Tanpa sadar dilangkahkanlah kakinya menuju tempat lengang itu: 'Perpustakaan Umum'. Untunglah, hari Minggu pun tempat itu terbuka untuk umum. Maka, diayunkan langkah menuju loket petugas yang sedang mendata para pengunjung.
Lengang? Oh, ternyata tidak! Di  dalam banyak juga pengunjung, tetapi tidak ada suara pembicaraan satu dengan yang lain. Suasana yang sangat kondusif untuk membaca! Hanya alunan musik instrumentalia lembut dengan volume lirih yang menandakan adanya aktivitas di ruang ber-AC itu. Â
Deretan buku terpajang menyapa netranya seolah menyampaikan salam manis sehingga Tia  mampu tersenyum.
"Wah, kenapa tidak menyembunyikan diri di sini saja? Daripada hati bergolak melihat kedua orang tua yang sedang berseteru, berperang, bahkan saling memisahkan diri, harusnya dicari ketenangan di tempat nyaman yang menyediakan segudang pengetahuan ini," pikirnya. Apalagi pernah didengar nasihat Satpam sekolah, "Jangan duduk berlama-lama di bawah pohon beringin tua itu, Mbak. Bisa bahaya!" Tia sadar. Dia tidak boleh berperilaku seperti orang gila walaupun sedang stress!
Aktivitas baru yang menjanjikan kenyamanan dan ketenangan. Tia berkesempatan mengakses cerpen tentang broken home lewat sarana wifi gratis di tempat itu. Seolah membedah isi dada ketika didapatinya kalimat pembuka seperti ini.
"Semua orang pasti menginginkan kehidupan yang nyaman, harmonis, dan juga mendapat kasih sayang dari orang tua. Namun, mengapa aku tidak pernah bisa memiliki kehidupan itu. Tak pantaskah aku mendapatkannya? Sesungguhnya, sebuah kasih sayang dari orang tua tak akan bisa tergantikan dengan apa pun. Aku yakin Allah merencanakan semua ini adalah yang terbaik buatku dan juga keluargaku. Semoga dengan aku menceritakan semuanya bisa membuat perasaan ini jauh lebih baik dan tak akan ada kesedihan lagi di hari-hari yang akan aku jalani. Perkenalkan namaku adalah Hanyfah. Aku akan menceritakan pengalamanku yang menyedihkan ini sama kalian semua semoga ini tidak akan pernah terjadi buat yang membacanya. Aminnn...." ("Broken Home" karya : Bekti Lestari)
Seolah tertampar sekaligus tertantang membaca prolog cerpen itu. Persis seperti apa yang dirasakannya! Â
"Aku yakin Allah merencanakan semua ini adalah yang terbaik buatku dan juga keluargaku." Kalimat yang dikemukakan sang penulis mampu membuat Tia terhenyak. Teringatlah Tia akan nats sabda Tuhan yang dibacanya semalam ketika dilakukan Saat Teduh:
Yeremia 29:11 (TB) Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Roma 8:35 (TB) Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?
Yakobus 1:21b (TB) ... terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
Dari ketiga ayat di atas, Tia mengambil kesimpulan bahwa semua yang terjadi di dalam hidupnya adalah rancangan Tuhan semata. Rancangan itu bermaksud baik, yakni untuk memberikan hari depan yang penuh harapan. Apa pun kondisi kita, Tuhan tetap mengasihi kita. Oleh karena itu, semua harus diterima dengan hati terbuka dan penuh ucapan syukur.