Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 7)

17 Mei 2024   16:30 Diperbarui: 18 Mei 2024   07:38 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati siapa yang tidak terpikat oleh pemandangan indah itu? Prasojo pun tidak kuasa menahan diri untuk tetap mempertahankan posisi sebagai ayah angkat. Ia hanyalah lelaki biasa, bukan malaikat. Pria normal dan tentulah memiliki keinginan sebagaimana makhluk pada umumnya. Hati siapa tidak kan terpesona melihat pemandangan memukau di hadapannya?


Bukankah jika dua makhluk berlawanan jenis berada di suatu ruangan sama, pasti akan tergoda oleh nafsu manusiawi? Kalau tidak salah satu, mungkin justru kedua-duanya. Tersekap dalam ruang yang sama, dengan seluruh rasa luar biasa. Siapa mampu menahan gejolak rasa?


Entah bagaimana awal mulanya. Dalam hitungan menit, dosa pun menyeret mereka ke pintu neraka. Berawal dengan candaan manis saja, tetapi pasti kian menghanyutkan. Ya, memang permainan manis. Bukan hanya manis kala disesap, melainkan juga lembut menggoda iman. Satu kali, dua kali, hingga pertahanan keduanya runtuh seruntuh-runtuhnya. Bukankah ini tujuan iblis menggoda manusia? Nasihat waspada yang selalu didengungkan oleh para leluhur, tentu tak mampu didengar dalam suasana tergoda.


Akhirnya, bunga yang sedang mekar dengan indah itu, kini telah menikmati perilaku lebah sang penyerbuk. Sang lebah berdengung menggelepar mengitari mahkota hingga menyerap sari madu termanis yang dihasilkan. Mau bagaimana lagi? Kalau sudah terjadi, nasi pun menjadi bubur! 

Begitu tentu saja dalih mereka, bukan? Pasti ujung-ujungnya, "Ya, sudahlah ... biarlah mengalir sebagaimana takdir berlaku!"

Bisakah begitu? 

*** 


"Aneh," pikir Prasojo, "Mengapa dia tidak menolak sama sekali?" tanyanya di dalam hati.


Ternyata jawabannya sangat tidak diduga. Ya, Prastowo mengingat saat itu. Dengan maksud agar tidak merasa sendirian, mereka membawa Vivi tidur sekamar dengan ranjang berbeda karena kamar mereka cukup luas. Tetapi siapa sangka kalau ternyata putri kecilnya itu melihat dan menginginkan hal yang sama?


Hal yang tak pernah terlintas di pikiran Prasojo. Bahkan, sempat terpikir jika putrinya mengidap suatu kelainan. Sempat ketakutan jangan-jangan begitu mudahnya dia ditaklukkan pria. Bagaimana dengan tugasnya menjaga dan menjagainya?


"Ah, ... bukankah justru aku yang menggugurkan dan menggagalkan masa depannya? Hmm ... ayah angkat macam apa aku ini?" rutuknya dalam hati.


Namun, kata hati itu terkalahkan oleh kondisi faktual. Di depan netra, seorang gadis jelita sedang menatap dan menantangnya untuk berbuat sesuatu.


Sebelum tengah malam, segala sesuatu telah  berlangsung dan mengalir tanpa perhitungan. Entahlah bagaikan pembalap kalap yang ingin menyelesaikan etape demi etape lika-liku perjalanan terjal mereka hingga mencapai garis finish dengan hasil sempurna. Menjadi pemenang dan memperoleh medali kejuaraan. 


Prasojo paham. Sesuatu yang dengan sukarela dipersembahkan kepadanya, kini telah berhasil  ditaklukkan dengan indah. Ya, sesuatu yang pernah dimimpikan dan diinginkan si kemenakan tatkala melihat aktivitas serupa. Citra kedewasaan yang bermain di pelupuk mata pada suatu waktu dahulu manakala usia masih belum cukup umur. Kini ketika hal itu terjadi padanya, tentu dengan sepenuh hati dilakukan demi cinta terpendamnya kepada sang paman.

"Ahh, sepolos itukah cinta?" keluh Prasojo dalam hati.


Dia menyerahkan diri tanpa tangis; rela melakukan karena konon hal itu merupakan impiannya sejak lama. Prasojo terhenyak. Ternyata si putri remaja itu mengemukakan dengan jujur bahwa dia pernah memergoki saat Prasojo dengan sang bibi sedang berebahan bersama di suatu waktu. 

Saat itu sang putri masih terlalu kecil, tetapi memori ingatannya merekam dengan baik apa yang dilihat. Ia pendam dan simpan memori itu tanpa sepengetahuan siapa pun. Diam-diam si kecil pun terobsesi. Dia berkeinginan suatu saat diberi kesempatan melakukannya. Itulah sebabnya dia pasrah dengan semua yang dilakukan ayah angkatnya itu. Tak heran jika ketika Prasojo memperlakukannya sebagai wanita dewasa, dia pun sangat menikmati.

*** 


Selama seminggu lebih ditinggal sang istri, Prasojo justru selalu tidur di kamar putri angkat itu setiap malam. Tentu saja menambah daftar panjang dosa yang dilakukan.  Hal yang seharusnya menjadi tabu, justru  setiap saat mereka melakukan tanpa terjeda. 

Anehnya, justru dosa menggunung ini membuat mereka merasa sangat bahagia. Ketika Prasojo menanyakan alasan, ternyata jawabnya sangat simple, "Cause I love you more!" menunduk dengan muka merona.

 
Setelah dua minggu berada di luar kota, sang istri  pulang. Tidak ada sesuatu yang berubah. Tak ada pula hal yang pantas membuat curiga. Semua berlangsung seperti sebelum kepergiannya. Biasa saja. 

Sang kemenakan masih bersama sang suami ketika berangkat ke sekolah. Pulang naik ojek seperti biasa pula. Tidak ada hal aneh yang terjadi. Akan tetapi, jauh di dalam hati Prasojo merindukan kebersamaan dengan sang putri tercinta. 

Ia tidak dapat menahan gejolak rindu karena sejak istri ke luar kota, mereka merasa begitu lengket bagaikan meterai ditempelkan ke atas akta perjanjian.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun