Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kala Keladi dan Kelapa Menua

23 April 2024   19:57 Diperbarui: 23 April 2024   20:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dikatai dan dioloklah aku oleh pacarku demikian, "Dasar wanita bensin!"

Karena emosi memuncak, kukatakan dengan lantang, "Siapa pun lelaki yang melamarku membawa sepeda motor inreyen (baru) aku mau menjadi istrinya!"

Ternyata, di ruang tamu indekos ada seseorang yang mendengar dan katanya sudah lama menaruh hati kepada diriku. Bahkan, keinginan untuk memperistri aku itu selalu diungkapkan dalam doa. Dia selalu memintaku langsung kepada Tuhan melalui doa pribadinya.

Minggu berikutnya aku libur semester dan pulang ke desa. Saat itulah, datang seorang tamu --si jejaka tua yang terpaut lima belas tahun denganku-- mencariku ke desa dengan membawa sepeda motor baru demi melamarku! Nah, menikahlah kami secara mendadak karena 'sayembara' yang kukatakan sendiri. Jadi bukan MBA, merried by accident, ya!

Saat itu, Mei 1978. Bertepatan dengan perubahan program di kampus. Aku tidak lagi diizinkan ikut skripsi, tetapi harus ikut S-1 tahun depan. Selama kosong kuliah satu tahun, Tuhan memberiku momongan, 11 April 1979. Bahkan, sulung ini kesundulan pula. Pada usia 20 bulan, adiknya lahir, 14 Desember 1980. Jadi, aku lulus S-1 dengan hadiah dua jagoan tampan dan cerdas! Sementara, teman kuliahku belum apa-apa, masih single, aku sudah berbuntut dua! Terpujilah Tuhan, keluarga kecil kami diberkati. Lima tahun kemudian, lahir pula si bungsu, 12 Mei 1985. Ketiga jagoan dengan kecerdasan luar biasa, lulus S-1 dengan nilai membanggakan, cumlaude! Bahkan, saat bungsu S-2 di Ohio University diberkati-Nya meraih IP sempurna, 4,00!

Oh, iya, karena tidak memiliki struktur silsilah jelas, aku pun tidak pernah berharap memperoleh warisan. Namun, gegara hal itu, pada awal pernikahan, aku pernah mendengar hinaan mertua yang menyindirku membawa (maaf) alat kelamin saja dengan bahasa pasar kotor yang tak layak didengar. Namun, justru kata-kata keramat itu kujadikan pemacu, pemicu, dan penyemangat kerjaku. Hingga bisa kubuktikan bahwa bersama-Nya kami bisa menyiapkan warisan buat ketiga jagoan agar tidak dihina mertuanya. Yang lebih penting, jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, menjangan mati meninggalkan tanduk bercabang, setidaknya aku pun sudah meninggalkan nama di Perpusnas. Itulah warisan terindah buat anak cucu kelak.

Ketika sulung kuliah S-1, Tuhan mengizinkanku mengambil S-2. Kuliah ini harus kulakukan karena tuntutan kerja. Aku juga nyambi menjadi dosen honorer di salah sebuah perguruan tinggi swasta. Maka, dengan ijazah ini, makin mantap tugasku. Bukan hanya sebagai guru dan dosen, melainkan juga sebagai pengajar les privat di bimbingan belajar terbesar dan terbaik se-Indonesia.

Di sela-sela kesibukan mengajar, aku yang pernah sakit hati pada suami karena puisiku dirobeknya, semangat menulisku kembali menggeliat. Kutulislah cerita anak, kukirim ke koran atau majalah. Ternyata diterima, dimuat, dan dampak positifnya dikirimi wesel pos. Lumayan, bisa untuk membelikan sepatu anak-anak. Sejak saat itu, suami mendukung sepenuhnya. Berlanjut menulis artikel lepas di koran-koran lokal, dimuat hingga puluhan judul. Bahkan, oleh Malang Post dimintanya aku menjadi narasumber aktivitas Guru Menulis se-Malang Raya. Dampaknya, aku memperoleh kesempatan menjadi Guru Berprestasi walau hanya tingkat Kota Malang.

Pengalaman saat indekos pusing memikirkan dana hidup, sebelum menikah aku berjanji tidak mau mengelola keuangan. Alergi, hehe! Sampai 45 tahun pernikahan, suami yang akuntanlah pengelola keuangan keluargaku sehingga beberapa asset bisa kami miliki. Hingga kini aku tidak pernah pegang uang, tetapi tetap mencari uang sekalipun telah purnabakti.

Kini, sudah saptawarsa aku purnatugas. Namun, sejak triwarsa silam, seorang teman mengajakku mengikuti kursus menulis online, bahkan membawaku ikut nubar saat dia menjadi PJ (penanggung jawab) event. Ketua PJ, Kak Rahayu dari Dandelion Publishing, saat itu melihat potensiku yang selalu vokal dan ceriwis di grup. Maka, dipinang, diajak, dan diajarinyalah aku menjadi PJ event dari nol. Nah, sejak tiga tahun lalu itulah aku berhasil melahirkan banyak karya, baik buku solo maupun antologi. Bukan main-main. Saat menulis ini, buku soloku sudah 24 judul, 23 di antaranya ber-ISBN, sementara antologiku sejumlah 156 judul dari berbagai genre dan penerbit indie. Bahkan, satu judul novella cerita anak dan panduan praktis sebagai buku solo sedang antre ISBN  untuk solo ke-25 dan 26.

Nah, siapa takut usia tua? Usia boleh menua, tetapi semangat harus tetap membara, bahkan membaja. Apalagi ketiga jagoanku yang sudah matang dan mantap berkarier di bidang masing-masing menjadi team support system yang luar biasa pula buatku. Termasuk suami yang dulu menyepelekan bahkan merobek karya puisiku, sejak 1990-an melihat artikel, cerpen, dan cernakku sering dimuat koran atau majalah, support-nya luar biasa! Merekalah yang justru memintaku menulis agar terhindar dari kepikunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun