Rupanya mereka pulang sekolah. Bunglon mendengar dan air matanya meleleh. Dia tahu sekarang, jika sombong, tidak ada teman yang menyayanginya.
***
Sekarang Bunglon tahu bahwa sombong itu tak ada gunanya. Sombong itu membuat teman-teman tidak menyukainya. Artinya, tidak menyayanginya juga.
Maka dia berjanji pada dirinya sendiri, "Aku harus belajar menjadi seekor bunglon yang baik dan tidak sombong. Aku memang mudah sekali marah, sih. Gampang sekali kesal melihat ulah dan mendengar kata-kata hewan lain," gumamnya lirih.
Sore itu, setelah badan remuknya terasa lebih enakan, dia mendatangi Paman Owel, seekor burung hantu tua dan bijak yang bersarang di pohon beringin. Ia hendak bertanya-tanya atau istilah kerennya berkonsultasi. Konon katanya Paman Owel sangat bijak dan berkenan memberikan masukan dan nasihat kepada hean yang datang meminta petunjuk kepadanya. Maka, si bunglon pun ingin memperoleh nasihat agar hidupnya lebih baik. Khususnya yang berkenaan dengan sifat dan sikapnya yang disebut temperamental itu.
"Spadaaa ...," salam Bunglon sesampai di depan sarang Paman Owel.
"Yaaa, siapa? Masuklah, walau sebenarnya aku masih mengantuk. Pasti kamu butuh bantuanku, kan?" sambut Paman Owel ramah sekali.
"Iya, Paman Owel. Ini saya ...," jawab bunglon sambil mendekatkan dirinya sehingga si burung hantu bisa melihatnya dengan jelas.
"Ohh, ada maksud apa, Sahabatku?"
"Begini, Paman. Saya mau minta petunjuk sehubungan dengan perangai saya yang gampang tersulut. Kata hewan lain, saya juga sombong. Menurut Paman, apa yang harus saya lakukan agar bisa sembuh?"
"Oh, begitu. Menurutku ... anggaplah dirimu itu tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa. Dengan demikian, kamu bisa melihat kelebihan hewan lain. Kalau misalnya kamu punya kemampuan khusus, jangan mengira hewan lain tidak punya. Justru mungkin hewan lain memiliki kelebihan yang jauh berada di atasmu!"