Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Jembatan Sampah

8 April 2024   16:59 Diperbarui: 8 April 2024   17:17 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukan Jembatan Sampah

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Tinggal di sebelah sungai merupakan keinginan masa kecil karena mudah untuk memperoleh air guna menyiram tanaman hias. Namun, setelah pada akhirnya memiliki rumah bersebelahan dengan sungai bukan manfaat tersebut yang penulis dapat. Sungai masa kini telah berubah fungsi karena masyarakat memanfaatkannya sebagai pengganti tempat sampah.

Sedih, kesal, dan geregetan melihat siapa pun dengan enaknya membuang sampah di jembatan sebelah rumah. Padahal, penulis sendiri rela membuang sampah di tempat pembuangan sampah berupa gerobak sampah atau tempat transit pembuangan sampah yang cukup jauh dari rumah. 

Sebenarnya setiap RT memiliki petugas pembuang sampah atau pasukan kuning yang dikordinasi. Namun karena kontur tanah tempat tinggal penulis seperti berada pada dasar mangkuk,  penulis harus tahu diri dengan mengantar sendiri sampah tersebut ke gerobak sampah. Sayangnya, justru orang lain dan anggota masyarakat daerah lain malah seringkali menjadikan jembatan sungai itu sebagai tempat pembuangan sampah.

Seringkali salah seorang tetangga penulis menderita karena rumah mereka kebanjiran. Bahkan, minggu lalu anggota masyarakat di bibir sungai tersebut mengalami kebanjiran hingga setinggi leher orang dewasa. Akan tetapi, perilaku masyarakat pun tidak berubah. Setiap saat, terutama malam hari, kami pasti mendengar suara gedebuk dari mobil atau motor. Setelah itu mereka  bersegera pergi. Jelas, barang yang berbunyi nyaring tersebut adalah tas plastik besar berisi sampah yang dilemparkan!

Yang membuang sampah itu sungguh tidak berperikemanusiaan. Mereka tidak berpikir jika sampah dapat menyumbat aliran sungai sehingga masyarakat di hilir kebanjiran. Mereka pun tidak pernah mengerti bahwa polusi berupa bau tidak sedap sangat mengganggu kehidupan masyarakat yang berada di sebelah menyebelah jembatan itu.

Rasanya penulis ingin berteriak sekencang-kencangnya atau marah-marah, tetapi kepada siapa? Kepada tetangga sendiri yang rutin membuang sampah di tempat itu? Rasanya penulis telah memberitahukan secara halus dan sopan akan dampak pembuangan sampah tersebut, tetapi perilaku masyarakat tidak berubah juga. Melapor kepada RT? Sudah juga penulis lakukan, tetapi kurang mendapat respons positif apalagi perubahan tindakan. Mengirim SMS pengaduan melalui koran lokal pun sudah penulis lakukan, tetapi upaya itu pun sia-sia belaka. 

Jika penulis memesan secara mandiri tulisan mahal berbunyi, "Dilarang Membuang Sampah di Jembatan Ini" penulis bukan pemilik pribadi sungai dan jembatan itu. Jangan-jangan malah mendapat perlawanan. Sangat dilematis!

Mendengar cerita saudara yang pernah datang ke Belanda dan melihat tayangan video yang dibuat tentang keberadaan sungai di negara itu yang dipelihara sedemikian rupa, penulis sangat iri. Masyarakat Belanda sangat menghargai keberadaan sungai bahkan memberdayakannya sebagai tempat wisata air.

Penulis berandai-andai. Seandainya masyarakat kita sedikit memiliki rasa perhatian terhadap sungai, tentu bencana banjir dapat diminimalisasi. Bahkan, sungai dapat dimanfaatkan sebagai tempat budi daya ikan dengan rumpon dan karamba, tempat pemancingan, juga tempat wisata jika memungkinkan. Karena itu, melalui koran online kecintaan masyarakat ini penulis ingin mengajak masyarakat pembaca meningkatkan kepedulian terhadap keberadaan sungai. Semoga ke depan seiring dengan kepedulian kita, masyarakat yang memiliki hunian di bibir sungai merasa lega karena polusi bau pun semakin reda.  

Bersyukur sejak setengah tahun terakhir, jembatan sudah dipasang jejaring dan papan pengumuman untuk tidak membuang sampah. Akan tetapi, masih saja ada beberapa gelintir anggota masyarakat yang melipir dan membuang tas keresek entah berisi apa di ruang kosong, di sebelah yang berjaring. Hmm, masih ada saja akalnya. Memang kalau sudah membudaya, susah juga menumpas kebiasaan tak baik itu.

           

Hanya ada satu cara yang bisa penulis lakukan, yakni berdoa. Berdoa agar si pembuang sampah diberi kesadaran akan adabnya yang kurang terpuji dan penulis pun diberi-Nya kesabaran untuk setiap hal yang diujikan oleh-Nya. Amin.  

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun