Sejumlah Masalah Pertanahan
Tapi, Parman tidak memungkiri ada sejumlah sengkarut ihwal pertanahan.
Pertama, ketidakpastian hukum. Ini terutama dalam hal administrasi lahan yang menyebabkan ambiguitas dan ketidakpastian.
"Tugas Badan Bank Tanah memberikan kepastian hukum atas tanah itu sendiri. Karena yang paling sulit di Republik ini adalah bagaimana mendapatkan tanah itu sendiri. Hal yang tidak mudah, kita memberikan kepastian hukum, efektivitas waktu, hanya deal dengan Badan Bank Tanah dan beberapa pihak, tidak complicated, kita mempermudah hal-hal menjadi simple bagi investor untuk berinvestasi khususnya di lahan yang ada di Badan Bank Tanah," ujarnya saat penandatanganan Nota Kesepahaman BBT dengan PT Bank JTrust Indonesia dan PT J Trust Consulting Indonesia di Jakarta (26/6/2024).
Para investor, ungkap Parman, mengkhawatirkan kepastian hukum bagaimana memperoleh tanah.
Kedua, regulasi yang tumpang tindih.
Ketiga, sengketa lahan.
Sepanjang 2024, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengeklaim, menyelesaikan 2.161 kasus dari 5.973 aduan kasus pertanahan yang diterima. Meliputi 936 sengketa, 32 konflik, dan 1.193 perkara pertanahan. Kasusnya mulai dari konflik individu, korporasi, hingga yang melibatkan negara.
Di sisi lain, Komisi II DPR RIÂ menyatakan, selama 2024 menerima 495 pengaduan masyarakat. Khusus klaster pengaduan bidang tanah dan tata ruang, jumlahnya mencapai 120 aduan. Terbanyak, soal mafia tanah hingga penyerobotan tanah tanpa hak.
Di lain pihak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam "Catatan Akhir Tahun 2024" menyebutkan, konflik agraria merupakan salah satu isu yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM setiap tahun, dengan total 2.639 kasus per Agustus 2024.