“Tak seorang wanita pun ingin berpisah dalam kehidupannya, tapi bila perpisahan ini adalah jalan terbaik agar kedua pihak tidak saling tersakiti maka harus diikhlaskan. Ku harap mas Aditya bisa menerima ini”.
“Hidup memeng hanya sebuah permainan dari sang Dalang, dan dalang kehidupan ini adalah Tuhan, maka kau harus bersabar Wik”. Mas Gilang mencoba memberiku kekuatan.
Langit tiba-tiba mendung, angin kencang datang berbarengan dengan hujan turun. Tansjakarta yang ditunggu belum juga lewat, tak biasanya se-lama ini. Hujan semakin kencang, sesekali suara petir mengagetkan aku. Jalanan mulai digenangi air. Beberapa anak kecil menjajakan payung sewaan. Aku diam, begitu pun dengan mas Gilang. Akhirnya Transjakarta yang ku tunggu lewat. Aku menaiki tangga bus, sementara mas Gilang terus menatapku hingga akhirnya tatapan matanya tak bisa lagi ku lihat.
Selama perjalanan, ku coba memejamkan mata, tapi selalu gagal. Bayangan kepahitan yang diciptakan mas Aditya membuat hatiku terkoyak. Pertengkaran demi pertengakaran yang mewarnai hidupku terekam kembali, dan aku hanya bisa menanggis.
Lamunanku terhenti manakala ponsenku bergetar. Ku lihat pada notifikasi layar ponselku. Pesan whatsapp dari mas Gilang. Ku buka. Pesan yang cukup panjang. “Sejak kapan mas Gilang pandai merangkai kalimat? “. Kataku dalam hati. Lalu ku baca kata demi kata pesan mas Gilang yang terkirim. “Wik, kamu sudah berjuang sekian lama, dengan segala jerih payahnya, kalau dihitung capek, sudah sangat lelah, ending belum tahu…Tapi harapan tetap harus diyakini dan harus diperjuangkan, Insya Alloh ini jalan ikhtiar yang diridhoi, Amin”. Ku tarik dalam-dalam nafasku, ku coba menahan air mataku yang hampir jatuh, lalu aku melanjutkan membacanya kembali. “Alloh akan mendengar dan mengqobul doa hambanya yang berserah diri. Wik, aku ingin jujur padamu, kalau aku mulai takut kehilangan kamu..………”. Bibirku rapat tak mampu berkata-kata, hanya hatiku yang berbicara. “Kau mencintaiku mas…..”. Transjakarta yang membawaku terus melaju persis debaran jantungku setelah membaca pesan whatsapp mas Gilang. Aku pun kembali memejamkan mata, meminta pengadilan tentang kehidupan melalui doa-doaku pada sang Pencita. “Tuhan, apa yang menurutMu terbaik, aku ikhlas menerimanya”.
********
15 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H