Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Damar Derana (Part 12)

19 Mei 2024   15:13 Diperbarui: 19 Mei 2024   15:39 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Belajar Memahami Situasi

Tiba-tiba pintu kamar diketuk. Mereka berdua memperbaiki posisi dan Vivi pun segera membukakan pintu kamar. Ketika dilihat mamanya berdiri di ambang pintu, Vivi langsung menangis di pelukan.


"Vi, Mama mengerti. Kamu tidak usah khawatir!" kata sang mama sambil mengurai pelukan.


"Mas, jadi kita akan pindah ke kota mana menurutmu?" kata Nadya kepada Prasojo suaminya itu.


"Kota yang masih terjangkau dengan kantor Mama dan kantorku! Sebaiknya kita mencari rumah di perumahan saja agar tidak banyak yang ingin tahu!"


"Baiklah. Aku akan browsing lewat internet secepatnya. Nanti kita rundingkan berdua di kamar, ya!" katanya kepada suami.


"Vi, kamu membutuhkan baju daster. Besok  Mama belikan ke pasar. Demikian juga baju dalam dan lain-lain. Tugasmu hanya menjaga kandunganmu. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa pun! Setelah ini kalian berdua harus menikah siri dahulu. Kelak jika masanya tiba pernikahan kalian pasti akan diresmikan juga. Jadi, jangan khawatir. Baby-mu punya ayah, kok. Ayah hebat yang sudah lama mendambakan kehadirannya. Ya, kebetulan memang berada di rahimmu, bukan di rahim Mama. Tidak masalah, Vi. Jangan khawatirkan Mama. Mama berjanji akan ikut bertanggung jawab hingga semuanya beres!" kata mamanya dengan tegas.


"Oh, ya Vi! Satu lagi! Kamu harus keluar dari sekolah itu sampai baby-mu lahir. Kami akan mengurus secepat mungkin. Mulai hari ini kamu di rumah saja. Jangan lupa browsing di internet bagaimana seharusnya menjaga kandungan, cari tahu apa saja tentang ibu hamil. Ada senam ibu hamil, ada bagaimana cara merawat payudara, ada juga bagaimana menjaga ketenangan hati. Semua bisa kamu cari lewat internet. Jangan malas. Banyak berjalan-jalan meskipun hanya di dalam rumah. Jangan memperbanyak tidur! Paham?"


"Iya, Ma!" jawab Vivi sambil mengelus-elus perut dan payudara.


"Mas. Kuminta padamu, mulai sekarang Mas harus perhatikan Vivi dengan lebih baik. Berikan apa yang dibutuhkan sebagai istrimu karena Vivi harus merasa menjadi ibu yang bahagia!"


"Iya. Terima kasih!" kata Prasojo sambil memeluknya.


Nadya mengurai pelukan suami secara halus sambil berbisik, "Kutunggu di kamar!" berharap tidak didengar Vivi.


Nadya pun beranjak meninggalkan kamar Vivi.


"Nah, kaudengar sendiri 'kan, bagaimana Mama menerima keadaan ini? Jangan khawatir, Papa tahu bahwa Mama pun sangat bahagia!" ujarnya kepada Vivi.


Vivi menggangguk sambil tersenyum dengan sorot netra berbinar-binar.


"Kamu tidak usah khawatir dengan mamamu. Aku sudah sangat mengenalnya. Mamamu tulus. Apa yang dikatakannya, itulah isi hatinya!"

"Iya. Mama hebat!" Vivi mengangguk-angguk dengan gembira.

"Nah, Papa akan diskusi dengan mamamu dulu. Papa tinggal dulu sebentar, ya! Nanti Papa balik ke sini lagi!" pamitnya.

"Baiklah, Pa!"


Beberapa saat kemudian, Prasojo meninggalkan sang kekasih di dalam kamarnya dan menyusul Nadya ke kamar mereka. Vivi melepas semua busana dan becermin dengan cermat melihat perubahan diri.


Dalam hatinya berkata, "Oh, ... benar, aku memang hamil! Terima kasih, Nak, telah hadir di rahimku!" 

Ia bersenandika sambil meneliti semua perubahan yang dialami. Dibelailah perut yang mulai dirasa ada gerakan-gerakan, denyut-denyut, membuatnya geli itu setiap kali.


Hatinya sangat bahagia dimampukan memberikan kebahagiaan bagi ayah dan ibu angkatnya. Meskipun tidak terpikirkan sebelumnya, ternyata cinta tulus kepada ayah angkatnya ini telah memberikan kebahagiaan tersendiri. Ya, cintanya timbul seiring dengan pergaulan setiap hari. Cinta yang tumbuh dengan sendirinya. Kata pepatah Jawa, "Witing tresna jalaran saka kulina" karena sudah bergaul sejak kecil, benih-benih cinta itu tumbuh subur di hati.

***

"Mas, kamu harus menjaga perasaan Vivi. Aku minta tolong padamu. Ketika berada di depannya jangan bermesraan denganku. Kamu bisa memperlakukanku biasa saja. Jangan membuatnya cemburu! Lalu, selalu lakukan kepadanya yang lebih mesra sehingga dia bahagia. Satu lagi. Mas harus  melatih menyusui baby-nya, membuat putingnya siap untuk diisap bayi begitu lahir nanti!"


"Caranya?" tanya Prasojo polos sambil menatap nanar.


"Mulai nanti malam, Mas bisa tidur di kamarnya. Tidur di kamarku sesekali saja. Yang penting jangan pernah tinggalkan dia di malam hari. Lalu, berlakulah seolah masih bayi. Perlakukanlah istrimu itu sebagaimana seorang ibu menyusui bayinya. Ah, jangan seolah tidak paham!" Nadya tersenyum tipis.

"Perlakuan itu sangat bagus untuk merangsang syaraf kelenjar payudara, sekaligus membersihkan kotoran di pori-pori puting sehingga pori-pori itu melebar memudahkan aliran susu keluar. Dengan demikian dia akan siap menyusui saat baby lahir nanti. Menurutku, kehamilannya sudah menginjak bulan keenam sebab sudah ada kurasa denyutnya di sana!" kata Nadya datar saja.


"Tolong ingat-ingat dengan baik. Sepertinya usia kehamilannya harus Mas hitung sejak pertama kali Mas melakukanya!"


"Hmmm, ... iya Dik!" gumam Prasojo.


"Kapan Mas melakukannya pertama kali?" selidik Nadya.


"Sejak survei di lokasi penelitian. Saat itu dia kehujanan. Karena  lupa tidak membawa payung, aku membelikan baju ganti. Lalu karena dia sangat kedinginan,  kami mampir ke hotel. Maksudnya semula supaya ia bisa mandi air hangat dan berganti pakaian.  Maaf, Dik. Aku yang melihatnya saat kehujanan tidak tahan. Aku benar-benar khilaf. Sekali lagi, maafkan aku, Dik!"


"Iya, Mas. Nggak apa-apa. Santai saja. Orang sudah terjadi mau gimana. Menurutku ini sudah takdir dari Allah. Kalau selama ini aku berharap ada seorang wanita yang sukarela meminjamkan rahimnya untukku, untuk menampung benih suamiku, dan ternyata wanita itu adalah Vivi, aku rela dan ikhlas Mas. Yang penting bagiku ... Mas memiliki keturunan. Aku ingin Mas bahagia, dan kebahagiaan Mas adalah kebahagiaanku juga!" ujar Nadya dengan jelas dan tegas.


"Aku tahu, aku tak sanggup memberimu keturunan. Maka aku tetap mau kamu memiliki keturunan itu. Sedangkan aku, jangan kamu permasalahkan. Nanti, dengan diberikan kesempatan mengasuh baby pasti aku pun bahagia. Seandainya Vivi ingin melanjutkan sekolah hingga kuliah pun tidak masalah. Hanya saja, Mas harus mengizinkannya ber-KB agar kehamilan kedua setidaknya tertunda. Ingat, Vivi masih terlalu muda sehingga sekali sentuh saja setelah lahiran, pasti dia akan hamil lagi!" urainya membuat hati Prasojo sangat tersentuh.


Begitu pasrah sang istri itu, entah terbuat dari apa hatinya bisa selapang itu menerima kenyataan perselingkuhannya dengan Vivi! Semula Prasojo pikir Nadya akan meradang. Namun, ternyata selembut itu perasaannya. Padahal, yang digagahi adalah kemenakannya sendiri. Kok bisa, ya setegar itu? Pikir Prasojo merasa salut dan bangga akan ketegaran Nadya.


Nadya tahu bahwa mulai saat ini posisinya sebagai istri telah tergeser, tetapi ia tetap menjalankan tugas kewajiban sebagai seorang istri yang mengurus dapur dan sumur, tetapi tidak lagi urusan di kasur.  Ya, untuk urusan asmarandana, Nadya justru meminta agar sang suami menomorsatukan Vivi. Hal itu karena konon katanya ibu hamil sangat membutuhkan nafkah batin lebih banyak.

Maka, tidak peduli bagaimana sakit dan pedih perih hatinya melihat dengan mata kepala sendiri sang suami telah berselingkuh, ia tetap memberikan support kepada pasangan yang tengah dimabuk asmara itu. Satu saja keinginannya, yakni agar suaminya beroleh keturunan.  Dengan  lapang dada dihadapilah kondisi sengkarut keluarganya dengan tabah, tawakal, dan ikhlas.

*** 

bersambung 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun