Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Boneka Barby Buat Betty

28 Mei 2024   17:42 Diperbarui: 28 Mei 2024   17:45 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Boneka Barby buat Betty

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu (Ni Ayu)

Sore itu sepulang kantor Risa mampir di Istana Boneka Galunggung. Dia  menyisihkan gaji untuk membeli boneka. Sesuai pesan, dia memilih sebuah boneka panda. Boneka itu akan diberikan buat Betty.


Sekitar pukul 19.00 Risa menuju rumah kakaknya ditemani motor Mio matic merah kesayangan. Dengan perlahan dipacunya motor itu di jalan sepi.


Ketika sampai di pelataran rumah sang kakak, seorang keponakan menjemput dengan riang. Kedua tangan direntangkan seolah seekor burung sedang terbang di angkasa. Mulut mungilnya berteriak nyaring.


"Ante ... ! Pasti Ante bawa oleh-oleh, 'kan?" berondongnya.


"Iya ... !" Dijawab sambil memasang jagrag sepeda motor tanpa memperhatikan keponakan.


"Buat Betta atau Betty, sih?" tanya sulung yang lincah itu.


"Maaf, Betta. Kali ini buat Betty, ya! Ante janji, bulan depan gantian buat Betta. Ok?" jawabnya sambil mencolek pipi gembil keponakan.


Betta langsung memasang mimik kecewa. Bibir dimonyongkan lucu. Tak urung si tante tergelak melihat ulah Betta yang dikira melucu.


Sampai di kamar Betty, Tante segera menghambur memeluk keponakan. Betty yang menderita keterbelakangan ini hanya mampu tersenyum menyeringai saat dikunjungi. Tante Risa sangat menyayangi Betty. Namun, Betta kurang menyukai perbedaan perlakuan itu.


Betta merasa bahwa semua hanya memperhatikan adiknya. Sementara sebaik apa pun yang Betta capai, kurang mendapat perhatian.


"Ante. Ante tahu kan, kalau Betta mendapat juara baca cerita anak di sekolah?" kata Betta setelah membuka pintu kamar Betty.


"Tahu. Tante tahu, kok!"


"Kenapa nggak ada hadiah buatku kalau Ante tahu?" gerutunya.


"Ooh ...!" Tante Risa menoleh. Kini diperhatikan Betta dengan sungguh-sungguh.


"Maksud Betta apa? 'Kan tadi Tante sudah berjanji, bulan depan Betta boleh minta apa pun!"


"Yaaaahh ... asal Ante tahu aja! Betta benci dibeginikan sama Ante!" teriak Betta sambil keluar dari kamar.


Tante Risa ikut keluar mengejarnya. Betta menangis di kursi yang berada di teras. Tante Risa menarik salah satu kursi lain, menyeret kursi itu mendekati, dan duduk manis di sana.


"Betta! Betta tahu 'kan keadaan adik Betty?" tanya Tante dengan lembut.


"Tahu. Karena itu semua menyayangi Betty dengan berlebihan!" serunya ketus.


"Tidak begitu, Sayang! Kami tidak pilih kasih. Jangan berburuk sangka, Nak!" sergah tantenya.


"Papa Mama juga sama saja! Mereka tidak pernah menanyai Betta sekalipun jadi juara. Apalagi memberi hadiah!" teriaknya lantang.

 "Tapi buat Betty hampir tiap saat dapat hadiah!" protesnya.


"Hmm ...."  Tante Risa tampak bingung hendak menjawab protes itu.


"Rasanya Betty itu ...  sekalipun cacat, semua orang justru menyayanginya. Sedang aku yang normal tidak dihiraukan!" Betta mulai sesenggukan.


Dibiarkan Betta menumpahkan isi hati beberapa saat. Kira-kira sepuluh menit kemudian Tante Risa berusaha menjelaskan permasalahan.


"Betta! Bukankah kamu bisa melakukan segala sesuatu dengan mandiri? Jadi wajar dong kalau Papa, Mama, dan Tante lebih memperhatikan adikmu yang tidak bisa mandiri seperti kamu! Lagian, kamu tidak kasihankah melihat adikmu usia empat tahun belum bisa berjalan?" tanya Tante. Matanya mulai berkaca-kaca.


Hening sesaat.


"Bisakah kamu bayangkan, kalau kita seperti itu? Sudah begitu saudara pun membencinya?" Tante mengusap mata yang mengembun. Aliran air bening itu diusap dengan tissue yang diambil dari saku celana kulotnya.


"Sejujurnya ..., kami sangat prihatin dengan kondisi Betty. Kami berusaha agar Betty senang. Tak kaudengarkah tangisannya saat dibawa terapi agar bisa berjalan? Hati Tante seperti diiris mendengarnya. Cobalah bayangkan, seandainya Betta adalah Betty. Bayangkan, bagaimana perasaannya?"


Betta tidak menjawab sama sekali. Dendam dan iri di hatinya kian menggumpal dan sangat menekan.


"Apakah Betta tidak kasihan melihat Betty? Bisakah Betta menerima Betty sebagai adik yang disayangi?"
Betta masih membisu. Bibirnya masih manyun saja.


"Coba Betta sehari saja berada di kamar dan pura-pura tidak bisa apa-apa. Bagaimana kira-kira perasaanmu? Mau mencoba?"  tantangnya.


Betta semakin jengkel. Tiba-tiba ditinggalkan tantenya itu. Betta berlari menuju ke kamar. Tante mengira Betta masih marah. Protes Betta itu akan didiskusikan dengan kedua orang tuanya.


Seminggu telah berlalu. Belum ada solusi untuk mengatasi masalah Betta. Namun, terdengar kabar buruk. Betty pingsan. Segera Papa melarikan ke rumah sakit. Betty didiagnosis menderita leukemia. Tentu saja berita ini membuat seluruh keluarga besar merasa terpukul. Dokter menyarankan untuk melakukan transplantasi sumsum tulang belakang.


Malam itu, Betta mendengar dari kamar, Papa Mama membicarakan masalah transplantasi sumsum. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan adalah Betta. Namun, mereka tidak mau melakukan apalagi memaksa Betta. Mereka bersepakat mencari donor saja.
Betta mendengar dengan jelas pembicaraan orang tuanya. Tiba-tiba, Tuhan menggerakkan hatinya. Betta bergegas keluar dari kamar.


"Pa, Ma! Betta mau!" serunya.


Papa Mama terperangah. Kaget sekaligus senang.


"Serius? Betta siap?" tanya Papa. Betta mengangguk  tersenyum manis.


Pada hari yang ditentukan, Betta siap di sebuah kamar rumah sakit. Semua berjalan lancar. Operasi  pencangkokan sumsum itu pun berjalan sesuai rencana. Lancar dan sempurna.


Ketika Betta pulang dari rumah sakit, Tante Risa membelikan hadiah istimewa. Sebuah boneka Barby cantik lengkap dengan beberapa rok untuk gonta-ganti.


"Terima kasih, Ante!" katanya lirih. "Tapi, ... bonekanya buat adik  saja!" lanjutnya.


"Yang lebih membahagiakan  ... Betta punya hati luar biasa. Ante salut dan sayang pada Betta!" peluk Tante berurai air mata.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun