"Mulanya, saat itu ... Papa melihatmu kehujanan. Papa baru menyadari bahwa Papa telah jatuh cinta dan sangat mencintaimu. Sejak pertama kali bersamamu, hati Papa sangat bahagia. Ya, sangat bahagia! Semangat Papa muncul kembali sehingga Papa merasa menjadi lebih muda. Terima kasih, Sayangku!"
Hati sang putri pun meleleh sesaat setelah mendengar Prasojo mengatakan hal itu. Prasojo ingin mengenang kembali peristiwa beberapa bulan lalu ketika pertama kali dia menyentuh si jelita. Lalu diulanglah persis seperti apa yang mereka lakukan pertama kali. Kali ini tentu saja dengan perasaan  membuncah. Sangat  bahagia karena diketahui bahwa buah cinta mereka telah bertumbuh dan berkembang di rahim kekasih.
Sang bidadari pun sangat bahagia. Hal  inilah yang akan membantunya menghilangkan kecemasan selama menanti kelahiran buah hati. Setelah beberapa saat, mereka berdua masih menjalin kebersamaan, masih baringan di ranjang, Prasojo pun masih mengelus perut kekasihnya yang mulai membuncit.
"Nak, Papa sangat merindukanmu. Tenanglah, kami akan memperlakukanmu dengan sangat istimewa! Bertumbuh dan berkembanglah dengan sempurna, kami menantikan kelahiranmu dengan bahagia!"
"Sayang, jika kamu menginginkan sesuatu jangan segan-segan, ya! Papa akan melakukannya. Misalnya, kamu ingin makan apa gitu ... Â jangan tidak diomong supaya baby kita pun bahagia!" tolehnya kepada pasangan.
Sang  putri hanya mengangguk sambil tersenyum manis.
"Pa, Vivi takut Mama marah. Bagaimana Vivi harus bersikap?"
"Nggak apa-apa. Mama mau mengerti dan sangat bahagia melihat Papa bisa memiliki keturunan. Kamu tenang saja, ya!"
"Beneran, Mama nggak apa-apa ...? Vivi segan karena merebut suaminya," ujarnya lirih.
"Tak ada yang merebut Papa, tetapi ... Papa justru sangat bahagia beroleh hadiah istimewa dari Vivi. Bukan dari yang lain! Percayalah. Inilah yang Papa tunggu sejak lamaaaa banget!" rayunya menatap teduh netra sang kekasih.
"Emmm ... gimana dengan keluarga yang lain kalau tahu, Pa?"