Namun, kata hati itu terkalahkan oleh kondisi faktual. Di depan netra, seorang gadis jelita sedang menatap dan menantangnya untuk berbuat sesuatu.
Sebelum tengah malam, segala sesuatu telah  berlangsung dan mengalir tanpa perhitungan. Entahlah bagaikan pembalap kalap yang ingin menyelesaikan etape demi etape lika-liku perjalanan terjal mereka hingga mencapai garis finish dengan hasil sempurna. Menjadi pemenang dan memperoleh medali kejuaraan.Â
Prasojo paham. Sesuatu yang dengan sukarela dipersembahkan kepadanya, kini telah berhasil  ditaklukkan dengan indah. Ya, sesuatu yang pernah dimimpikan dan diinginkan si kemenakan tatkala melihat aktivitas serupa. Citra kedewasaan yang bermain di pelupuk mata pada suatu waktu dahulu manakala usia masih belum cukup umur. Kini ketika hal itu terjadi padanya, tentu dengan sepenuh hati dilakukan demi cinta terpendamnya kepada sang paman.
"Ahh, sepolos itukah cinta?" keluh Prasojo dalam hati.
Dia menyerahkan diri tanpa tangis; rela melakukan karena konon hal itu merupakan impiannya sejak lama. Prasojo terhenyak. Ternyata si putri remaja itu mengemukakan dengan jujur bahwa dia pernah memergoki saat Prasojo dengan sang bibi sedang berebahan bersama di suatu waktu.Â
Saat itu sang putri masih terlalu kecil, tetapi memori ingatannya merekam dengan baik apa yang dilihat. Ia pendam dan simpan memori itu tanpa sepengetahuan siapa pun. Diam-diam si kecil pun terobsesi. Dia berkeinginan suatu saat diberi kesempatan melakukannya. Itulah sebabnya dia pasrah dengan semua yang dilakukan ayah angkatnya itu. Tak heran jika ketika Prasojo memperlakukannya sebagai wanita dewasa, dia pun sangat menikmati.
***Â
Selama seminggu lebih ditinggal sang istri, Prasojo justru selalu tidur di kamar putri angkat itu setiap malam. Tentu saja menambah daftar panjang dosa yang dilakukan.  Hal yang seharusnya menjadi tabu, justru  setiap saat mereka melakukan tanpa terjeda.Â
Anehnya, justru dosa menggunung ini membuat mereka merasa sangat bahagia. Ketika Prasojo menanyakan alasan, ternyata jawabnya sangat simple, "Cause I love you more!" menunduk dengan muka merona.
Â
Setelah dua minggu berada di luar kota, sang istri  pulang. Tidak ada sesuatu yang berubah. Tak ada pula hal yang pantas membuat curiga. Semua berlangsung seperti sebelum kepergiannya. Biasa saja.Â
Sang kemenakan masih bersama sang suami ketika berangkat ke sekolah. Pulang naik ojek seperti biasa pula. Tidak ada hal aneh yang terjadi. Akan tetapi, jauh di dalam hati Prasojo merindukan kebersamaan dengan sang putri tercinta.Â