"Aku tahu, aku tak sanggup memberimu keturunan. Maka aku tetap mau kamu memiliki keturunan itu. Sedangkan aku, jangan kamu permasalahkan. Nanti, dengan diberikan kesempatan mengasuh baby pasti aku pun bahagia. Seandainya Vivi ingin melanjutkan sekolah hingga kuliah pun tidak masalah. Hanya saja, Mas harus mengizinkannya ber-KB agar kehamilan kedua setidaknya tertunda. Ingat, Vivi masih terlalu muda sehingga sekali sentuh saja setelah lahiran, pasti dia akan hamil lagi!" urainya membuat hati Prasojo sangat tersentuh.
Begitu pasrah sang istri itu, entah terbuat dari apa hatinya bisa selapang itu menerima kenyataan perselingkuhannya dengan Vivi! Semula Prasojo pikir Nadya akan meradang. Namun, ternyata selembut itu perasaannya. Padahal, yang digagahi adalah kemenakannya sendiri. Kok bisa, ya setegar itu? Pikir Prasojo merasa salut dan bangga akan ketegaran Nadya.
Nadya tahu bahwa mulai saat ini posisinya sebagai istri telah tergeser, tetapi ia tetap menjalankan tugas kewajiban sebagai seorang istri yang mengurus dapur dan sumur, tetapi tidak lagi urusan di kasur. Â Ya, untuk urusan asmarandana, Nadya justru meminta agar sang suami menomorsatukan Vivi. Hal itu karena konon katanya ibu hamil sangat membutuhkan nafkah batin lebih banyak.
Maka, tidak peduli bagaimana sakit dan pedih perih hatinya melihat dengan mata kepala sendiri sang suami telah berselingkuh, ia tetap memberikan support kepada pasangan yang tengah dimabuk asmara itu. Satu saja keinginannya, yakni agar suaminya beroleh keturunan.  Dengan  lapang dada dihadapilah kondisi sengkarut keluarganya dengan tabah, tawakal, dan ikhlas.
***Â
bersambungÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H