Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Biarkan Burung Bertandang Bebas

7 April 2024   15:28 Diperbarui: 7 April 2024   15:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Biarkan Burung Bertandang Bebas

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu 

Panorama favorit spontan alami jika di rumah adalah banyaknya burung yang bersliweran dan bertandang sambil bersiul-siul merdu. Sesekali datang Prenjak (Cimblek) pewarta datangnya tamu, Trocokan, Kutilang, juga Pipit. Apalagi saat sepi pada pagi, tengah hari, pun sore kawanan burung liar datang serempak berbondong-bondong. 

 

Halaman menjadi riuh oleh burung gereja yang bertandang. Burung mungil itu bertingkah lucu bukan kepalang. Ada yang dhidhis cari kutu, bercumbu, atau berkejaran berlompatan dari dahan ke dahan. Ramai bercuit-cuit, terbang rendah bersliweran di sela dahan dan daun pohon buah-buahan yang tumbuh subur di halaman atau menerobos di antara rerumputan dan bayam yang tersebar liar. Dengan  atraktif bermanuver dan bersalto di udara, menukik tajam, lalu bertengger berdesakan di besi jemuran.

Juga memenuhi gundukan pasir sisa material pembangunan. Mandi pasir hangat (Jw: kipu) seolah puluhan bidadari turun ke bumi melakukan ritual mandi lulur ala spa saja! Sayapnya bergeletaran, paruhnya tak berhenti bercuit, bercanda, atau bertengkar berburu tempat paling nikmat! Gerak lincah dan celotehnya bikin geleng kepala. Benar-benar sajian sinetron alami yang aduhai!

Saat  pertama datang di Malang empat dasawarsa lalu, di sepanjang Jalan Ijen dan di lingkungan RS Soepraoen terlihat banyak sarang Manyar bergelantungan di pucuk daun palma. Sarang mirip canthing alat pembatik tulis itu menghiasi hampir tiap pelepah daun. Indah! Apalagi tingkah jenaka mereka. Si jantan pamer sarang istimewa buatannya pada betina cantik yang diincarnya. Namun, apa yang terjadi sekarang? Musnah. Punah. Memuaskan rasa kangen ulah lucu burung ini, novelis Y.B. Mangunwijaya menuangkan dalam karya tenar yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, Burung-burung Manyar.

Di rumpun-rumpun bambu tepian sungai sekitar rumah penulis, sesekali masih terdengar jerit nyaring Sri Bombok atau disebut ruak-ruak yang mirip blekok hitam sedikit lebih kecil. Burung  ini pun makin jarang dijumpai di areal kota.

Burung langka, unik, dan pemalu ini diabadikan sebagai model lukisan Masmundari (alm) dari Surabaya. Christina Sandi putri tunggal Prof. Dr. Siusiana Kwelju (Universitas Negeri Malang) berhasil menyabet penghargaan dari UNEP (United Nation Environmental Program) dengan memperkenalkan Sri Bombok  di forum internasional. Burung  ruak-ruak ini harusnya dilindungi agar tetap eksis dan tak mengalami nasib buruk sebagaimana Manyar yang kabarnya tak lagi terdengar. Sementara, masyarakat dengan seenak perut menembakinya semena-mena. Kasihan, kan?

Sebenarnya Tuhan menciptakan dunia dengan segala isinya ini begitu indah, harmonis, dan sempurna. Namun, manusia sebagai ciptaan mahasempurna kurang memedulikan keberadaan sekitar sehingga harmoni yang semula membentuk simponi alam tersebut semakin tak seimbang.

Nasib malang juga dialami Burung Hantu (yang menjadi simbol pengetahuan). Burung  ini seringkali tinggal di gedung sekolah yang bertingkat. Tanda keberadaan burung  berupa sisa bangkai tikus dan kotorannya sering penulis jumpai di sotoh lantai dua sekolah tempat penulis berdinas.

Secara  musiman juga dijumpai di sekolah lain yang bertetangga dengan rumah penulis. Malam hari burung itu berada di salah satu sudut gedung lantai tiga. Namun, sambutan pengurus sekolah dan masyarakat sekitar sungguh tak bersahabat.

Burung yang sedang melepas lelah di siang hari itu diburu atau bahkan ditembaki. Tragis, kan? Padahal, mereka ini di malam hari bergerilya berburu tikus sehingga hewan pembawa sampar ini pun tidak merebak.

Keberadaan Burung Hantu ini menyelaraskan, menyelamatkan, dan menyeimbangkan ekosistem alam, menekan jumlah perkembangbiakan dan keberadaan tikus yang sebenarnya cukup meresahkan. Bukannya berterima kasih tikus dimangsa, keberadaannya malah diusik, ditangkap, dan diperjualbelikan di pasar burung atau bahkan ditembaki semena-mena.

           

Kecuali  burung pekicau yang laku dan laris manis di pasaran, burung-burung itu tak lagi diperhitungkan. Bernasib sial. Termasuk  jenis kolibri yang cuma sebesar kelingking ini sebenarnya  cukup membantu dan tak merugikan manusia. Selain kupu,  kumbang, dan lebah yang membantu penyerbukan, burung mungil itu juga menjaga tanaman steril dari hama seperti pudak dan ulat. Keper  dan ulat akan diburu hingga ke balik tiap helai daun, dikudap, dan dimangsanya. Burung predator  ini pun patut dilestarikan agar tanaman buah terselamatkan.

Andai  masyarakat sayang dan cinta akan lingkungan, memedulikan keberadaan satwa di sekitar dan tak memperlakukannya secara sembrono, apa yang diciptakan Tuhan Mahaajaib itu masih dapat dinikmati hingga anak cucu. Generasi mendatang masih menjumpai aneka burung. Bayangkan jika punah seperti dinosaurus, paling kita menceritakannya melalui slide atau foto warna. Sayang, kan? Manusia hanya mengeksploitasi tanpa pernah membiarkannya berkeliaran di alam bebas.

Banyak musisi menjadikan burung sebagai objek inspirasi karya ciptanya. Kutilang karya Ibu Sud, misalnya. Bagi Farid Hardja, burung sebagai duta cinta, "Oh burung ... katakanlah, katakan padanya aku rindu ...."

Kesedihan digambarkan sebagaimana burung terperangkap dan terkungkung dalam sangkar, "Hidupku ini ... ooh ... bagaikan burung. Mata terlepas badan terkurung," (versi dangdut) atau, "Hidup bagaikan seekor burung, dalam sangkar yang terkekang ... oh, kuingin bebas" (versi pop).

 

Bayangkan, bagaimana jika kita menjadi burung yang hanya bisa bernyanyi di sangkar emas! Sedih dan pilu, to?

Back  to nature kembali nge-trend. Banyak orang kembali ke suasana pedesaan dengan suara gemericik air terjun (air mancur) yang (tentu saja) buatan. Memelihara aneka burung berkicau, ayam hutan/bangkok, dan lain-lain agar celotehnya bisa terdengar syahdu sebagaimana suasana alami. Artinya, sebenarnya manusia menyanjung senandung alam ciptaan-Nya. Namun, di alam nyata, manusia ternyata menyia-nyiakan bahkan mengeksploitasi potensi alam secara semena.

Mengapa kita tidak berhenti sejenak untuk berpikir menikmati karya illahi dengan membiarkannya secara alami? Sebagai  wujud bahwa kita menghargai ciptaan-Nya, mari 'menyukakan hati' Tuhan agar bencana tak menimpa.

Dalam  puisi "Tuhan Telah Menegurmu", Apip Mustapa menuliskan jika bumi bergoncang dan angin meraung melintang pukang, bukankah itu pertanda teguran Tuhan?

Ebiet G. Ade bertanya, "Mengapa di tanahku terjadi bencana ... Mungkin Tuhan mulai bosan melihat ulah kita yang tidak berhenti berbuat dosa".

Penulis memiliki pohon kacang amazone yang berguna luar biasa. Pohon langka ini menjadi markas kutilang dan trocokan liar, terutama jika buah sudah merona jingga. Buah sebesar jempol tangan ini memang sangat manis.  

Berbondong-bondonglah kedua jenis burung itu bertandang. Secara  bergantian dan berkala mereka datang menikmati sajian buah amazone. Bonusnya? Celoteh dan kicau riang mereka sangat menentramkan jiwa.

Nah, masihkah kita tidak memberikan suaka dan ruang hidup bagi burung sebagai satwa penyelamat, penyelaras, penyeimbang, dan penyedia 'nyanyian sorga' alami yang menyemarakkan konser ensamble simponi musik  harmonis pada alam ciptaan-Nya ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun