Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada Pohon Pinang

2 Mei 2024   17:08 Diperbarui: 2 Mei 2024   17:10 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Balada Pohon Pinang 

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Siang itu sangat terik. Beberapa jenis rumput di semak-semak sudah sangat kepanasan.

            "Ya, Tuhan ... panas sekali. Aku haus!" jerit beberapa jenis rumput hampir bersamaan. Selanjutnya berbisik atau berteriak bergantian.

            "Iya, sama. Aku juga merasa kepanasan!" seru yang lain.

            Akan tetapi, dua pohon pinang yang tumbuh di antara mereka dengan sombong menimpali suara-suara rumput yang ada di bawah kakinya.

            "Hmmm ... dasar rumput tak berharga. Kenapa kalian menjerit-jerit mengganggu tidurku, hah? Padahal angin sepoi-sepoi sangat nyaman di atas sini!" serunya.

            "Kami kepanasan, Pinang!" seru Putri Malu.

            "Makanya ... jangan berisik! Semakin berisik kamu akan makin merasa kepanasan, tahu! Tenagamu akan habis dengan berteriak-teriak begitu! Bikin polusi suara saja!" sergah Pohon Pinang.

            Semak belukar di bawah pun akhirnya terdiam. Walaupun panas bukan main, mereka hanya mendesis. Tidak berani lagi berkeluh kesah.

            "Ha ... itu ada dua orang yang datang kemari! Mereka pasti akan mencari buah kami. Sementara, kalian, wahai rumput ... pasti akan dibabat habis karena kalian itu tidak berguna! Percayalah padaku!" seru Pohon Pinang dengan bangga.

            "Kemarin ada yang mencari kami katanya untuk obat kok!" bela ilalang dengan lantang.

            "Apa? Untuk obat? Jangan ngaco, kamu ya! Di mana-mana yang namanya ilalang itu hanya gulma, tanaman pengganggu!" dalih Pohon Pinang tak mau kalah.

            "Akar ilalang itu obat tensi, Kawan. Sudah banyak tabib atau orang pintar ramuan yang mencarinya, kok!" dalih ilalang dengan garang.

            "Hmmmm .... Aku nggak percaya!" Pohon Pinang mulai kesal.  

            "Benar kok. Aku mewakili rumput teki ya ... setidaknya ada lima belas manfaat rumput teki bagi manusia, dari dibuat bedak hingga obat haid!" sambut rumput teki sambil menggoyang-goyangkan ujung bunganya.

            "Halaaahhhh ... sok tahu, kamu Teki! Jangan berhalusinasi!" bentak Pinang tidak terima.

            "Kalau tidak percaya, coba tanya sana sama Mbah Google! Bukan hanya Pinang yang berguna bagi manusia!" rumput teki tampak jengkel.

            "Dengar ya Kawan-kawan! Di lingkungan sini ini, kamilah yang unggul. Tubuh kami yang menjulang bisa melihat langit dengan leluasa. Kalau kalian, wahai semak belukar! Kamu diciptakan dengan tinggi kurang dari semester saja kan? Nah, kamu bisa melihat apa? Paling-paling kamu hanya berguna sebagai saran gular beludak saja!" ejek pohon pinang.

            "Kalau semak-semak diciptakan sangat tinggi, ya tidak bisa menutupi permukaan tanah, Saudaraku!" bela semak belukar. "Kalian berdua jangan sombong dulu. Apa pun jenis tanaman yang ditumbuhkan Allah pasti berguna. Jangan sembarangan menghina yang lain!" debatnya.

            "Lah, memang iya. Kenyataan loh! Kalau Pinang jelas gunanya! Coba dengarkan kuuraikan ya. Tandan bungaku sangat dibutuhkan saat manusia menikahkan anak-anak mereka. Adat pengantin Jawa ada yang namanya kembar mayang. Nah, di situlah tandan bungaku diunduh. Lalu buahku. 

Buah pinang digunakan sebagai obat dan perlengkapan makan sirih. Memang sih zaman sekarang manusia tidak lagi makan sirih pinang seperti dulu, tetapi saat upacara adat pasti diperlukan. Sedangkan batang pohonku yang kokoh, kurus, tetapi lurus rata ini sangat disukai oleh mereka sebagai bahan pembuatan jembatan tradisional. Itulah manfaat tubuhku ini!" seru Pinang sambil mengibas-ngibaskan daunnya.

            "Saya kira, semua yang diciptakan Allah pasti ada gunanya!" bisik Putri Malu.

            "Arrgghhhh ... kamu sok tahu banget, Putri Malu! Nah, nih kuberi tahu ya ... dua orang lelaki yang menuju ke sini itu membawa kapak. Pasti mereka akan menghabisi kalian!"

            Langkah kaki dua orang lelaki makin mendekat.

            "Pak, yang mana?" tanya salah seorang.

            "Yang itu saja! Itu kelihatan pas garis tengahnya!" jawab seorang yang lain.

            Tidak berapa lama, kapak lelaki itu menebang pohon pinang yang sombong. Satu jam kemudian, berdebum suara pohon sombong itu tumbang. Dan setelahnya, dua lelaki itu memikulnya arah ke desa agak jauh dari tempat mereka tumbuh.

            Kini pohon pinang sombong itu mendadak mati. Tinggal  satu yang masih bergoyang-goyang ditiup angin.

            Semak belukar pun diam. Mereka bergoyang-goyang dengan gemulai. Seolah-olah hatinya berkata, "Sombong itu tak ada gunanya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun