Hal ini sejalan dengan teori kognitivisme yang dipelopori oleh Jean Piaget (dalam Fatmawati, 2015) yang menyatakan bahwa kemampuan bahasa didapatkan dari kematangan kognitif. Perkembangan kognitif dapat menentukan perkembangan bahasa. Penerapan kognitif ini dapat dijalankan dengan baik dengan adanya stimulasi. Beberapa stimulasi ini antara lain,
- Stimulasi Sejak Dini
Pada usia janin, atau sebelum lahir, anak diberi stimulan. Setelah lahir pun, tetap diberi stimulan seperti penggunaan mainan. Beberapa mainan bisa memberikan stimulasi pada anak seperti mainan yang digunakan tanpa baterai, mainan yang dimainkan secara bebas sesuai dengan kreativitas dan imajinasi, dan mainan yang membuat gerak anak lebih aktif. Mainan tersebut antara lain Building Blocks, Lego, atau Binatang-Binatang (Pratiwi, 2023). - Membaca Nyaring
Penambahan kosa kata pada anak bisa didapatkan dari penggunaan buku bacaan. Pada usia Pre-School anak-anak akan penasaran terhadap apapun yang dilihatnya, penggunaan buku bergambar dan bacaan yang nyaring dapat memberikan stimulan pada otak. Pembacaan nyaring ini tak hanya keras dalam volume, tapi juga penggunaan kalimat berima. Kalimat yang menarik dapat menarik anak dalam memperhatikan bacaan yang dibacakan secara nyaring. - Interaksi secara Aktif
Interaksi secara aktif dan konsisten membuat anak terdorong untuk mengucapkan kata. Beberapa kasus, orang tua tidak secara aktif mengajak berbicara anak karena alasan sibuk bekerja atau sedang melakukan sesuatu, mengalihkan anak dengan You Tube. Tontonan yang diberikan tidak disaring dengan baik, maka anak rentan mengalami Speech Delay. Anak-anak yang mengalami situasi Speech Delay membutuhkan lebih banyak kontribusi lingkungan sekitar untuk secara aktif mengajak berbicara. You Tube bukanlah kontribusi bahasa yang baik, karena komunikasinya hanya satu arah, sebaliknya interaksi lah kontribusi terbaik untuk membantu komunikasi pada anak. - Penggunaan Bahasa yang Bervariasi
Anak-anak memiliki karakteristik suka bermain dan mudan bosan (Cahyaningtyas & Salsabila, 2020), sehingga variasi bahasa ini digunakan untuk meningkatkan motivasi anak dalam berbahasa. Variasi bahasa ini bisa menggunakan gabungan antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris sesuai dengan kemampuan bahasa orang tua. Contoh variasi bahasa ini penggunaan bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia, contohnya ketika anak memanggil, “Mama”, orang tua menjawab “Dalem, sayang”. Variasi bahasa yang diajarkan tentunya memperhatikan unsur kesopanan karena akan ditiru oleh anak. - Ciptakan Lingkungan yang mendukung
Orang tua tak bisa sendirian untuk mengajarkan bahasa kepada anak, tetapi juga peran llingkungan ini sangat medukung. Lingkungan dalam rumah memastikan anak bebas berekspolari dan bertanya mengenai berbagai hal untuk memacu anak dalam produksi bahasa. Lingkungan ini sebagai fondasi untuk perkembangan bahasa anak. Lingkungan yang mendukung seperti adanya kegiatan membaca buku, bernyanyi bersama, dan mengobrol mengenai banyak hal dapat membantu anak dalam memahami struktur kalimat. Dukungan dari orang dewasa membantu anak untuk membangun keterampilan berbahasa secara bertahap.
Howard Gardner, tokoh pendidikan dan psikologi yang mencetuskan kecerdasan majemuk atau multiple intelligences (dalam Fatmawati, 2015) menyatakan, anak, tidak hanya memiliki kecerdasan yang dibatasi pada kemampuan intelektual seperti matematika dan logika. Kemampuan intelektual lain yang hadir adalah kecerdasan berbahasa.
Kecerdasan yang berkembang memiliki konteks yang berbeda, seperti kemampuan penggunaan kata-kata secara efektif, baik dalam berbicara maupun menulis. Anak-anak dapat meniru suara, memahami pola komunikasi, dan mulai berbicara sejak dini. Namun, meski pun anak memiliki kecerdasan berbahasa, potensi tersebut tidak akan berkembang tanpa melalui faktor lingkungan yang mendukung.
Teori lain yang ada dalam Psikolinguistik dalam Pemerolehan Bahasa Anak adalah Interaksionisme. Teori Interaksionisme ini memiliki pandangan yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa pada anak tidak hanya berdasarkan dari faktor genetik, tapi juga secara signifikan dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Penekanan pada lingkungan memengaruhi pemerolehan bahasa tampak pada teori ini. Pemerolehan bahasa ditinjau dari berbagai hal, seperti kemampuan psikologis anak dan dunia sosial interaksi di sekitar anak. Pemerolehan bahasa yang dinamis ini, didasari dari interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang berperan sebagai sumber input bahasa.
Teori Interaksionisme ini dipelopori oleh beragam teori lain yang menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam proses pemerolehan bahasa. Salah satu tokoh penting dalam teori ini afalah Jerome Bruner, psikolog dan ahli pendidikan yang memperkenalkan konsep scaffolding dalam pemerolehan bahasa.
Scaffolding ini merujuk pada cara orang yang lebih dewasa untuk memberikan bantuan dan fasilitas untuk pemahaman dan penggunaan bahasa anak.
Simpulan
Psikolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara psikologis dan penggunaan bahasa. Pada pemerolehan bahasa anak, Psikolinguistik berfokus pada cara anak memeroleh bahasa secara alamiah dan hasil pembelajaran. Beberapa teori dalam Psikolinguistik antara lain Unversal Grammar dan Behavioristik yang menjelaskan mengenai anak yang memiliki kemampuan secara alami mempelajari bahasa.
Pemerolehan yang alami ini didasari pada kemampuan kognitif anak yang baik. Anak yang tumbuh dan kembang di usia hingga dua tahun menggunakan bahasa dengan fonem sederhana dengan akhiran “a” karena mudah dalam penggunaanya. Kemudian anak yang telah masuk usia sekolah memeroleh bahasa melalui pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran ini menjadi cara kedua anak dalam memeroleh bahasa anak. Pembelajaran bahasa ini didapatkan melalui nyanyian, dialog yang dilakukan setiap hari, dan ragam aktivitas bermain yang menjadi stimulan berbahasa anak. Selain pembelajaran, lingkungan menjadi faktor yang sangat penting dalam anak menggunakan bahasa dalam kesehariannya.