Damar Derana (Part 22)
Pagi itu setelah Pambudi berangkat ke kantor, lewat pesan Whatsapp dimintanya Nadya menyiapkan dua stel pakaian untuk menginap di suatu tempat. Ketika Nadya bertanya ke mana mengingat perut buncitnya semakin berat rasanya, Pambudi hanya membalas dengan emoticon tertawa dan mencium.
"Kalau aku mengatakannya, itu namanya bukan surprise, Nok!" balasnya.
"Waahh, ... si Mas Pam mau mengajak ke mana, ya?" batinnya.
Agak siang sedikit, tiba-tiba perut Nadya terasa kram, padahal menurut hitungan belum saatnya ia melahirkan. Nadya menahannya sambil melakukan senam yoga. Pikirnya itu karena ia berpikiran kurang baik. Sambil terus berdoa dan memuji Tuhan, Nadya mengelus-elus perut buncitnya.
Dia katakan bahwa sudah sangat lama ia menantikan putranya itu. Karena itu, dimintanya putranya sehat-sehat dan bahagia di dalam rahimnya. Ya, Nadya selalu membiasakan mengajak berkomunikasi baby yang ada di dalam kandungannya itu. Bahkan, Pambudi menyiapkan beberapa lagu klasik yang sewaktu-waktu bisa diputarnya agar putra dalam kandungannya tenang.
Ia kabarkan kepada Pambudi mengenai kondisi kandungannya. Pambudi membalas jika Nadya ingin konsultasi ke dokter kandungan boleh menunggunya sebentar lagi. Ternyata, hanya sebentar saja kondisinya sudah pulih kembali.
Suatu Surprise
Agak sorean Pambudi pulang. Dibawanya serta kemenakan jauh yang ikut di rumah ibunya untuk menemani Bik Irah di rumah karena Nadya akan dibawa Pambudi ke tempat lain. Nadya sudah siap. Koper kecil juga sudah dipersiapkan dengan baik. Pambudi langsung membawa koper itu ke dalam mobilnya dan meminta Tini menemani Bik Irah satu atau dua hari.
Selama perjalanan Pambudi selalu bersenandung gembira. Nadya heran. Tidak biasanya suaminya seceria ini.
"Mas, kejutan apa pula sih yang hendak Mas tunjukkan ini?"