!" sambil kutatap betapa indah pelangi di langit tenggara itu.

Kami pun menikmati panorama yang langka di lazuardi merangkak senja. Sebenarnya, tidak langka, sih ... hanya kami yang tak sempat melihatnya karena bertumpuk aktivitas saja. Maka, ketika berdua menikmati, serasa alam pun bersukaria karena kami sudah resmi 'jadian'. Ya, dapat dikatakan bahwa kini, tepatnya beberapa menit lalu, kami resmi menjadi sepasang kekasih. Direngkuhnya pundakku mesra sehingga siapa pun yang melihat ikut tersenyum bahagia.  

"Maaf ...," senyumnya mengembang sebelum merengkuhku dalam pelukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun