Penerapan AI juga harus memenuhi tujuh syarat utama. Empat diantaranya "sakral", yaitu (1) Tangguh dan aman secara teknis. Selain aman, harus dipastikan pula rencana mundur atau membatalkan penerapannya jika terjadi kesalahan. Ini menjadi cara untuk memastikan agar kerugian yang tidak disengaja dapat dicegah. (2)Â Memastikan privasi dan tata kelola data. Artinya, harus dipastikan kualitas dan integritas data, serta memastikan akses yang sah ke data. (3) Data, sistem, dan model bisnis AI harus transparan. (4) Menjamin keanekaragaman, non-diskriminasi dan keadilan. Bias yang tidak adil harus dihindari. Karena dapat menimbulkan marginalisasi kelompok rentan, hingga memperburuk prasangka dan diskriminasi.
Di pengadilan Amerika Serikat dan Inggris Raya, AI sudah diterapkan untuk Pengorganisasian Informasi. Melalui "e-Discovery" yang menyelidiki secara otomatis atas informasi elektronik untuk berbagai pencarian, sebelum prosedur pengadilan dilakukan.Â
Para pihak melakukan persetujuan lebih dulu untuk istilah pencarian dan kode yang digunakan. Lalu, Hakim menilai dan mengukuhkan kesepakatannya. Ini adalah metode investigasi dokumen yang diakui oleh pengadilan, yang lebih cepat dan akurat daripada penelitian file secara manual.
Masih di Amerika Serikat, ada contoh praktis penggunaan AI guna memprediksi residivisme dalam kasus kriminal. Namanya COMPAS atau Profil Manajemen Pelanggar Pemasyarakatan untuk Sanksi Alternatif. Ini digunakan oleh hakim pidana di beberapa negara bagian, saat menilai risiko residivisme terdakwa atau terpidana, terkait keputusan penahanan pra-sidang, hukuman atau pembebasan dini.
COMPAS menggunakan data dari catatan kriminal dan dari kuesioner dengan 137 pertanyaan.Â
Tapi, COMPAS memiliki kekurangan, karena menggunakan data dari masa lalu, secara sistematis melebih-lebihkan residivisme di antara para terdakwa asal Afrika-Amerika dibandingkan Kaukasia Amerika.
Begitulah, AI sudah diterapkan di lembaga peradilan. Saat ini, "kerjanya" baru sebatas membantu prosedur peradilan. Belum memutuskan. Apalagi sampai "menggantikan" posisi Hakim. MKRI jangan alergi menerapkan AI. Bukankah itu sejalan visinya: Peradilan Modern dan Terpercaya. Bisa?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H