“iya, kau tak suka?”
Aku tersenyum dan hanya tersenyum, tapi entahlah…mengapa aku jadi salah tingkah.
“Laras, kenalkan ini Hendro temanku” katanya sambil menunjuk ke arah temannya.
“Hen…ini Laras temanku yang kucari-cari sampai ke kolong-kolong tapi tak pernah kutemukan”
Aku tersipu, sedikit malu, “Laras,” kataku sambil menjulurkan tangan ke arah Hendro..
“Mbak Laras ngumpetnya pinter yach?, sampai-sampai Tito tak dapat menemukannya”. Tanyanya sambil berusaha melucu memecahkan kebekuan.
“Bukan tak dapat menemukannya, tapi tak punya nyali untuk menemukanku” jawabku tanpa beban dengan sedikit tersenyum.
“Padahal Ia tahu aku tinggal di mana, mengapa tak berani datang? Jadi aku tak yakin mas Tito mencariku”
“Benar mbak, Tito hanya besar badannya, tapi keberaniannya kecil”
“iyo, iyo terus lah mengolok diriku, aku bukan tak berani, tapi aku merasa kecil di depanmu”, kata Tito sambil melirik ke arahku.
“Bercanda To, ojo nesu” lanjut Hendro seketika karena pipi Tito mulai memerah.