Mohon tunggu...
Ninid Alfatih
Ninid Alfatih Mohon Tunggu... Guru - ibu 3 anak

just a reader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KH Abdul Fatah Jalalain: Revolusi dari Bilik Pesantren

28 Februari 2020   16:06 Diperbarui: 28 Februari 2020   16:01 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kondisi di dalam negeri masih sangat rawan. Kekalahan Jepang dari Sekutu dan hengkangnya mereka dari bumi Indonesia tidak menyebabkan Indonesia bebas dari musuh.

 Belanda yang pernah mencecap surga nusantara enggan melepas assetnya ini. Dengan menumpang kapal Sekutu yang mengeksekusi tentara Jepang, Belanda menerjunkan pasukan NICAnya dan membuat kekacauan di mana-mana. Perjanjian damai dan pengakuan de jure atas proklamasi melalui pertemuan Linggarjati (15 November 1946-25 Maret 1947), seolah tak ada artinya. 

Pengakuan setengah hati ini berwujud tuntutan dan keharusan Indonesia menjadi Negara Commenwealth dalam bentuk RIS dengan mahkota Belanda sebagai kepala uni. Aksi polisionil Belanda yang agresif seolah mengabaikan harkat dan martabat kemerdekaan yang sudah diperjuangkan bangsa Indonesia selama ratusan tahun. 

Agresi yang dilakukannya ditanggapi bangsa Indonesia yang masih bayi dengan perlawanan dimana-mana. Skala besar maupun skala lokal. Pasukan Hizbullah yang dibentuk semasa Jepang diperkuat lagi di bawah komando para kiai.

Di antara para pejuang itu adalah KH Fattah Jalalain, pendiri Pondok Pesantren Miftahul 'Ula Kertosono, Nganjuk. Beliau dilahirkan di Desa Kapurejo, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, pada 9 April 1909/20 putra dari Kiai Arif bin Kiai Hasan Alwi dengan Nyai Sriatun binti Kiai Hasan Muhyi. Leluhur Kiai Fatah adalah seorang pejuang pemimpin perang melawan Belanda. 

Kisahnya pernah disinggung sedikit dalam buku Zainul Milal Bizawie; Jejaring Ulama Diponegoro dan buku bunga rampai Manaqib Ulama Nusantara suntingan Dr Faisal Fatawi. Buku pertama menelisik genealogis dan jaringan pondok pesantren yang terhubung dengan pasukan Diponegoro dalam perang Jawa (1825-1830). Sedangkan yang kedua, lebih fokus pada sejarah singkat pondok pesantren di Indonesia. Tulisan ini hanya sedikit melengkapi catatan tersebut berdasarkan informasi dari keluarga beliau.

Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 yang dikobarkan KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbulloh menggelora di lorong-lorong pesantren, termasuk di Pesantren Miftahul 'Ula, Nglawak Kertosono yang masih berusia muda (berdiri 1 Januari 1945) yang didirikan KH Fattah Jalalain. Beliau adalah santri kinasih dan mantan lurah Pondok Tebuireng asuhan KH Hasyim Asy'ari. Hubungan dekat mereka bahkan dipererat dalam bentuk kekerabatan, saat KH Hasyim menikahi bibinya yang berasal dari Kapu, Kediri.

Sejak Kiai Hasyim menitahkan untuk membuka posko perjuangan di pesantrennya, Kiai Fattah terus berkecimpung dalam perjuangan perlawanan melalui riyadloh dan upaya spiritual selaku pemimpin ruhani. Apalagi mengingat berdirinya pesantren inipun juga atas dawuh dan petunjuk KH Hasyim. Maka tak ada alasan untuk menolak titah sang guru.

Saat gelora perlawanan terhadap Belanda memuncak, pesantren memang menjadi basis perlawanan yang tak bisa diabaikan. Salah satu yang sering disebut adalah Pesantren Parakan Temanggung dibawah pimpinan KH Moenasir yang kondang dengan suwuk bambu runcingnya di wilayah barat.

Tidak banyak yang tahu, bahwa di Timur, KH Hasim Asy'ari atas permintaan Bung Karno, juga mendirikan markas pejuang untuk mempersiapkan pertempuran melawan Belanda dalam jarak yang lebih dekat dengan Surabaya, pusat pertempuran. Tempat itu ada di pesantren Nglawak Kertosono.

Rumah dan pesantren kiai Fattah ini tak pernah sepi dari para pemuda yang terus berdatangan untuk meminta doa dan penguatan lahir melalui pengisian asma' pada bambu runcing dan kerikil yang mereka bawa.  Memang demikian yang dititahkan para kiai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun