Saat Bunga telah memiliki jabatan tinggi, dimodalinya orang tua dan sang paman untuk membuka sebuah cafe dengan menyewa lahan di suatu tempat. Sayang, persaingan kuliner di kota kami terlalu marak sehingga cafe tersebut kurang berkembang sebagaimana harapan.
***
Pagi itu, teman lama itu datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Setelah bercerita ke sana kemari, dia berpamitan pulang. Tiba-tiba disodorkannya paksa kepadaku sebuah amplop tebal.
"Haahh, ... apaan ini?" tanyaku.
"Hussshh, ... sudahlah, ambil saja! Ini rezeki dari Tuhan! Ayo, jangan tolak!" katanya sambil menyorongkan ke tanganku. "Pokoknya, ini dari Tuhan, Mbak! Titik! Makanya jangan ditolak!" pesannya sambil tersenyum, kemudian dituntunlah Vario barunya pulang.Â
Aku pun berterima kasih sambil menitip salam untuk seluruh keluarga.
Nah, dompet yang tadi kutimang dengan sedikit gusar, ternyata telah diisi Tuhan dengan cara luar biasa. Maka, benar kata orang tua dan sabda-Nya di kitab suci, "Jangan pernah khawatir akan apa yang kamu makan, kamu minum, dan kamu pakai. Sedang burung di udara yang tidak menabur saja diberi-Nya makan!" aku hanya tepekur. "Tuhan, terima kasih atas pemeliharaan-Mu!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H