Kedua orang tua tersebut berunding, "Kalau begitu, kenapa kita tidak mendirikan sendiri saja sebuah universitas, Pa?" usul si ibu.
"Baiklah, kita pikir sambil jalan, sambil mencari lahan!" kedua orang tua itu pun berpamitan.
Sang petinggi berpikir dua orang ini sedang tidak sehat akal pikirannya, berhalusinasi tidak jelas pula. Ternyata, kedua orang tersebut pada akhirnya mendirikan sebuah universitas yang dalam waktu singkat dapat menyaingi keterkenalan universitas yang menolak mereka.
Siapakah pasangan tersebut? Laki-laki dan perempuan dengan baju lusuh itu bernama Mr. dan Mrs. Leland Stanford. Setelah ditolak pimpinan Harvard, mereka bangkit dan berjalan pergi. Mereka  melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mendirikan sebuah universitas dengan menyandang nama mereka. Sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi dipedulikan oleh Universitas Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.
***Â
Setelah memperoleh informasi yang tidak kusengaja itu, kukernyitkan dahi. Apalagi dituliskan pesan moral bahwa seperti pimpinan Harvard itu, kita acapkali silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita menilai orang dari pakaiannya saja karena pakaian acap menipu.
"Though you cannot go back and make a brand new start, my friend. Anyone can start from now and make a brand new end" ~Dr. John C. Maxwell~
*** Â
Kembali teringat akan perjalananku menggunakan moda transportasi angkot kemarin. Aku merasakan bahwa Tuhan telah mencelikkan mata batinku. Bahwa orang-orang di sekitar yang kuanggap kelas bawah, berbusana sangat sederhana, bahkan mungkin lusuh, tetapi hatinya sungguh mulia.  Mungkin, tidak terpikir olehku untuk membayarkan ongkos angkot penumpang yang ekonominya jauh berada di bawahku. Akan  tetapi,  dua penumpang sederhana tersebut telah membuka hatiku dengan meneladankan untuk selalu peduli terhadap sesama di sekeliling kita. Maka, jangan pernah menganggap remeh mereka yang tampak luar sangat sederhana, padahal jauh di lubuk hati mereka menyimpan berlian terpendam. Sungguh perjalanan berangkot ria perdana yang sarat pesan.
***
Sejak saat itu, aku bertekad untuk hidup sederhana dan berguna bagi sesama. Aku harus mau dan mampu menjalani hidup sederhana, khususnya tidak alergi naik angkutan kota. Aku  pun bertekad belajar lebih giat. Ingin  kuabdikan diri, ilmu, dan ragaku kepada masyarakat awam, bukan hanya kaum elite, melainkan juga masyarakat bawah  sebagai tenaga medis. Aku  bercita-cita akan mengabdikan diri kepada mereka yang kurang beruntung sebagaimana seseorang yang berpenampilan sederhana, tetapi ternyata berhati mulia yang pernah menolongku.