"Ma ... hari ini ... mmmm," katanya sangat lambat, cukup membuatku penasaran, Â "yang Mama kunjungi tempo hari itu ... mmm ... meninggal dunia!" Â katanya sengaja diperlama, diperlambat, dan diperpelan.
Ya, Allah. Aku terperanjat. "Mama sudah ingat, dia siapa?" lanjutnya.
"Ooohh, ...! Ya, aku ingat. Dua belas tahun lalu dia muridku di SMA Bintang. Dia punya grup band yang disegani. Selain ganteng, dia juga baik kepada teman! Tapi kondisinya kok berbalik 180 derajat, ya! Aku sampai tidak mengenalinya lagi!" ceritaku setelah mengingat-ingat si pasien.
"Mama tahu dia sakit apa?" tanyanya menyelidik.
"Enggak!" jawabku.
"Ma, murid Mama itu ODHA! Orang dengan HIV/Aids! Mangkanya Mama langsung disuruh pulang oleh dr. Albert. Dan itu ruangan isolasi, Ma!" urainya detail.
"Oh, my God!" lemas seluruh tulang-tulangku. Teringat saat Dimas dan kelompoknya masih berjaya di sekolah. Memang termasuk grup yang terkenal berani dan tergolong anak-anak orang berada yang nakal dan bandel. Jika katanya band-nya sedang ada job, Â mereka berlima tidak masuk. Sudah diingatkan, orang tuanya pun sudah dihubungi, tetapi tetap saja tidak berubah.
"Makanya kapan hari dr. Albert meminta Mama dengan sangat santun karena dipikir pasti Mama nggak paham. Dan ternyata benar, kan? Mama nggak ngerti kalau dia itu pasien isolasi. Artinya, tidak boleh dikunjungi, Ma! Takutnya tertulari! Karena lendir, liur, darah, keringat bisa jadi membuat orang lain tertular! Maka aku tanya apa Mama bersalaman? Untunglah Tuhan mengirim dr. Albert yang langsung menyelamatkan Mama dengan memaksa Mama secara halus untuk keluar dari ruangan!" katanya rinci.
"Oohh!"
"Makanya, jangan sembarangan! Tanyakan dulu ke petugas, boleh dikunjungi apa tidak! Jangan diulangi lagi, ya, Ma!" jelasnya, "Aku pun sudah menemui dr. Albert. Aku sudah berterima kasih padanya! Ada salam darinya buat Mama!" lanjutnya.
Aku cuma manggut-manggut. Bodohnya aku! Tak terpikir olehku kalau putra ibu itu mantan muridku dan terkena HIV/Aids sehingga berbulan-bulan dirawat di sana. Aku hanya iba melihat betapa tampak sedih ibundanya. Itulah mengapa aku tergerak dan terbeban untuk mendoakannya.