Maka kubawalah si bungsu ke rumahnya. Si bungsu sebenarnya merekomendasikan ke rumah sakit, tetapi sekali lagi terkendala faktor biaya. Akhirnya, si bungsu hanya memberikan beberapa obat dan berjanji akan berkonsultasi dengan ahli penyakit jantung sahabatnya.
Seorang kardiolog teman si bungsu sebenarnya memberikan penawaran untuk pemeriksaan bebas bea, tetapi ada saja alasannya.
Seperti  keluhan yang disampaikan kepadaku, "Aku ini masih muda sudah dikasih sakit begini. Aku takut Bu, tidak bisa melihat tumbuh kembang anakku!"
Saat  itu aku hanya memotivasi saja, "Tuhan memberi penyakit, tentu juga memberi obat dan solusinya! Percaya dan semakin mendekat kepada-Nya saja, Pak!" dijawabnya dengan anggukan lesu.
Aku sempat dua kali berkunjung mengantar si bungsu visite ke rumahnya. Ternyata Tuhan memang berkehendak lain. Tuhan memanggil temanku saat putri sulung duduk di kelas 2 SD dan putri kedua masih berusia empat bulan.
Kita benar-benar tidak tahu rencana Tuhan. Padahal semula dia sangat aktif membimbing siswa dalam olahraga voli dan basket hingga beberapa kali tim siswa menjuarai lomba tingkat kotamadia. Namun, hanya hitungan bulan jantung bermasalah dan mengantar dia pulang ke alam baka.
Karena itu, kita tidak bisa memprediksi bahwa orang yang nampak sehat akan berusia panjang. Tidak bisa! Karena kematian tidak pernah melihat usia, kesehatan, atau apa saja. Jika Tuhan sudah berkehendak, orang sehat pun diambil-Nya. Semua tergantung pada otoritas dan kehendak Tuhan semata!
Temanku tersebut dua bulan sebelumnya oleh teman-teman diberi surprise saat berulang tahun. Tentu saja didoakan panjang umur, bukan? Dan anehnya, saat itu temanku tersebut mengatakan, "Senang sekali hari ini. Ada tart ulang tahun, ada tumpeng nasi kuning. Apa tahun depan aku masih bisa berulang tahun, ya?" seolah dia merasa bahwa itulah pesta ulang tahunnya yang terakhir. Itulah firasat yang tidak pernah kami, teman-temannya, menyadarinya.
Kembali dengan sikap dan perilaku bungsuku. Aku seolah sebagaimana pepatah Jawa, "Kebo nusu gudel!" kerbau menyusu kepada anak kerbau. Artinya, orang tua yang harus belajar dari yang lebih muda atau bahkan dari anaknya sendiri. Tuhan mencelikkan mataku melalui ulah dan tingkah laku positif dari bungsuku!
Tentu sebagai orang tua kami pun mengajar dan mendidik mereka dengan sangat baik. Jika mereka memiliki jiwa sosial seperti itu, pasti mereka juga melihat kami orang tuanya yang tidak pelit dalam hal berbagi kasih.
Meski kami hidup sederhana sebagai keluarga guru, ketiga putra kami juga mengetahui kalau kami sering membantu memberikan les atau kursus gratis kepada mereka yang memang tidak mampu membayar biaya les. Hanya itu yang kami mampu! Apa yang bisa kami lakukan, kami mencoba berbagi hal tersebut sehingga masyarakat yang kurang beruntung menikmati fasilitas sebagaimana layaknya.
Masalah kedermawanan, aku pun belajar banyak dari si bungsu. Bukan berarti aku tidak perhatian sama sekali dengan kaum duafa, melainkan harus meningkatkan perhatian dan kepedulian kepada mereka. Sebab kita harus yakin bahwa mereka diciptakan-Nya agar kita pun berkesempatan berbagi kasih. Entah berbagi dana atau sekadar perhatian sebab Tuhan menghendaki agar seimbang antara kasih kita kepada Tuhan dan juga kepada sesama kita.