"Oh, ... yang dari jurusan ekonomi itukah?" tanya satu temannya yang lain.Â
"Iya, konon si Sun sudah bertunangan kabarnya!" ujarnya.
"Jangan keras-keras, nanti dia mendengar!" lanjut salah seorang temannya pula.
Jujur, saat mendengar berita tersirat itu aku saangat terkejut. Selama satu semester belajar bersamanya aku merasa nyaman. Kupikir aku sudah mulai menyukainya. Aku diam-diam juga merindukannya. Tapi tiba-tiba kudengar berita seperti itu. Sungguh bagaikan halilintar yang menyambar di siang bolong.
Aku sempat tersedak. Untunglah, ada air di teko yang bisa dituang swalayan dan diminum secara gratis. Sejak saat itu aku membatasi diri. Aku tidak mau merusak hubungan percintaan mereka. Ya, tentu saja aku tidak mau menjadi pelakor. Maka, biarlah rasa cintaku yang mulai tumbuh ini kubunuh diam-diam. Kupendam saja kisah kasihku ini. Cukup kusimpan di dalam hati!Â
Saat ditanyakan nilaiku, aku sempat mengucapkan terima kasih atas semua jasa dan pengorbanannya. Tak ada yang  berubah darinya, namun aku harus sadar diri. Akulah yang harus minggir dan menyingkir
Ketika perut terasa kenyang, kami pun meninggalkan kantin itu. Aku pamit mendahului Kak Sun dan teman-temannya. Aku pun tidak jadi mengantar teman wanitaku karena dia sudah dijemput pacarnya. Maka aku tinggalkan mereka dan berjalan lewat koridor menuju area parkir dengan sedikit gontai.
"Biarlah cintaku yang bersemi di kampus ini kupendam dalam-dalam dalam hatiku terdalam!" senandikaku sambil mengayun langkah menuju tempat parkir hendak mengambil motorku.Â
***
Aku mengenalnya saat terlambat masuk perkuliahan. Kuliah umum yang diikuti oleh berbagai jurusan, berbagai angkatan. Aku tidak memperoleh kursi sehingga harus berdiri berbaris di tepian dinding. Lalu, seseorang memintaku duduk di sebelahnya karena kursi yang dipesan temannya kosong.
"Wuaahh, ... surprise!" kata kakak di sebelah kiriku.