"Ya, sudah. Mana obatnya?"
"Harus Ros buat dulu, ya Bu!" dalih Mbak Ros.
"Lah, kenapa nggak beli di apotek saja, sih?" usul Kak Reno.
"Bukannya Kak Reno alergi obat kulit, ya?" kata Kak Rani sambil membelalakkan netra.
"Oh, iyaa ...!" jawab Kak Reno sambil memukul dahi perlahan.
"Buk, boleh Ros keluar sebentar untuk mencari rimpang lengkuas?" pamit Mbak Ros kepada Mama.
"Rin, tolong temani Mbak Ros ke tanah lapang. Di sana, di samping tanah lapang RT itu ada taman toga. Carilah lengkuas di sana! Jangan lupa membawa alat, Ros!" kata Mama.
"Baik, Ma!" jawabku sambil mengajak Mbak Ros keluar.
"Mbak Ros. Memang lengkuas bisa dibuat obat, ya?" tanyaku keheranan.
"Bisa dong, Dik. Kami di desa memanfaatkan lengkuas sebagai obat panu, bukan hanya sebagai bumbu dapur saja! Kalau di desa kan nggak ada apotek. Jauh sekali tempatnya kalau mau beli obat. Jadi, kami memanfaatkan apa yang ada di sekitar rumah. Misalnya nih, ketika kaki ayam Mbak Ros hampir putus ditabrak sepeda motor, kuparutkan kunyit, kutempelkan, lalu kubebat. Eh, tiga hari pulih juga, loh!"
"Oh, gitu ya ...," aku terheran-heran mendengar penjelasan Mbak Ros mengenai berbagai manfaat tanaman obat yang diketahuinya.