Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Sang Bangau

22 Mei 2024   22:57 Diperbarui: 22 Mei 2024   23:00 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah sang Bangau
Ninik Sirtufi Rahayu

Konon di sebuah tepian telaga tinggal seekor bangau putih yang bulu sayapnya tidak lengkap. Karena itu, si bangau yang disapa Bangbang oleh teman-temannya itu tidak bisa terbang lagi, kecuali bulu sayapnya tumbuh kembali. Nah, pada masa menunggu pulihnya dan tumbuhnya bulu sayap itu, ia selalu berduka.


Teringat kembali beberapa saat sebelumnya. Ya, sebelum sayapnya cedera. Sebenarnya, sudah diberi tahu oleh Tutu si Burung Hantu yang tinggal di pohon beringin tua. Dikatakannya  bahwa di telaga itu ada seekor buaya tua. Dimintanya Bangbang Bangau berhati-hati ketika minum atau mandi di telaga. Namun, Bangbang Bangau tidak percaya sebab selama ini ia tak pernah melihat sang buaya. Bahkan, bangau menganggap burung hantu hanya pembohong belaka.


"Kamu harus berhati-hati loh, Sahabat!" ujar Tutu Burung Hantu.


"Emang kenapa?" sergah Bangbang Bangau sewot.


"Aku pernah melihat seekor buaya tua di telaga itu. Aku khawatir kalau kamu sedang minum atau mandi ... disergapnya diam-diam!" Tutu Burung Hantu serius mengingatkan si bangau.


"Haaahh ... kamu jangan fitnah! Selama ini aku tidak pernah berjumpa dengan buaya, kok! Mungkin penglihatanmu saja yang salah!" pelotot Bangbang Bangau.


"Kalau tidak percaya, coba tanyakan pada hewan lain penghuni hutan di sekitar telaga. Mereka pasti pernah melihat atau bahkan mengalami insiden itu. Tanyakan saja kepada mereka yang tua-tua!" nasihat Tutu Burung Hantu.


"A-aahhh ... sebelum mata kepalaku sendiri melihatnya, sekali-kali aku tidak percaya!" teriak bangau berapi-api. "Kamu jangan suka menyebar berita hoax ... itu tidak baik!" sergahnya tak mau kalah.


"Ya, sudah. Yang penting ... sebagai sahabat aku sudah memperingatkan kepadamu. Kalau tidak percaya, risiko ditanggung penumpang!" pungkas Tutu Burung Hantu.


"Lah kamu loh ...Tu, keluar cuma malam hari ... aku tidak yakin penglihatanmu bagus!" cibir bangau sambil berkacak pinggang.
Mendengar pertikaian antara burung hantu dan bangau, Papai Tupai yang bersarang di lubang pohon trembesi tua pun ikut-ikutan berkomentar.


"Loh ... aku memang pernah melihat Mbah Buyi Buaya itu sedang berjemur di pagi hangat, tuh. Badannya sangat besar, tetapi giginya tidak lengkap lagi. Beberapa giginya tanggal karena pertarungannya dengan Kumbi si Macan Kumbang. Bahkan, kabarnya sebelah mata Mbah Buyi Buaya juga bermasalah karena kena cakar Kumbi. Ia juga jarang muncul ke permukaan, kecuali perutnya sangat lapar. Rupanya ikan-ikan di telaga itu cukup mengenyangkannya!" cerita Papai Tupai berapi-api.


"Aa-aaahhhh! Cerita picisan macam apa pula itu!" seru Bangbang Bangau sambil berlalu.


Tujuannya satu. Ingin mandi sepuasnya di telaga agar tubuhnya bersih dan segar. Ia merasa beberapa kutu telah mengusik tidur malamnya. Gigitan kutu itu bukan hanya gatal, melainkan juga terasa panas membara. Terbanglah bangau menukik tepat di tengah telaga. Sengaja ia berkecipak mempermainkan air jernih yang segar itu.


Beberapa saat ia sempat mandi, menari, dan menyanyi. Tetiba sayapnya terasa dihentak oleh sesuatu. Untunglah seekor jalak sedang melintas. Si jalak yang dipanggil Jali itu berteriak keras memperingatkan Bangbang Bangau agar segera menyingkir.


Bangbang Bangau sangat terkejut. Secara insting ia pun menyelamatkan dirinya. Namun, sayang ... beberapa bulunya patah sehingga tidak bisa terbang leluasa. Diseretnyalah tubuhnya dengan susah payah menuju tepian telaga.


Maka, sejak saat itu Bangbang Bangau tak pernah lagi bisa terbang leluasa. Ia harus menunggu hingga sayapnya kembali tumbuh sempurna. Dalam kesendirian, ia selalu menyesal mengapa tidak mengindahkan nasihat Tutu Burung Hantu. Ingin sekali ia berterima kasih dan sekaligus meminta maaf, tetapi Tutu Burung Hantu tak lagi menampakkan batang hidungnya.


Suatu pagi yang hangat, ketika Bangbang Bangau sedang menghangatkan bulu badan, datanglah kerabat jauhnya. Sesama bangau yang tinggal jauh dari tempat itu. Bungi Bangau namanya. Bungi membawa tugas dari Ibu Ratu di Kerajaan Bangau.


Bungi Bangau membawa surat edaran yang menyatakan demikian. Sesiapa  yang mau diutus mengantar bayi kepada pasangan terpilih, akan dinobatkan sebagai Bangau Duta. Pasangan tersebut syaratnya minimal sudah lima tahun menikah belum diberi keturunan.


Mendengar surat edaran yang dibacakan saudara jauhnya itu, Bangbang Bangau pun menangis sesenggukan.


"Bagaimana aku bisa menjadi Bangau Duta kalau bulu sayapku cedera, Saudaraku? Kau tahu, 'kan? Saat ini bagaimana kondisiku. Ya, bukannya aku menolak, tetapi ... aku harus menunggu sayapku lengkap, 'kan?" tangisnya iba.


"Ya, Saudaraku. Akan aku sampaikan keluh kesahmu. Izinkan aku pulang mengabarkan keadaanmu. Jika sudah sembuh, eh ... maksudku jika bulu sayapmu sudah tumbuh ... aku akan datang kepadamu lagi. Baik-baiklah selama menunggu waktu itu!" pamit Bungi memeluk mesra saudaranya.


Setelah itu, Bungi Bangau pun melesat ke angkasa. Hanya isak tangis Bangbang Bangau yang terdengar memilukan.
Mendengar isak tangis dan keluh sang bangau yang sedang berduka, seekor kolibri yang melintas menaruh iba.


"Wahai, Saudaraku sesama burung! Janganlah berduka karena hati yang gembira itu adalah obat yang sangat manjur. Jadi, saranku ... ayo isi hidupmu dengan hal-hal yang menggembirakan agar menjadi obat bagi luka hatimu!" saran Koli Kolibri sambil tersenyum.


"Bagaimana aku bisa, Saudaraku?" keluh Bangbang Bangau.


"Lupakan kesedihanmu, tolonglah sesamamu, nanti secara tidak kausadari akan tumbuh bulu sayapmu. Waktu yang kamu gunakan untuk kebahagiaan sesama makhluk akan membuatmu bahagia. Jika kamu merasa bahagia, waktu yang berlalu pun tidak kaurasa. Begitu, Saudaraku!" saran Koli Kolibri sambil mengepak-ngepakkan sayapnya.


Kolibri pun mengajak bangau meninggalkan tempatnya mengeram. Ya, disebut begitu karena hampir tak pernah si bangau beranjak dari tempat itu.


Diajaknya bangau berkeliling hutan. Jika ada hewan yang menderita atau membutuhkan pertolongan, kolibri akan meminta bangau menolongnya. Mereka berdua tidak membeda-bedakan hewan. Jika bisa, mereka pasti menolong. Jika tidak bisa, mereka berdua akan mencari bantuan hewan lain sehingga kedua ekor burung berbeda itu semakin disayangi dan disegani di seantero hutan hujan tropis tempat mereka tinggal.


Hari demi hari berganti. Tidak terasa bulu sayap bangau pun telah lengkap. Kekuatannya telah pulih kembali. Namun, Bangbang Bangau sendiri sudah melupakan dan tidak memikirkan bulu sayapnya lagi. Ia benar-benar lupa karena kesibukannya tiap hari menolong semua makhluk yang memerlukan bantuannya. Sampai suatu hari ketika kolibri dan bangau berada di suatu tempat.


"Meoowww .... Meowww ...," suara teriakan anak kucing memekakkan telinga.


Kedua burung baik hati itu mendengar tangis anak kucing yang menyayat itu. Koli Kolibri segera meminta Bangbang Bangau menerbangkan anak kucing itu untuk mencari induknya. Ternyata, induk kucing sudah tewas karena dipatuk ular berbisa.


"Nah, bagaimana kalau anak kucing ini kauterbangkan ke desa tepi hutan?" usul kolibri.


"Oh, baiklah ... tunggulah di sini, aku akan melakukannya. Barangkali di sana ada manusia yang mau mengadopsi sehingga anak kucing ini selamat!" sanggup Bangbang Bangau.


Anak kucing itu diterbangkan ke desa sebelah dengan sangat cepat. Di desa itu tinggallah beberapa keluarga, satu di antaranya tidak mempunyai anak. Ketika mendapat anak kucing itu, mereka sangat bahagia. Mata Bangbang Bangau berkaca-kaca melihat kegembiraan mereka. Anak kucing itu digendong, diberi makan, dan dipelihara dengan penuh kasih sayang.  


"Kubawakan anak kucing saja ... mereka begitu bahagia, bagaimana jika kubawakan seorang bayi?" senandikanya. "Alangkah bahagia mereka!"


Teringatlah bangau itu akan tugas yang pernah diberikan Ibunda Ratu Bangau. Maka, setelah berpamitan dengan Koli Kolibri sahabat baiknya, terbanglah sang bangau menuju Kerajaan Bangau tempat Ibu Suri tinggal. Ia ingin menjadi Bangau Duta yang membawa sukacita bagi penghuni mayapada.


"Nah, benar, kan? Kalau kita mau menggunakan waktu dengan membantu sesama makhluk, kesedihan akan sirna. Pada saatnya, apa yang kita inginkan pun terlaksana!" kata Koli Kolibri yang didengar oleh beberapa sahabatnya.


Sejak saat itu, terkenallah bahwa sang bangau suka membawakan hadiah berupa bayi mungil kepada keluarga yang belum memiliki anak. Membawa kebahagiaan adalah salah satu hal yang disukai sang bangau. Nah, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyenangkan atau membahagiakan bagi sesama kita?

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun