Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemilau Kejora Itu

21 April 2024   04:54 Diperbarui: 24 April 2024   02:18 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemilau Kejora Itu

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Saat Nindi masih kecil, bersama keluarga di desa, hampir setiap malam cuaca cerah, mereka selalu melihat langit luas yang terhampar. Hal itu karena rumah mereka di desa berada di dataran rendah sangat luas. Di depan rumah mereka terbentang sawah yang juga sangat luas. Pemandangan tidak terhalang oleh pepohonan tinggi, kecuali deretan pohon asam jawa yang berjajar di jalan menuju desa sebelah selatan.

Desa tersebut lumayan sangat jauh dari kota kecil kabupaten. Mungkin sekitar tujuh kilometeran. Kiri kanan jalan merupakan persawahan yang ditanami berselang-seling. Kadang padi, kadang tebu. Namun, tetap saja. Ditanami apa pun mereka tetap bisa memandang langit luas.

Sering sekali di tengah malam mereka melihat bintang jatuh. Indah sekali. Suatu pemandangan yang tidak pernah bisa Nindi lihat lagi ketika merantau di kota tempat tinggal yang sekarang. Pemandangan langka bagi Nindi karena di kota ini rumah mereka kampung berhimpitan dengan jalanan berkelok dan naik turun. Khas daerah kota setengah desa, tetapi di dataran tinggi alias pegunungan. Sangat berbeda dengan tempat hidup Nindi di desa! Karena itu, Nindi tidak pernah lagi melihat fenomena bintang jatuh atau apa pun itu! Menyedihkan sekali, bukan?

Pada saat masih kecil, Nindi juga pernah mengalami melihat fenomena 'Lintang Kemukus'. Bintang berekor yang konon bagi masyarakat Jawa dihubungkan dengan mitos dan kondisi berbangsa dan bernegara. Padahal, secara geografi fenomena  itu juga bintang jatuh. 

Sesuai kepercayaan, kalau melihat bintang jatuh mereka harus secepatnya berdoa. Apa pun yang didoakan bersamaan dengan kelebat bintang jatuh itu, konon akan dikabulkan. Ahaha, ... Nindi tidak tahu apakah itu mitos atau nyata. 

Di antara bintang-bintang tersebut, mereka juga selalu melihat rasi bintang gubug penceng, atau rasi salib selatan. Rasi itu selalu mereka lihat dengan jelas. Namun, Nindi lebih terpesona dengan sebutir bintang yang dalam bahasa Jawa disebut Lintang Panjer Esuk  jika tampak di pagi hari, dan berubah nama menjadi Lintang Panjer Sore jika tampak sore hingga malam hari. Nah, bintang yang paling terang dan selalu setia inilah yang terkenal dengan sebutan bintang kejora.

Waaahh ... berbicara tentang bintang kejora, jadi teringat akan lagu kanak-kanak yang diciptakan oleh Pak AT Mahmud. Nindi juga masih hafal dan sangat suka menyenandungkannya, loh! Lagu ini dinyanyikan oleh Tasya Merekala dan Tasya Rosmala. Demikian lirik lagu tersebut:

 

Kupandang langit
Penuh bintang bertaburan
Berkelap kelip
Seumpama intan berlian
Tampak sebuah
Lebih terang cahayanya
Itulah bintangku
Bintang kejora yang indah selalu

 

Jika ingin melihat kemilau bintang kejora, cobalah tengok ke langit timur saat pagi hari. Pasti kita akan melihat cahaya terang dari sebuah benda langit. Mungkin masyarakat di daerah kalian menyebut sebagai bintang timur. Ya, benar! Bintang timur atau bintang kejora itu akan terlihat sejak subuh. Jika matahari sudah bersinar, cahayanya akan pudar. Namun, menjelang senja, kita akan bisa melihatnya kembali. Bintang itu hadir kembali. Kali ini sebutannya beda, yakni bintang senja. 

Sebenarnya, bintang kejora 'panjer esuk' yang terlihat saat subuh dan menjadi bintang senja 'panjer sore' tersebut bukanlah bintang, melainkan sebuah planet.

Cobalah lakukan sendiri. Saat subuh tiba, lihatlah ke arah timur! Pasti akan terlihat cahaya terang dari benda angkasa. Orang menyebutknya bintang timur atau bintang kejora. Mengapa disebut demikian? Karena bersinar di waktu fajar di timur. Saat sore hari, kita juga dapat melihatnya kembali. Karena muncul sore, bintang itu disebut juga dengan bintang senja.

Padahal sesungguhnya itu bukanlah bintang melainkan planet. Planet kedua setelah Planet Merkurius, yaitu Planet Venus. Planet merupakan benda langit yang tidak bercahaya. Lalu cahayanya berasal dari mana? Cahayanya sama seperti bulan satelit alami bumi, yaitu dari pantulan bintang terdekat dengan bumi yang kita sebut Matahari. Bintang yang selama ini menjadi pusat edar planet-planet yang mengelilinginya dalam satu kala revolusi. Pada gugusan bintang galaksi Bima Sakti.

Planet Venus mempunyai ukuran yang hampir sama dengan bumi. Diameter Venus kurang lebih 12.320 km dengan jarak rata-rata ke Matahari 108, 2 juta km. Venus mempunyai atmosfer yang selalu diselubungi awan tebal sehingga teropong tidak dapat melihat permukaan planet Venus.

Akibat awan tebal tersebut, keadaan Venus seperti tungku api, suhunya sangat panas. Venus berotasi secara berlawanan arah dengan planet lain anggota tata surya yang lain, yaitu searah dengan jarum jam. Planet Venus melakukan rotasi selama 243 hari, serta berevolusi mengelilingi Matahari selama 225 hari. Atmosfer Venus hampir 98% berupa karbon dioksida, sisanya uap air dan oksigen. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa kajian, di Venus tidak ada kehidupan.

Setiap manusia yang memaksimalkan waktu menjelang, saat, dan setelah subuh pasti bersua dengan sang bintang kejora. Cahayanya yang berasal dari pantulan sinar mentari pada belahan bumi yang mengalami siang begitu indah. Bintang kejora akan segera hilang saat mentari keluar dari peraduannya. Itulah keajaiban Tuhan Yang Maha Esa, pencipta hiasan bagi umat-Nya yang senantiasa berpikir ini.

Bahkan, ada cerita menarik  yang pernah Nindi dengar tentang bintang. Seorang gadis kecil menanyakan kepada ibunya mengenai keberadaan ayahnya. Ayah si anak tersebut telah meninggal dunia sejak ia bayi.

Karena kebingungan, inilah yang  dikatakan oleh ibunya, "Ayah berada di sana!" sambil menunjuk langit saat malam hari dengan hiasan sejuta bintang.

"Wah, aku akan ke sana mencari Ayah!" celoteh si anak.

Sang ibu semakin kebingungan sekaligus ketakutan jika mimpi si anak terlalu tinggi. Maka, sang ibu pun sebisanya mengemukakan dengan bahasa sederhana.

"Kita tidak bisa ke sana, Nak! Jauh sekali!"

"Bisa, Bu! Bisa! Aku pasti bisa! Bantu aku ke sana, ya!" sambut si anak dengan sangat antusias.

Sejak saat itu, sang ibu melihat betapa gigih putri kecilnya belajar dan berdoa sehingga menamatkan sekolah lanjutan atasnya dengan sangat memuaskan. Sang ibu berpikir, kini saatnya dia harus membantu si putri yang sudah beranjak remaja untuk menggapai cita-citanya. Meraih bintang! Sang ibu pun menjual harta benda miliknya, rumah, emas, semua perhiasan, bahkan benda berharga lain. Untuk apa? Ya, untuk membantu si putri meraih cita-citanya!

Ternyata masih tetap sangat gigih, si putri memasuki perguruan tinggi yang mengharuskannya hidup dengan disiplin ketat semimiliter. Ya, dia masuk akademi yang akan membawanya meluncur menjadi astronot. Si putri cantik itu akhirnya lolos dan dikukuhkan menjadi astronot putri pertama mewakili negaranya.

Saat diwawancarai di televisi ketika hendak terbang perdana menjelajah ruang angkasa, sang ibu sangat bangga dan bahagia mendengar pengakuannya. Si putri menjawab dengan bangga alasan terbang ke luar angkasa adalah karena sejak kecil mendengar bahwa ayahandanya yang sudah berpulang itu berada di antara bintang-bintang. Maka dengan sangat antusias ia ingin menunjukkan kepada sang ibu bahwa ia bisa menjumpai ayah di atas sana. Dengan menjadi astronot, ia telah mewujudkan mimpinya ingin menuju bintang.

"Karena Ayah adalah sang bintang dan Ibu telah menyediakan sayap untukku, aku siap terbang ke luar angkasa! Mohon doa dan restu seluruh masyarakat," tukasnya menutup wawancara dengan seulas senyum simpul yang sangat manis. Dikatupkanlah kedua telapak tangan di dadanya!

Di rumah, sang ibu yang sedang menonton televisi berurai tirta netra mendengar penuturan putrinya yang sedang berjuang mencari ayah di luar angkasa. Sungguh sangat menginspirasi, bukan?

Nindi pun berpikir keras, "Kalau begitu ... kita juga bisa meraih mimpi, terbang ke bulan menggapai bintang sekalipun. Bukankah Pratiwi Sudarmono pernah menjadi astronot wanita pertama Indonesia pada tahun 1985 saat pemerintah Indonesia bekerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration)? Kalau dia bisa, kita pun pasti bisa. Ya, kalian juga pasti bisa."

Lalu, ia menyemangati dirinya sendiri dalam senandika, "Jangan  lupa tetap menjaga motivasi dan semangat tetap membara, ya .... Yang pertama, jadilah bintang di hati kedua orang tua. Selain itu, berusahalah juga untuk menjadi bintang di kelas, bahkan di sekolah. Yakin saja, kamu pasti bisa! Selamat berjuang!"

Hingga saat ini Nindi masih mengikat erat cita-citanya tersebut di dalam doa. Sesuatu yang sangat diinginkannya itu diserahkan kepada sang pencipta. Doanya tiada pernah putus. Kemilau kejora itu tetap berpendar dan selalu menjadi fokus hidupnya.  

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun