Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata-kata Keramat

31 Maret 2024   08:03 Diperbarui: 31 Maret 2024   08:06 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata-kata Keramat

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Saat awal pernikahan mendadakku terpaksa kami tinggal di rumah mertua. Ya, pernikahanku mendadak bukan karena  by accident,  bukaaann ...! Aku menikah mendadak karena teriak lantang sayembaraku kepada kekasih ada yang menanggapinya.

Awalnya, gegara membayarkan SPP dan hutang warung kekasih, uangku habis sampai takmampu naik bus pulang dari tempatku PPL di luar kota. Maka, guru pembimbing PPL-ku menitipkanku nebeng guru lajang yang bersepeda motor.  Saat melihatku dibonceng sepeda motor orang  itulah, kekasihku yang melihat spontan mengolokku, "Dasar wanita bensin!" sambil mencibir.

"Ok, Mas. Jika ada lelaki, yang membawakanku sepeda motor enreiyen, aku bersedia menjadi isterinya. Takpeduli itu siapa!" teriakku lantang.

Ternyata ada orang yang mendengar dan membawakanku sepeda motor enreiyen saat aku libur semester di desa. Sampai tersesat dicarinya alamatku berbekal  ancer-ancer dari temanku. Maklum, saat itu belum ada Google Map!  Itulah sebabnya aku meninggalkan kekasihku hanya dalam hitungan hari! Dan menikahlah aku dengan seseorang, yang meminangku dengan sepeda motor gres. Lajang  dengan usia terpaut 16 tahun di atasku!

Background  hidupku memang kelam. Istri pertama ayah adalah kakak tiri ibuku. Saat ayah dinas di luar pulau, istri pertama berselingkuh hingga hamil. Ayah membalas perbuatan istri pertama itu pada ibuku. Ibuku hamil, tetapi ayah tidak bisa  menikahinya. Ayah menitipkan ibu kepada anak buah yang kemudian menikahinya. Takheran, banyak orang memberiku cap sebagai anak haram. Aku sering sangat berduka,  menangis, menyendiri, melampiaskan kepedihan dengan menulis puisi. Sayang takpernah terpikir untuk menyimpan puisi-puisi itu. Ya, biarlah sebagai pelampiasan kekesalan dan kesedihan hatiku saja! Sudah hilang bersama waktu!

Aku diasuh dan dibesarkan kakek nenek yang kupanggil bapak dan ibu. Mereka memang sangat menyayangi, tetapi tetap saja tak bisa mengisi kekosongan hatiku. Seperti ada sebagian yang hilang dari jiwaku ini!

Sepeda  motor enreiyen bawaan Mas Bojo itu kubawa kembali ke kota. Aku langsung dicabut paksa dari tempat  indekost ke rumahnya. Rumah mertua tentunya! Ini karena Mas Bojo anak tunggal!

Aku mau dipersunting menjadi istri Mas Bojo dengan syarat harus tetap diizinkan melanjutkan kuliah yang belum selesai. Bahkan, aku ingin melanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi. Mas Bojo menyanggupi. Inilah yang meluluhkan hatiku. Dari desa keraya-raya kuliah ke kota kalau cuma berkutat di dapur, sayang sekali bukan? Apalagi semester itu programku tinggal menulis tugas akhir saja untuk meraih gelar sarjana muda. Namun, program kampus berubah total. Program baru: strata satu! Mata kuliahku sudah habis lima semester yang berlalu. Jadilah aku menganggur. Saat itulah aku terpaksa tinggal di rumah mertua.

Suatu pagi, dari kamar kudengar obrolan mertua dengan dua saudara perempuannya. Kudengar mereka menggunjing, mengolok, menyindir, menertawakan, dan menghinaku. Dikatakan oleh mertua bahwa aku hanya membawa ....  _ maaf tidak tega aku menyebutnya_  satu kata paling jorok yang artinya kelamin perempuan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun