Mohon tunggu...
Dinar Setyaningrum
Dinar Setyaningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Petualang

Penyuluh Industri Kemenperin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Instan Bukan Budaya Kita, Budaya Kita Bekerja Keras

29 Agustus 2019   21:30 Diperbarui: 29 Agustus 2019   21:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc pri Ningdidien (Petani Organik Pagelaran)

Halo sahabat media salam kenal dariku. 

Kita memang belum pernah bertemu, bertatap muka, ataupun bercengkerama. Tetapi karena kemajuan teknologi, jarak dan waktu bukan lagi menjadi penghalang untuk kita bisa saling mengenal. Ya kemajuan ini telah memanjakan kita sehingga membawa kita pada sebuah generasi instan. 

Kemajuan jaman selain berdampak positif tentunya membawa dampak negatif pula. Salah satu contoh dampaknya dari segi teknologi. Positifnya kita bisa dengan mudah mengakses informasi, berkomunikasi dengan sesama tanpa batasanan jarak dan waktu.

Namun dampak negatifpun timbul karenanya. Menjadi media profokasi, maupun alat kejahatan lainnya yang sengaja disalahgunakan oleh para pelakunya. 

Doc.pri Ningdidien (Hape Camgih)
Doc.pri Ningdidien (Hape Camgih)

Mencengangkan sekali ketika membuka berita di handphone maupun di televisi yang dipenuhi dengan kasus kriminal. Ini terjadi karena berkembangnya budaya instan di masyarakat. Kecenderungan ingin memperoleh hasil yang cepat dan sebanyak-banyaknya tanpa bersusah payah.

Penipuan berkedok investasi saham, karena tergiur dengan keuntungan melimpah dengan waktu yang singkat. Pencurian dan perampasan secara sadis, karena ingin memperoleh benda berharga milik orang lain, bahkan tidak jarang disertai asusila terhadap korbannya. 

Kembali lagi pada masyarakat kita, Indonesia, keyakinan, dan budayanya. Di Indonesia terdapat beberapa keyakinan agama seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan kepercayaan Konghucu. 

Islam itu agama saya. Ya, saya adalah seorang muslim. Indonesia juga kental akan budaya ketimuran, budaya gotong royong dan bekerja keras. 

Menilik dari kejadian yang sering diberitakan akhir-akhir ini. Persoalan yang terjadi di negara kita karena adanya budaya instan, budaya bermalas-malasan. Kenapa demikian? Karena persoalan yang banyak terjadi disebabkan dari persoalan kerja.

Mungkin karena Indonesia telah memanjakan kita dengan kondisi geografis yang sangat strategis sehingga membuat kita terlena. Bahkan Koes Plus menggambarkannya dalam sebuah lagu Kolam Susu. 

"Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, 

Tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu 

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. 

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman"  

Karena suburnya Indonesia sehingga menjadikan kita bermalas-malasan. 

Pribadi Ningdidien ( Hutan Pujon )
Pribadi Ningdidien ( Hutan Pujon )

Agama mengajarkan kita untuk bekerja keras. Bekerja dengan mengerahkan kemampuan fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk mengaktualisasikan diri sebagai khalifah yang dituntut memimpin dunia. Hal tersebut tidak akan terealisasi dengan sendirinya, tetapi musti diraih, dikejar, dan diupayakan. 

Bumi diciptakan sebagai tempat untuk membanting tulang, sedangkan manusia bekerja di atasnya. Dalam Islam, bekerja keras adalah bekerja dengan sungguh-sungguh disertai tawakal kepada Allah SWT. Seperti sebuah syair yang sering kita dengar: 

"Bekerjalah untuk duniamu, seolah kamu hidup selamanya 

Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah kamu akan meninggal esok".

Doc pri Ningdidien (Petani Organik Pagelaran)
Doc pri Ningdidien (Petani Organik Pagelaran)

Seperti nasihat Imam Syafi'i : " Berangkatlah, niscaya engkau mendapat ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusahpayahlah, sebab kenikmatan hidup hanya ada dalam bekerja keras. Ketika air mengalir akan menjadi jernih, dan ketika berhenti akan menjadi keruh . Jika tak keluar dari sarangnya, singa tak akan mendapatkan mangsanya, sebagaimana anak panah yang takkan mengenai sasaran ketika tidak meninggalkan busurnya. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu di tempatnya. Ketika orang berangkat dan mulai bekerja, dia akan mulia seperti bernilai emas."

Doc .pri Ningdidien (Pande Besi Kromengan)
Doc .pri Ningdidien (Pande Besi Kromengan)
 Saya sangat menyadari sebagai orang yang sangat awam di bidang agama. Bukan da'iah ataupun ustadzah, bahkan belum pernah nyantri, saya tidak akan banyak menganalisis, semata hanya menuliskan pandangan saya mengenai hal yang terjadi. 

Kembali lagi pada budaya instan. Mie yang berlabel instan saja masih perlu proses untuk menyajikannya. Artinya tidak ada hal instan yang dapat kita raih tanpa bekerja keras.

Doc.pri Ningdidien (Helpmie)
Doc.pri Ningdidien (Helpmie)

Penulis : Dinar Setyaningrum 

Sumber : Opini pribadi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun