Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Doa dan Asa dalam Pinta

22 April 2024   18:08 Diperbarui: 22 April 2024   18:28 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doa dan Asa dalam Pinta

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"A mother's love is full of patient and always forgiving when all others are forsaking. It never falls or falters, even though the heart is breaking." 


"The heart of a mother is a deep abyss at the bottom of  which you will always find forgiveness."

 (Unknown)

 

Dear ... Putraku yang sangat kusayangi dan kubanggakan,

Saat salah seorang dari kalian ada di rahim Mama, pernah Mama tidak bisa tidur karena selalu anyang-anyangen. Mama menangis dan memohon kepada Tuhan agar kalian menjadi seseorang yang pinter, wasis, wicaksono, mursid, dan sampurno. Kalimat doa yang diajarkan oleh Roh Kudus dan selalu kami berdua ungkapkan dan pintakan kepada-Nya.

Sampurno alias sempurna. Ya, saat Mama masih gadis, di desa kala itu Mama melihat seorang bayi yang mengalami ketidaksempurnaan fisik. Konon kata Kakek Nenek gegara ayahnya membunuh hewan saat si janin masih di dalam rahim.

Sungguh, bukan Mama menghina ciptaan-Nya, bukan! Melainkan Mama bermohon agar kalian dianugerahi kesempurnaan fisik. Bukan pula Mama memojokkan keberadaan para disabilitas, bukan! Melainkan doa dan harapan tulus nomor perdana yang Mama sampaikan kepada-Nya. Mama memohon kesempurnaan fisik karena tidak tega melihat mereka yang tunadaksa. Itu saja. Mama yakin, Tuhan mendengar doa dan harapan Mama. Makanya, doa ini sangat urgen Mama rasakan sehingga tak henti-hentinya memohon.

Saat anyang-anyangen itu Mama menangis bukan hanya karena kesakitan, melainkan memohon dengan rendah hati kepada Tuhan yang merenda ragamu dan menciptakanmu berada di rahim Mama. Ya, Mama ingin setidaknya kelak kalian menghargai dan menghormati perjuangan Mama. Perjuangan Papa yang mencari nafkah bagi kita selama Mama tidak bisa menghasilkan uang karena sedang berbadan dua.

Sejak triwulan pertama, tubuh Mama mulai beradaptasi dengan kehadiran dan keberadaanmu di rahim Mama. Rasa luar biasa dan pengorbanan untuk tetap bisa makan dengan asupan gizi bagus sangat menyita waktu dan pikiran. Setiap rama mual itu datang, setiap apa yang Mama makan harus tumpah, Mama tetap bertahan untuk makan. Ya, sesulit apa pun, sepahit apa pun, Mama harus makan karena bukan hanya Mama, melainkan juga dirimu harus menerima asupan gizi terbaik.

Pada triwulan kedua, tendangan dan gerakanmu yang membuat Mama geli juga harus Mama syukuri. Semakin hari kepandaian gerakanmu kian nyata. Tahukah kalian, Nak? Kebahagiaan luar biasa yang Mama rasakan atas makhluk mungil kecintaan kami berdua. Saat itu belum ada USG, tetapi kami sudah menetapkan nama buatmu, karena kami yakin bahwa kalian adalah jagoan kecil kami. 

Memasuki triwulan ketiga, secara manusia penderitaan memang kian mendera. Akan tetapi, dibandingkan dengan penantian kehadiranmu di dunia, derita selama hamil itu bukanlah apa-apa. Hal biasa bagi setiap wanita yang diberi anugerah hamil dan melahirkan. Jadi, yang ada adalah rasa bangga dan bahagia semata.

Karena Mama menikah muda dan kurang memperoleh akses bacaan saat itu, Mama tidak tahu bagaimana melahirkan nanti, dan tidak seorang pun memberi tahu Mama bagaimana harus menghadapinya. Para orang tua di lingkungan Mama, Mbah Putri dan Mbah Buyutmu pun tidak pernah memberitahukan masalah persalinan karena mereka pikir toh semua wanita hamil akan mengalaminya. Jadi, Mama bagai katak di dalam tempurung!

Hingga akhirnya, Mama merasa malam itu ada cairan hangat yang keluar. Nah, Mbah Putri meminta Papa mengantar Mama ke rumah sakit bersepeda motor. Mama hanya dilapisi dua kain saja tanpa diberi tahu harus membawa perlengkapan apa pun. Namun, Mama merasa harus membawa baju baik untuk Mama maupun untuk calon putra kami. Beberapa helai baju bayi sudah kami beli dari toko beberapa saat sebelumnya.

Sampai di rumah sakit bersalin, ada sedikit drama yang jika Mama ingat membuat tertawa. Ya, karena takut, Mama bersembunyi di balik pintu. Akhirnya, ditemukan salah seorang perawat. Singkat cerita, Mama diajari kok bagaimana menghadapi masa itu.

Luar biasanya adalah dokter yang menangani, saudara teman akrab Papa, almarhum dr. Atmodjo, begitu sabar dan gratis! Bahkan, resep dokter pun atas nama beliau sehingga tak sepeser pun kami membayar. Luar biasa, bukan?

Atas kebaikan dokter inilah diam-diam Mama memohon kepada-Nya agar kelak putra Mama menjadi seorang dokter yang baik hati dan murah hati seperti itu.

Nah, ternyata Mama melahirkan dengan cara normal, tanpa jahitan sama sekali. Bahkan, dua puluh bulan kemudian, Mama melahirkan putra kedua! Baik putra pertama maupun putra kedua adalah jagoan yang sangat tampan dan menggemaskan!

"My hope is to raise my children so that they love themselves so fiercely that they refuse to settle for anything less than they deserve." Berharap mampu membesarkan anak-anak agar mereka mencintai diri mereka sendiri sehingga menolak menerima sesuatu yang kurang pantas mereka dapatkan. Itulah harapan sejati seorang ibu.

Dua tahun sejak kelahiran putra kedua, Mama mengalami hamil anggur. Tujuh bulan harus bed rest sehingga kalian berdua mau tidak mau harus Mama titipkan pada keluarga. Syukurlah, penyakit yang terkenal sebagai mola hidatidosa itu diselesaikan Tuhan dengan cara ajaib. Selanjutnya, lima tahun berikutnya, Mama diberi kesempatan hamil lagi. Luar biasa! Konon, kalau pernah terkena penyakit itu tidak bisa hamil, tetapi Mama diberi anugerah hamil lagi.

Sementara itu, ada Mama baca sebuah quotes begini, "A child is the most beautiful gift this world has to give." -- Unknown. Ya, Mama tahu bahwa seorang anak adalah hadiah terindah yang diberikan dunia ini. Jadi, menjadi seorang ibu bagi Mama sangatlah membahagiakan karena memperoleh hadiah istimewa terindah dari-Nya!

 

Nak, bukan masalah kehamilan yang sebenarnya hendak Mama ungkapkan, melainkan harapan dan impian Mama terhadap kalian bertiga. Maka, izinkan mama mengungkapkannya, ya ... entah kapan kalian membacanya, tetapi suatu saat nanti Mama berharap kalian membacanya.

Kalian tahu bagaimana perjuangan Mama yang berasal dari desa ini. Selain itu, kalian juga tahu mengenai silsilah kehidupan Mama yang sangat menyedihkan dan membuat Mama prihatin sejak kanak-kanak hingga dewasa. Satu keinginan Mama adalah memelopori generasi sukses yang bebas dari gunjingan masyarakat. Bahkan generasi terbaik di antara seluruh saudara dan keluarga besar Mama, semoga. Amin.

Bukan berarti Mama digunjing dan dihujat masyarakat, bukan! Melainkan sebagai dampak tindakan generasi di atas Mama, ada perasaan untuk tidak mau generasi sesudah Mama mengalaminya. Sakit hati banget. Namun, rasa itu Mama gunakan sebagai pemacu dan pemicu semangat sehingga Mama diberi kesempatan berhasil mencapai cita-cita.

Ya, betul sekali, Nak! Konon  katanya kalau seseorang ditempa kesulitan sejak kanak dan remaja, dia akan menjadi sekuat baja. Seolah pedang yang dimasukkan bara perapian, sebagaimana yang dilakukan pandai besi, setelahnya masih harus ditempa sedemikian rupa, hasilnya adalah pedang tajam tiada tandingan.  Dengan tirta netra tiada habisnya menganak sungai, Mama ingin keluar dari kemiskinan dan keterpurukan. Mama pun tidak ingin kalian mengalami hal serupa. Maka, Mama dan Papa berupaya sekuat tenaga agar kalian bisa bersekolah dan berkuliah tanpa harus susah payah mencari biaya sendiri! Mama dan Papa ingin kalian fokus hingga lulus strata satu. Jika sudah, kalian bisa mencari beasiswa untuk lanjut kuliah ke mancanegara. 

Nah, seperti yang kalian ketahui dan seringkali Mama sampaikan secara lisan, keinginan Mama adalah kalian menjadi orang-orang yang dihormati dan disegani karena kebaikan budi bahasa kalian. Karena kami berdua hanya sebagai guru biasa, bahkan Papa hanya guru honorer suatu yayasan kecil, kami ingin kelak kalian berhasil meniti karier. Jika Papa Mama telah berkontribusi memandaikan anak orang, kami juga ingin putra kami pandai! Lebih pandai daripada murid Mama dan Papa! Itulah target kami. Seolah memaksakan kehendak, ya? Bersyukurnya, kalian pun ingin memetik bintang itu untuk Mama. Terima kasih, Nak!

Mama telah mengajarkan kepada kalian bagaimana mencuri start, bukan? Sebelum bersekolah, kalian sudah Mama ajari sendiri calistung, baca-tulis-hitung sejak usia kalian tiga warsa. Bersyukur, kalian dianugerahi otak encer sehingga mudah menyerap ilmu yang Mama sampaikan. Ujung-ujungnya kalian bertiga selalu menjadi bintang, memperoleh beasiswa, dan cum laude. Sungguh ... hati kami meleleh, terharu sekali atas upaya kalian!

Papa yang hanya meminta namanya disebut saat kelulusan, ternyata berkali-kali menemani kalian berada di panggung kehormatan karena prestasi kalian. Syukur tak terhingga kepada Allah yang bertahta di surga mulia. Walaupun nama Mama tidak pernah disebut karena selalu nama ayah yang disebut. Hahaha ... sesuatu yang sering Mama protes, ya? Bukankah Mama yang mengandung dan melahirkan, mengapa tidak dihargai, ya? Bukankah kepintaran itu gen dari ibu? Artis Dian Sastro dalam tiktok-nya juga mengemukakan loh kalau gen pandai bersumber dari ibu. Bahkan, pada artikel lain juga pernah Mama baca, kok. Jadi, bukan Mama menggombal loh ya! Hehe ... protes yang tak pernah tersampaikan, tetapi Mama yakin kebenaran pasti ada tempatnya.

Oh, iya. Keinginan Mama untuk memiliki putra yang menjadi dokter, sudah dikabulkan-Nya. Lengkap, bungsu selain dokter juga dosen. 'Kan Mama pernah bilang dan ada lagunya juga, tuh. Walaupun ayahnya sopir angkot, anaknya harus menjadi pilot. Kalau ayahnya loper koran, anaknya harus menjadi wartawan. Nah, kalau orang tuanya guru, anaknya harus menjadi dosen, bukan? Intinya, profesi dan karier anak-anak harus lebih baik daripada orang tuanya.

Demikian pula keinginan Papa untuk memiliki putra yang melanjutkan karier bekerja di suatu bank pun terlaksana. Karena peristiwa menyedihkan, Papa terpaksa keluar dari salah sebuah bank saat kariernya memuncak. Sakit  hatinya disampaikan melalui doa, berharap putra kami ada yang melanjutkan karier sebagai akuntan dan bankir. Terpujilah nama-Nya Yang Mahamulia karena sulung dan putra kedua memiliki kepiawaian di bidang tersebut. Persis seperti cita-cita ayahnya!

Nak, Mama sadar bahwa Mama berasal dari desa yang dengan perjuangan keras bisa mandiri. Nah, mandiri dan tidak pernah menghina seseorang adalah hal yang Mama inginkan kalian miliki. Memiliki rasa empati dan simpati, termasuk welas asih sangat Mama harapkan. Ternyata, suatu saat mata Mama dicelikkan oleh  sikap, sifat, dan perlakuan kalian terhadap orang kecil. Kalian membuka mata hati kami bahwa apa yang sudah kami tanamkan sejak dini, ternyata mendarah daging di dalam kehidupan kalian.

Mas Dokter, si bungsu, yang membuat Mama Papa bangga karena menggratiskan biaya pengobatan pasien yang memerlukan, persis seperti yang alm. dr. Atmodjo lakukan. Hatinya yang baik, peramah, dan penyabar ... sungguh fotokopi sang almarhum yang ketika ketiga putra kami masih balita dikiriminya mainan alat kedokteran. Mungkin, saat itu beliau pun menitipkan pesan tersirat agar profesinya menurun kepada putra kami. Hal yang sangat tidak kami sadari, ternyata bungsu memegang tongkat estafet itu.

Si sulung yang mengambil alih peran pendampingan dan pendanaan studi lanjut untuk adik ipar tiri yang ditinggalkan ayah kandungnya menikah lagi pun menjadi bukti bahwa putra kami ini berjiwa luar biasa. Titik tirta netra Mama menuliskan kemuliaan hatimu ini, Nak! Kesuksesanmu itu tidak kaunikmati sendiri, tetapi kaubagikan pula kepada yang memerlukannya.

Sementara si tengah yang lebih pendiam pun tidak kalah hebat perjuangannya. Konon kalau masalah beri-memberi dialah jagonya. Tidak perlu diberi tahu dan memberi tahu, otomatis dilakukannya. Termasuk, dana yang ditransfer khusus buat kami untuk makan enak, katanya.

 

Ketiga kalian adalah putra yang sangat kami banggakan. Kalian telah berhasil membahagiakan hati kami di masa tua kami ini. Semua harapan yang kami jadikan asa saat lalu, telah kalian wujudkan.

Tahukah, Nak? Saat ini ketika Mama Papa sudah purna, kami begitu lega. Hati kami senantiasa bersyukur mendengar berita tentang kalian yang peduli dan rendah hati. Kami selalu terhenyak manakala teman-teman baik kalian menceritakan bagaimana perhatian kalian terhadap mereka. Maka, hingga saat ini kami tetap mendoakan dan menyebut nama kalian satu per satu sambil tetap memohon pinter, wasis, wicaksono, mursid, dan sampurno.

"Love your parents. We are so busy growing up, we often forget that our parents are growing old." Kata bijak ini sangat tepat untuk mengakhiri cerita Mama; pesan kami buat kalian bertiga, jagoan luar biasa harta terindah milik kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun