Mohon tunggu...
Ninid Alfatih
Ninid Alfatih Mohon Tunggu... Guru - ibu 3 anak

just a reader

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pope's Exorcist (2023): Sisi Kelam Gereja Abad Pertengahan

13 September 2023   09:26 Diperbarui: 13 September 2023   10:12 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Inkuisisi adalah institusi pengadilan yang dibuat oleh gereja pada masa Raja Ferdinand dari Aragon dan ratu Isabella dari Castilia di semenanjung Iberia (Spanyol) pasca reqoncuesta. Mereka menguasai Spanyol sejak menyatukan 2 kerajaan dalam ikatan perkawinan Aragon dan Isabella pada tahun 1492.
Tahun ini menandai jatuhnya kekuasaan Muslim di Eropa yang berlangsung berabad-abad sejak penaklukan Tariq bin Ziyad tahun 711 M pada masa ekspansi Dinasti umayyah.

Sejak Reqonquesta ( semangat mengambil alih kekuasaan Muslim di Spanyol), banyak kekerasan yang terjadi atas nama agama.  

Umat Muslim dan Yahudi dalam hal ini, menjadi korban paling terdampak di bawah eksekusi yang dilakukan inkuisitor Agung yang diangkat oleh kerajaan spanyol. Dengan dalih bid'ah atau sesat, banyak orang yang mengalami penyiksaan dengan berbagai rupa alat siksa.

Pengadilan yang terdiri atas beberapa tribunal, menjadi institusi yang paling berhak memutuskan cara beragama masyarakat sesuai yang diinginkan penguasa. Konon, rahib Ojada berperan penting dalam meyakinkan Isabella untuk mengambil jalan ini.

Gereja menjadi legitimator kerajaan Spanyol dalam menentukan apakah seseorang dianggap sesat atau memilih iman Kristen.  

Penguasa Spanyol mengusir banyak orang Muslim yang sudah hidup berabad-abad lamanya jika ia tetap dalam iman Islam. Daripada pergi tanpa tujuan,  banyak yang memilih tetap tinggal di Spanyol dan berpindah agama. Mereka ini disebut Moriscos.  Sedangkan secara umum, seorang yang pindah ke gereja katolik disebut conversos. Mereka sering dicurigai tidak tulus, sehingga harus dibuktikan melalui inkuisisi.

Conversor bahkan tidak selalu aman dari jangkauan klaim sesat, ataupun berpura-pura pindah iman. Apalagi seorang moriscos.

Praktek inkuisisi sendiri menjadi sisi gelap gereja yang sering disembunyikan. Termasuk penyiksaan yang dilakukan kepada conversos dan moriscos dengan menggunakan alat-alat penyiksaan dari besi runcing. Beberapa nampak ditampilkan dalam film ini.

Setting gereja abad pertengahan ini menjadi latar belakang film yang mengisahkan seorang pastur yang bertugas sebagai pengusir setan (exorcer).
Kisah yang didasarkan atas kejadian nyata ini bermula dari sebuah keluarga terdiri dari ibu (Julia) dan 2 orang anaknya (Amy dan Henry) yang baru saja ditinggal suaminya dalam sebuah kecelakaan.

Karena faktor ekonomi mereka pindah ke sebuah biara kuno warisan suaminya. Biara yang lama tidak dipakai ini ternyata menyimpan kisah suram sebuah gereja pelaku inkuisisi.

The Pope's Exorcist diangkat dari dua memoar, kisah nyata Pastor Gabriele Amorth (diperankan dengan apik oleh Russel Crowe),Kepala Eksorsisme Vatikan 1986-2016, yang telah menangani lebih dari 50 ribu kasus dugaan eksorsisme sepanjang kariernya.

Jabatan pastor Gabriele baru saja dipermasalahkan, karena salah seorang petinggi gereja tidak percaya terhadap keberadaan setan. Sehingga jabatan kepala eksorsisme dianggap tak lagi diperlukan.
"Jika tidak percaya adanya setan, mengapa harus ada gereja?"  sanggah Gabriele.

Pada saat yang sama, Sri Paus sedang merisaukan keberadaan bekas biara dan gereja San Sebastian di Spanyol. Sri Paus memerintahkan Gabriele untuk memeriksa sebuah biara di Spanyol, karena ditengarai mengandung energi jahat yang sangat tinggi. Di sana, bersama dengan pastor setempat, Esquibel, mereka berhadapan dengan setan penjaga neraka yang merasuki Henry, dan kemudian Amy. Iblis yang merasuki Henry hanya mau berhadapan dengan Gabriele, dengan tujuan mengilfrintasi pusat gereja Vatikan, sebagaimana dia lakukan kepada rahib Ojada.

Gabriele mengasumsikan bahwa sejak 1475, saat rahib Ojada kerasukan hingga inkuisisi berlangsung, banyak keputusan penyiksaan dipengaruhi Iblis.
Di titik ini, kita mengakui fakta betapa mudahnya institusi agama disusupi bahkan oleh musuh terbesarnya melalui jalan kebencian dan permusuhan yang diatasnamakan agama.

Kedua pastor diombang-ambingkan hatinya agar lemah dan kalah dalam pertarungan. Iblis bukan hanya menyerang secara fisik, tapi juga sisi terdalam kelemahan manusia,  yakni hati dan fikiran.

Pada akhirnya kekuatan hati dan imanlah yang memenangkan pertempuran tersebut.

Yang menarik dari sisipan cerita ini adalah ada semacam kekejian yang diakui oleh kisah yang disampaikan Gabrielle Amorth bahwa ada keterlibatan iblis dalam semua keputusan gereja saat inkuisisi berlangsung.

Maka menjadi relevan untuk dipertanyakan ketika agama yang mengajarkan nilai kebaikan dan kasih sayang, berubah menjadi legitimator yang menyebarkan permusuhan dan kebencian.

Adakah Iblis dibaliknya?

Walaupun terkesan asumtif dan apologis, tapi Gabriele membantu cara pandang yang lebih mudah untuk memahami bagaimana kisah kelam terjadi di institusi yang dianggap suci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun