Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna di Balik Sebuah Tanya

8 April 2024   01:23 Diperbarui: 8 April 2024   02:01 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Santai, tetapi sampai" pada tujuan paedagogis. Hasilnya? Siswa terpana dan terdiam seribu bahasa! Nah, ....

Pembaca yang budiman! Jika berada pada posisi penulis, tentu Anda pun memiliki bermacam penafsiran terhadap pertanyaan siswa SMP tersebut. Gurauan, ejekan,  sindiran, atau apa? Jika mengedepankan emosi, bisa jadi penulis tersinggung dan marah. Apalagi, saat itu penulis bekerja nonstop pagi hingga sore. Kelelahan fisik dapat menyulut kemarahan. Beruntung, penulis mampu meredam emosi dan menguasai situasi.

Saat masih bersekolah dulu, jangankan bertanya seputar daerah prive seperti itu, bertanya tentang materi yang belum dipahami saja begitu segan dan takut. Ya, zaman telah berubah. Sekarang, pada era globalisasi dan transparansi dituntut keterusterangan dan keterbukaan.

Pertanyaan  itu dapat dikatakan sebagai pertanyaan 'biasa', realisasi keterbukaan alias 'blak-blakan'. Siswa tak terbebani rasa bersalah. Sah-sah saja! Atau bisa juga merupakan refleksi era reformasi dan demokrasi yang bebas menyuarakan isi hati.

Terlalu polos, masih kanak-kanak? Itu juga, bisa jadi! Ataukah cuma bercanda belaka? Jika benar, itu kelakar tak wajar! Namun, terlepas dari semua, pertanyaan tersebut menggelitik sanubari. Mengapa  bertanya seperti itu? Apakah karena pengaruh media cetak dan elektronika yang saban hari menyajikan gosip perceraian para artis dan selebritis? Apa yang salah? 

Mengapa siswa bisa tergelincir pada pertanyaan menggelitik, tetapi kurang cantik seperti itu? Beribu pertanyaan berkecamuk di benak dan otak, bukan?

Pendidikan etika dan tata krama (maaf) harus menjadi prioritas di tengah-tengah keluarga agar putra/putri kita mampu bersosialisasi dan bermasyarakat dengan menjunjung harkat dan bermartabat. Mampu berkomunikasi interpersonal secara cerdas, berkualitas,  elegan, anggun, dan santun serta memiliki kualitas IQ, EQ, dan SQ seimbang dan selaras.

Kendala yang harus terkendali adalah keterbatasan waktu. Karena pelbagai tuntutan, kedua orang tua pun bekerja. Intensitas  pertemuan antara anak dan orang tua sangat minim. Tak ada waktu untuk berdiskusi, berbagi cerita suka atau duka, dan bercanda dengan keluarga. Dampaknya, anak kurang memahami bagaimana mereka harus bersikap dan bertanya secara santun kepada orang yang lebih tua, lebih dewasa, dan bahkan kepada guru yang harusnya dihormati.

Anak tak paham bagaimana bersikap, bertutur, dan bertingkah laku secara etis, agamis, dan manusiawi karena orang tua tak punya kesempatan menyampaikannya baik secara eksplisit maupun implisit. Kesalahan bukan pada si anak; semata-mata karena kekurangpahaman terhadap nilai rasa, bahasa, dan etika.

Sungguh, dalam hati penulis miris. Mari kita cermati kembali bagaimana pola asuh yang kita terapkan di dalam keluarga. Jangan  sampai mereka melontarkan pertanyaan sembrono terhadap orang lain, hanya karena kita tak pernah punya waktu untuk memberitahukan dan mencontohkonkretkan tata cara dan tata krama pergaulan itu. Jangan pula putra/putri kita mendapat cap "kurang ajar" karena tak teratur bertutur atau tak wajar berujar. Kita pesankan wanti-wanti kepada putra/putri kita agar mereka selalu menjaga nama baik keluarga. Kita jaga semoga kita tidak menjadi malu oleh ulah dan ujaran buah hati kita. 

Sejatinya, apa yang dilakukan dan dituturkan putra/putri kita sebenarnya cerminan bagaimana kita melakukan dan menuturkan sesuatu kepada mereka. Demikian para pewicaksana mengingatkan kita. Bagaimanapun  kita (para orang tua) adalah tokoh identifikasi bagi putra/putri kita. Tokoh yang diteladani dan disegani! Nah, apa pun posisi kita, saatnya berintrospeksi dan berbenah diri ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun