Ketika suatu hari Minggu aku ikut ayah untuk  menanam jagung di sawah, ayah melihat air mataku yang meleleh. Aku teringat akan olokan temanku yang mengatakan, "Yati gembrot, otak udang!"
Ketika  kutanyakan pada Bu Suyanti, guru kelasku, apa arti otak udang  beliau mengatakan bahwa pepatah itu kiasan untuk menyebut orang bodoh. Aku makin merasa terpuruk, sangat sedih. Sudah tubuhku tidak bersahabat, ditambah bodoh. Lengkaplah sudah penderitaanku.
"Yati, kalau kamu mau pintar, gampang kok caranya!" kata Bu Suyanti.
"Saya mau tahu caranya, Bu!" kataku berlinangan air mata.
"Kalau kamu mau datang setiap sore ke rumah Ibu, kamu akan pintar! Apakah kamu mau?"
"Mau, Bu tapi ...,"
"Tapi apa?"
"S-saya malu sama teman-teman. Bagaimana kalau mereka tahu?"
"Nggak apa, nanti alasannya kamu bantu-bantu Ibu bersih-bersih rumah. Mau?" aku setuju dengan ajakan guruku yang baik ini. Aku harus semangat, harus pintar! Kataku pada diriku.
Keesokan harinya bertepatan dengan hari Minggu. Aku diminta ikut ayah untuk membantu menyemai biji jagung. Sambil membawa penugal, seember biji jagung, botol air minum, dan topi aku mengikuti langkah ayah bergegas ke tegalan.
Ayah melihat saat aku melamun dan mengagetkanku.